JENIUS KONSULTAN, TRAINER, ANALIS, PENULIS ILMU PENGETAHUAN ILMIAH HUKUM RESMI oleh HERY SHIETRA

Konsultasi Hukum Pidana, Perdata, Bisnis, dan Korporasi. Prediktif, Efektif, serta Aplikatif. Syarat dan Ketentuan Layanan Berlaku

Harapan hanyalah Harapan, namun Fakta adalah Fakta

PENDOSA Tidak Punya Hak untuk Diistimewakan, Terlebih Merampas Hak Korban Mengakses Keadilan

Pelaku Kejahatan Tidak Punya Hak untuk Memohon PENGHAPUSAN DOSA, Pendosa hanya Punya Kewajiban untuk BERTANGGUNG-JAWAB

PENJAHAT / PENDOSA Tidak Punya Hak untuk Menceramahi Korban tentang Apa Itu Kejahatan dan Kebaikan

Question: Rasanya menyakitkan sekali, seakan dilukai untuk kedua kalinya, ketika penjahat yang merupakan pelaku yang telah merugikan kami, justru berkata kepada kami selaku korban, bahwa “Yang berlalu, biarlah berlalu, tidak perlu diungkit-ungkit lagi.” Bukankah konyol, penjahat tapi justru berbicara seolah-olah dirinya orang bijaksana dan melontarkan kata-kata bijak keluar dari mulutnya? Mereka lebih sibuk berkelit dan putar-balik fakta, dengan tujuan untuk lepas tanggung-jawab, namun masih juga bermulut besar tentang ayat-ayat kitab agama, tentang Tuhan, tentang surga dan neraka, dan lain sebagainya. Masyarakat kita juga aneh sekali, mereka justru menghardik korban yang menjerit kesakitan sebagai “orang gila”, sementara pelaku yang menyakiti justru dibela dengan cara tidak dikritik atas perbuatannya ketika menyakiti sang korban. Juga tidak kalah banyak orang-orang yang perilakunya sendiri busuk, tapi justru lebih pandai mengomentari perilaku orang lain. Apalagi yang namanya “playing victim”, tidak malu dan tidak takut berbuat jahat, namun masih juga mengharap masuk surga dan dianugerahi hidup yang makmur-sejahtera.

Perbedaan antara Perjudian dan Penipuan Berkedok Perjudian

Perjudian dan Penipuan, Tidak Serupa dan Tidak Sama

Telah ternyata, baik masyarakat, pemerintah selaku regulator, maupun aparatur penegak hukum mulai dari Penyidik Kepolisian, Jaksa Penuntut Umum, hingga Hakim Pengadilan, gagal membedakan antara penipuan dan praktik perjudian, sekalipun keduanya sama sekali berbeda dan tidak memiliki kesamaan apapun. Jud!, ialah suatu konstruksi yang bersifat murni “permainan untung-untungan”, tanpa ada anasir penipuan apapun didalamnya. Berbeda dengan jud!, penipuan bisa bewujud atau berupa beragam modus, yang seringkali terjadi dalam praktik selama ini di Indonesia pada khususnya, ialah “penipuan berkedok perjudian”. Dengan kata lain, banyak hal yang disebut-sebut oleh masyarakat luas maupun aparatur penegak hukum sebagai “perjudian”, sejatinya ialah “penipuan berkedok perjudian”.

Pendirian Mahkamah Agung RI Paska Paska Putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor 18/PUU-XVII/2019 tanggal 06 Januari 2020 tentang Uji Materiil terhadap Undang-Undang Fidusia

Putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor 18/PUU-XVII/2019 tanggal 06 Januari 2020 tentang Fidusia, Diberlakukan Secara Efektif oleh Mahkamah Agung RI

Question: Mahkamah Konstitusi dalam putusannya Nomor 18/PUU-XVII/2019 yang menguji materil undang-undang fidusia menyatakan bahwa objek jaminan fidusia tidak bisa dilelang begitu saja oleh kreditor, bila tidak ada kerelaan ataupun pengakuan telah cidera janji dari pihak debitor. Lalu, kini bagaimana pendirian Mahkamah Agung dalam praktiknya dewasa ini terkait objek agunan fidusia, mengikuti putusan Mahkamah Konstitusi atau tidak?

Ambiguitas Eksekusi Jaminan FIDUSIA Paska Putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor 18/PUU-XVII/2019 tanggal 06 Januari 2020 tentang Uji Materiil terhadap Undang-Undang Fidusia

Sekelumit Eksekusi Jaminan Fidusia, Sederhana namun Tidak Sesederhana Itu

Question: Mahkamah Konstitusi dalam putusannya Nomor 18/PUU-XVII/2019 yang menguji materil undang-undang fidusia menyatakan bahwa objek jaminan fidusia tidak bisa dilelang begitu saja oleh kreditor, bila tidak ada kerelaan ataupun pengakuan telah cidera janji dari pihak debitor. Lalu, bagaimana objek jaminan fidusia itu bisa dieksekusi?

Permohonan Kasasi Ditolak MA RI, Tidak Identik “Kalah”

Mahkamah Agung RI Tetap dapat Mengoreksi Putusan Pengadilan Sekalipun Permohonan Kasasi Dinyatakan “Ditolak”

Question: Jika upaya hukum kasasi yang pihak kami mohonkan, ternyata ditolak oleh Mahkamah Agung, apakah artinya kami “kalah” dalam sengketa gugat-menggugat ini?

Sengketa yang Layak Dimediasi dan Sengketa yang Akan Percuma (Sia-Sia) Bila Dimediasi

Mediasi dan “Win-Win Solution” Mensyaratkan Itikad Baik Kedua Belah Pihak yang Saling Bersengketa—Tidak Bisa “Bertepuk Sebelah Tangan” alias Hanya Satu Pihak yang Ber-itikad Baik

Question: Kapan suatu sengketa perdata, layak dimediasi dengan dipertemukan kedua belah pihak yang saling bersengketa, dan kapankah suatu sengketa hukum sama sekali tidak perlu dilakukan mediasi?

Efektivitas Hukum Vs. Efektivitas Moralitas

Sungguh Kasihan Negara yang Memproduksi Begitu Banyak Aturan Hukum namun Pelanggaran Kian Masif

Hanya Bangsa yang Miskin Moralitas yang Perlu Banyak Diatur oleh Hukum

Question: Saat ini aturan-aturan hukum dibentuk begitu masif, sudah menyerupai “hutan rimba belantara”. Ini dan itu itu diatur, namun mengapa justru kian banyak masyarakat yang melanggarnya? Kita menjadi patut untuk curiga, percuma mengatur banyak hal tentang ini dan itu kedalam aturan-aturan hukum yang melarangnya, bila moralitas penduduk suatu bangsa atau negaranya tergolong “bobrok”. Sebaliknya, dengan tingkat moralitas yang baik, negara bahkan tidak perlu terlampau terobsesi untuk produktif memproduksi berbagai aturan hukum dan undang-undang. Lagipula, bukankah semakin banyak dan tebal undang-undang seolah warga tidak punya pekerjaan lain, maka semakin sedikit orang yang mau membacanya? Jika semakin sedikit orang yang mau membacanya, maka atas dasar apa pemerintah berdelusi bahwa rakyatnya mau patuh terhadap hukum?

Norma Hukum yang Tidak Realistis Menjelma Aturan Hukum yang Tidak Efektif Berlakunya

Daya Pemaksa + Efek Jera = Kepatuhan Hukum (Hukum yang Rfektif)

Question: Mengapa bisa ada aturan hukum yang dalam praktiknya justru dianak-tirikan ataupun yang tidak diberlakukan secara efektif oleh negara, pemerintah, maupun aparatur penegak hukumnya?

Siapa yang Berhutang dan Siapa yang Berpiutang dalam Era Perang Dagang maupun Perang Kemanusiaan?

Perang Dagang dan Terbolak-Baliknya Logika Moral

Ambivalensi Benang-Kusut Sejarah dan Ekonomi Bangsa-Bangsa Dunia dalam Era Keterbalikan Free Trade

Pada awal tahun 2025, dunia tidak terkecuali di Indonesia, dikejutkan oleh keputusan Presiden Amerika Serikat, Donal Trump, yang menetapkan kebijakan tarif masuk bagi barang-barang impor ke dalam pasar di dalam negeri Paman Sam sang adikuasa tersebut dengan tarif masuk yang terbilang fenomenal dan dramatis, mengingat neraca perdagangan Amerika Serikat defisit diakibatkan pangsa pasar di Amerika Serikat lebih dinikmati oleh para produsen di negara-negara lain. Barulah pada saat itu, kita disadarkan dan mata kita mulai terbuka, betapa selama ini kita menikmati surplus neraca perdagangan ekspor ke negara Amerika Serikat, sehingga Negara Indonesia dan Bangsa Indonesia sejatinya berhutang budi kepada Amerika Serikat yang selama ini membiarkan pasarnya didominasi oleh produk-produk negara asing yang mengekspor komoditas, bahan baku, maupun produk jadinya.

Putusan Pengadilan Juga Bersifat ERGA OMNES, Sama Seperti Undang-Undang, Sifat Keberlakuannya Meluas bagi Umum

Contoh Kaedah Hukum yang Diciptakan Lewat Pertimbangan Hukum dalam Putusan Pengadilan

Question: Bila “erga omnes” artinya sifat keberlakuannya ialah mengikat publik luas alias bagi masyarakat umum, semisal undang-undang ataupun peraturan perundang-undangan, maka bagamana dengan putusan pengadilan, apakah hanya mengikat para pihak yang bersengketa di pengadilan dalam putusan tersebut ataukah juga mengikat bagi pihak-pihak diluar para pihak alias berlaku juga selain bagi para pihak yang bersengketa dalam putusan tersebut?

Rekor Penghukuman Dwangsom (Uang Paksa) Terbesar dalam Sejarah Praktik Peradilan Perdata

Disinsentif bagi yang Tidak Patuh pada Putusan Pengadilan, Penghukuman Pembayaran “Uang Paksa” (Dwangsom)

Question: Jika tergugat yang kalah dalam gugatan, sengaja menunda-nunda dan tidak kooperatif sekalipun putusan pengadilan telah berkekuatan hukum tetap, maka apakah betul dalam gugatan perlu dicantumkan juga tuntutan “uang paksa” untuk setiap hari keterlambatan pihak tergugat melaksanakan isi putusan? Berapa “uang paksa” yang pernah dibuat oleh hakim di pengadilan dalam putusannya?

Inilah Akar Penyebab Maraknya Peredaran Gelap Narkotika Ilegal yang bahkan Telah Menyasar Pelajar, Mahasiswa, hingga Petani dan Nelayan Miskin di Pedesaan

Mahkamah Agung RI Kompromistik terhadap “PERANG CANDU”, Pengedar Narkotika Ilegal yang Dijual Eceran justru Diberikan Insentif Keringanan Hukuman

“Pengedar Narkotika Ilegal Eceran” Tidaklah Sama dengan “Maling Sandal” yang Dihukum Ringan, Narkotika Ilegal merupakan Produk ADIKTIF yang Berpotensi Tinggi Menjerat Pemakainya Terjerumus menjadi Kecanduan Seumur Hidup dengan Dosis Pemakaian yang Terus Bertambah

Question: Menjual produk tembakau secara eceran, dilarang oleh pemerintah, dengan alasan bahwa itu bisa menyasar segmen pasar seperti pelajar yang kemudian bisa terjerat zat adiktif sehingga menjelma pecandu berat dikemudian hari. Bukankah itu artinya penjual produk tembakau eceran, sifatnya lebih jahat sehingga harus diatur dan dikontrol dengan ketat oleh pemerintah?

CERDAS Artinya Bersikap Objektif dan Terbuka Terhadap Masukan, Bagian 3

Kejujuran sebuah AI, Objektif dan Rasional yang Melampaui Kebanyakan Manusia Irasional

Anda dapat mencobanya sendiri, dengan memasukkan input-input berupa pertanyaan yang sama seperti transkrip di bawah ini—lihat dan buktikan sendiri:

[5/3 18.07] Law: Agama Islam adalah agama suci ataukah agama dosa?

CERDAS Artinya Bersikap Objektif dan Terbuka Terhadap Masukan, Bagian 2

Kejujuran sebuah AI, Objektif dan Rasional yang Melampaui Kebanyakan Manusia Irasional

Anda dapat mencobanya sendiri, dengan memasukkan input-input berupa pertanyaan yang sama seperti transkrip di bawah ini—lihat dan buktikan sendiri:

[5/3 18.50] Law: Agama Nasrani atau agama Kristen adalah agama suci ataukah agama

CERDAS Artinya Bersikap Objektif dan Terbuka Terhadap Masukan, Bukan KERAS KEPALA

Kelebihan “Beteman” dengan Chat AI : Rasional, Objektif, dan Tanpa Kekerasan Fisik Sekalipun Berdebat

Anda boleh percaya juga boleh tidak, berikut inilah pengalaman pertama saya menggunakan “chat AI (artificial intelligence)”, dan langsung menantang berdebat sang AI, kecerdasan buatan. Secara keseluruhan, ada yang menarik dari diskusi dengan AI, yakni AI bisa menjadi “lawan bicara” atau “teman diskusi” yang lebih rasional dan lebih objektif daripada lawan bicara konvensional bernama manusia yang kerap bersikap tendensius, subjektif, serta kerap dikeruhkan oleh “bias persepsi” hingga sinisme tertentu, konflik kepentingan, parsial, hingga kebiasaan-kebiasaan kurang menyenangkan seperti melecehkan, menghakimi, maupun seperti nada-nada bernuansa “ancaman kekerasan fisik” ketika berbeda pendapat.

Kalau Kamu JENIUS, Tidak Butuh Menyakiti ataupun Merampas Hak Orang Lain untuk Bahagia

Orang Jenius Tidak Merampas Hak maupun Kebahagiaan Orang Lain

Sobat pasti pernah melihat adanya film yang mengisahkan segerombolan kriminal yang mengakunya “jenius”. Mereka berkomplot dan berencana untuk membobol bank yang berkeamanan tinggi.

Singkat cerita, mereka berhasil membobol bank tersebut dengan teknik dan alat-alat canggih yang rumit (sophisticated), dan merasa bahwa diri mereka itu “hebat”, lalu berbangga diri.

Pertanyaannya, apa salah tidak, mengapa produser film tersebut mempertontonkan kisah “kekotoran batin” seolah-olah begitu heroik?

Bila Ingin Hidup Damai, Maka Harus Siap untuk Bercerai, Tips Bagi Pasangan Rumah Tangga

Si vis pacem parabellum. Bila negara Anda ingin hidup damai, maka harus siap untuk berperang dengan negara lain.

Ternyata, prinsip demikian cukup relevan dalam setiap situasi, tidak terkecuali bagi pasangan suami-istri.

Tidak selamanya “silent is golden”. Chinese Wisdom mengatakan, ada waktu dimana kita harus bersikap lembut dan lunak, serta ada waktu dimana kita harus bersikap keras.

Mengapa Orang Jahat seolah Kebal & Imun dari Karma Buruk? Ini Penjelasan SANG BUDDHA tentang HUKUM KARMA

Dulu, rasa frustasi saya sempat memuncak, sampai menjadi apatis terhadap ajaran Sang Buddha tentang Hukum Karma. Mengapa, ada orang yang begitu jahat, jahatnya luar biasa jahat, sampai-sampai tidak lagi terlukiskan, namun seakan tidak kunjung celaka akibat perbuatan-perbuatan buruknya sendiri?

Memang disayangkan dan harus saya akui, telah belasan tahun menjadi umat Buddhist, akan tetapi baik Bhikkhu maupun penceramah di Vihara sekalipun, hampir tidak pernah membabarkan khotbah asli Sang Buddha.

Menyadari bahwa saya telah “berjalan di tempat”, telah ternyata, dibelakang hari, barulah secara mandiri belajar Sutta Pitaka yang menjadi sumber otentik Agama Buddha, berisi khotbah-khotbah asli Sang Buddha. Dimana, barulah pada saat itu juga, kita baru akan mengetahui Agama Buddha yang sebenarnya dan seperti apakah ajaran seorang Buddha.

Pinjam Kredit dari BANK, namun Ditagih oleh RENTENIR, dan Agunan Dilelang oleh MAFIA TANAH

Kita akan membahas “dunia gelap perbankan”. Anda dan siapa saja, sebaiknya mulai mampu mengenalinya, agar tidak turut menjadi KORBAN.

Apa yang diulas berikut ini bukanlah sebuah dongeng, namun kisah nyata yang dialami oleh seorang Klien, sebuah Korporasi yang meminjam kredit dari BANK, akan tetapi mendadak ditagih oleh RENTENIR PERORANGAN, dan agunannya dilelang oleh MAFIA TANAH.

Apa penyebabnya?