Kuda Liar Sukar Dijinakkan, namun Manusia Bisa Lebih Sukar untuk Dijinakkan EGO-nya dan Kedangkalan Berpikirnya
Otak, adanya Terletak di Kepala, Bukan di Otot. Sayangnya,
sebagian Masyarakat Premanis di Indonesia Tidak Mengetahui bahwa Otot Mereka
Sebenarnya Tidak Berotak—Menyelesaikan Setiap Masalah dengan Kekerasan Fisik
Terdapat satu perbedaan esensial antara Hukum Pidana dan Hukum Karma, yakni MOTIF sang pelaku. Menurut Hukum Pidana, eksekutor yang menembak mati seorang terpidana mati, adalah sah dan merupakan “alasan pembenar” sehingga tidak dapat dipidana, karena memang sudah ditugaskan atau bertugas untuk itu, yakni menjadi anggota regu tembak, atau bahkan memang suka menembak mati manusia dan menikmatinya. Sebaliknya, menurut Hukum Karma, penentu dapat dicela atau tidaknya sang pelaku, ialah bergantung pada “variabel bebas” yang bernama MOTIF. Bila motif sang eksekutor ialah menembak mati sang terpidana mati dalam rangka menyelamatkan banyak manusia agar tidak menjadi korban-korban dari sang terpidana mati, maka Karma Buruk yang ia tanam karena membunuh sang terpidana mati (membunuh tetap merampas nyawa makhluk hidup) adalah minim adanya, dan disaat bersamaan menanam benih Karma Baik berkat welas-asihnya kepada banyak warga yang berpotensi menjadi korban bila sang tereksekusi tidak kunjung dilenyapkan dari dunia ini.