Demi Asas Kemanfaatan, Prosedur Hukum Acara pun dapat Disimpangi oleh Majelis Hakim Pemeriksa dan Pemutus Perkara
Terkadang, hakim di pengadilan akan membuat pilihan berat yakni menolak untuk mengabulkan gugatan penggugat, demi kebaikan pihak penggugat itu sendiri. Salah satu contoh kasus konkret yang dilematis untuk diputus oleh hakim, sebagaimana dapat SHIETRA & PARTNERS ilustrasikan cerminannya lewat putusan Mahkamah Agung RI sengketa hubungan industrial (yang di-perdata-kan) register Nomor 1927 K/Pdt/2017 tanggal 19 Oktober 2017, perkara antara:
- 4 (empat) orang ahli waris
dari Ramlan, sebagai Para Pemohon Kasasi dahulu Para Penggugat; melawan
- BANK INDONESIA, selaku Termohon
Kasasi dahulu Tergugat.
Permasalahan dimulai ketika perbuatan
Ramlan dinilai telah mengakibatkan terjadinya selisih kas harian pada instansi
Tergugat. Penggugat mendalilkan, Ramlan diancam agar mengundurkan diri sebagai
pegawai Bank Indonesia (Tergugat). Paksaan dan ancaman untuk mengundurkan diri
sebagai pegawai dilakukan oleh Tergugat melalui Surat tanggal 22 Juni 1984,
yang pada intinya memaksa (mengancam) Ramlan untuk mengajukan permohonan
berhenti dari Jabatan Tergugat dalam jangka waktu 1 minggu.
Dalam hal ini, jika Ramlan
mengakui sebagai pelaku selisih kurang kas dan membuat serta menandatangani
surat permohonan berhenti, maka Tergugat akan “memberhentikan dengan hormat”,
terhitung akhir Juni 1984 dengan memperoleh semua hak atas dasar kedudukan terakhir
dikurangi kewajiban-kewajiban pada Tergugat. Namun, apabila dalam jangka waktu
tersebut Ramlan tidak mengajukan permohonan berhenti, maka akan “diberhentikan
tidak dengan hormat”. Melalui surat ini juga Ramlan kemudian secara sepihak dikenakan
sanksi berupa peraturan hukuman jabatan atau sanksi diharuskan mengganti
kerugian sebesar Rp7.312.500 tanpa pernah diberikan kesempatan untuk membela
diri atau setidak-tidaknya membuktikan jika Ramlan tidak bersalah.
“Ancaman” yang dilakukan oleh
Tergugat melalui surat tersebut di atas mau tidak mau, suka tidak suka, Ramlan pun
menyerah dan menerima penawaran Tergugat untuk membuat dan menanda-tangani surat
pengunduran diri sebagai pegawai Bank Indonesia dan beserta sanksinya. Singkatnya,
Tergugat mengancam dan meminta Ramlan untuk mengundurkan diri sebagai pegawai
Bank Indonesia dan diharuskan mengganti kerugian yang diderita oleh Tergugat
sejumlah Rp7.312.500.
Adapun bantahan pihak Tergugat,
secara absolut Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak berwenang memeriksa dan
mengadili perkara sengketa hubungan industrial. Penggugat pada pokoknya mendalilkan
mengenai perselisihan pemutusan hubungan kerja (PHK) pewaris Para Penggugat
(Sdr. Ramlan) yang merupakan pegawai Bank Indonesia (Tergugat) dalam hubungan
kerja antara Sdr. Ramlan dan Tergugat. Terlagipula, hak untuk menggugat sengketa
terkait hubungan industrial berupa PHK demikian telah lama kadaluarsa.
Terhadap gugatan para ahli
waris Ramlan, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah memberikan Putusan Nomor
137/Pdt.G/2014/PN.Jkt.Pst tanggal 11 November 2014, dengan pertimbangan hukum
serta amar sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa karena Ramlan
diberhentikan dengan hormat, maka Majelis Hakim
berkesimpulan tidak terbukti bahwa Tergugat telah melakukan perbuatan melawan
hukum;
“MENGADILI :
I. Dalam Eksepsi;
- Menolak eksepsi Tergugat
seluruhnya;
II. Dalam pokok perkara:
1. Menolak gugatan Para
Penggugat untuk seluruhnya;
2. Menghukum Para Penggugat
untuk membayar biaya perkara yang timbul dalam perkara ini secara tanggung
renteng sebesar Rp321.000,00 (tiga ratus dua puluh satu ribu rupiah);”
Dalam tingkat Banding atas
permohonan pihak Penggugat—tanpa mau menyadari betapa patut bersyukurnya pihak
Penggugat karena “tidak diberhentikan secara tidak dengan hormat” dimana pihak
Tergugat punya kewenangan untuk itu, namun mengarahkan pihak Ramlan untuk “mengundurkan
diri” alias berhenti bekerja secara hormat—putusan Pengadilan Negeri di atas
kemudian dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Jakarta lewat putusan Nomor
337/PDT/2016/PT.DKI tanggal 30 Agustus 2016.
Semestinya, eksepsi “keliru
kompetensi absolut” pihak Tergugat patut untuk dikabulkan, karena sengketa hubungan
industrial merupakan domain kewenangan Pengadilan Hubungan Industrial (PHI),
bukan Pengadilan Negeri. Namun, tampaknya Pengadilan Negeri berupaya bersikap
pragmatis dengan tetap menerima gugatan akan tetapi menolak seluruh tuntutan
pihak Penggugat, semata agar pihak Penggugat tidak termakan oleh delusinya
sendiri. Memang tampaknya ambigu, pada satu sisi dinilai melakukan pelanggaran
kerja akan tetapi yang terjadi kemudian ialah “mengundurkan diri” (yang konotasinya
ialah “secara sukarela”) alih-alih “diberhentikan secara tidak hormat” (secara “koersif”).
Para ahli waris Ramlan tetap mengajukan
upaya hukum Kasasi, dimana terhadapnya Mahkamah Agung RI membuat pertimbangan
serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang,
bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa
alasan tersebut tidak dapat dibenarkan, Judex Facti tidak salah menerapkan
hukum dengan pertimbangan sebagai berikut:
“Bahwa
pemberhentian Ramlan / Pewaris
Penggugat sebagai pegawai Bank Indonesia adalah atas permohonan sendiri dengan surat tanggal 28 Juni 1984, dimana
permohonan tersebut dikabulkan oleh Bank Indonesia tanggal 1 September 1984, setelah
pewaris melakukan kesalahan dalam melakukan pembukuan sebagai kasir dimana
terjadi dikurang kas sebesar Rp22.500.000,00 (dua puluh dua juta lima ratus
ribu rupiah) yang tidak bisa dipertanggungjawabkan oleh almarhum, dengan
demikian Tergugat tidak melakukan perbuatan melawan hukum;
“Menimbang,
bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, ternyata putusan Judex Facti dalam
perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, maka
permohonan kasasi yang diajukan oleh Para Pemohon Kasasi 1. Adi Asmara, 2.
Erlan Prayatna, 3. Roma Indra Praja, 4. Romi Praja Muda tersebut harus ditolak;
“M
E N G A D I L I :
- Menolak permohonan kasasi dari Para Pemohon
Kasasi: 1. ADI ASMARA, 2. ERLAN PRAYATNA, 3. ROMA INDRA PRAJA, 4. ROMI PRAJA
MUDA tersebut;”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan
hidup JUJUR dengan menghargai Jirih
Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.