Baik Terdakwa maupun Jaksa Penuntut Umum, Sama-Sama Tunduk pada Aturan Main Bernama Hukum Acara di Persidangan (the Rule of Law)
Question: Apakah semua perkara pidana, bisa diajukan kasasi, baik oleh si terdakwa maupun oleh jaksa?
Baik Terdakwa maupun Jaksa Penuntut Umum, Sama-Sama Tunduk pada Aturan Main Bernama Hukum Acara di Persidangan (the Rule of Law)
Question: Apakah semua perkara pidana, bisa diajukan kasasi, baik oleh si terdakwa maupun oleh jaksa?
Pemberatan Kesalahan Pidana Terletak pada Keadaan Seputar ACTUS REUS, Tidak Semata Beratnya Barang Bukti Obat-Obatan Terlarang
Question: Untuk perkara-perkara yang melibatkan obat-obatan terlarang ilegal, apakah pelakunya hanya akan terancam hukuman mati bila barang buktinya mencapai sekian kilogram, ataukah harus belasan atau puluhan kilogram, barulah dapat dijatuhi putusan “mati”?
KEJAHATAN TERHADAP KEMANUSIAAN merupakan MUSUH BERSAMA dan karenanya PERLU DIPERANGI OLEH SEGENAP RAKYAT
Question: Kalau mengedarkan obat-obatan terlarang tanpa izin, jenis kejahatan demikian dikategorikan sebagai golongan “kejahatan HAM”, ataukah apa?
Pemerintah dan Polisi Kita Itu Sendiri yang Lebih Banyak Melanggar Aturan Hukum
Membuat Aturan Untuk Kemudian Dilanggar Sendiri oleh
Pemerintah, Teladan yang Buruk Bagi Masyarakat
Question: Sudah ada UU PDP (Undang-Undang tentang Perlindungan Data Pribadi), namun mengapa masih juga banyak terjadi kasus kebocoran data-data pribadi masyarakat mulai dari BUMN hingga penyelenggara negara?
Circumstantial Evidences menjadi Sumber Bukti PETUNJUK
Question: Dalam hukum acara pidana, ada yang namanya alat bukti “petunjuk”. Alat bukti bernama “petunjuk” ini, sifatnya hanyalah pelengkap terhadap alat-alat bukti lainnya, atau bagaimana?
Yang Menang, yang Menuliskan Sejarah dalam Buku Sejarah. Yang Kalah, hanya Menjadi Penonton Bila Tidak Dijadikan Kambing Hitam
Yang beruntung atas kesehatannya, menyombongkan kesehatannya lalu menghakimi mereka yang kurang beruntung atas kesehatannya sebagai “kurang iman” atau “kurang ibadah”. Yang beruntung atas kemakmuran ekonominya, menyombongkan kemakmuran ekonominya dengan menghakimi mereka yang kurang beruntung sebagai “pemalas” atau “bodoh”. Hanya mereka yang pernah “jatuh”, yang memiliki kebijaksanaan, sehingga tidak cenderung menghakimi pihak lain yang kurang beruntung dalam hidupnya. Pepatah mengatakan, hidup bagai “berputarnya roda”, ada waktunya ia berada di atas, dan ada kalanya ia bergerak ke arah bawah. Segalanya berubah, tidak ada yang kekal, sehingga sejatinya tidak ada yang patut disombongkan, terlebih menghakimi pihak lain. Kekekalan adalah delusi, sama artinya membohongi diri sendiri atau bahkan menentang hukum alam itu sendiri, karena yang kekal ialah perubahan itu sendiri. Orang-orang bijak telah lama belajar, untuk tidak terlampau senang saat berada di puncak, dan tidak terlampau “putus asa” saat berada di titik terbawah dalam hidup mereka.
Agama yang TOXIC, Ideologi Penuh Delusi yang Beracun namun Dipeluk, Dibanggakan, Dipertontonkan, dan Dirayakan
Question: Bukankah mengherankan serta memprihatinkan, ada agama yang menjadikan praktik pesugihan anak sebagai hari raya keagamaan yang mereka rayakan setiap tahunnya? Mengapa agama bisa membutakan mata maupun nurani umat manusia, alih-alih mencerahkan, mencerdaskan, dan mendewasakan?
Pemohon Uji Materiil adalah Pekerja / Buruh, namun yang Diuntungkan MK RI dalam Putusannya justru adalah Kalangan Pengusaha
Question: Bukankah sengketa ketenagakerjaan tergolong dalam genus perdata? Jika dalam sengketa perdata, kadaluarsa hak menggugat adalah 30 tahun, maka apakah artinya jika ada sengketa antara pekerja atau pegawai melawan pelaku usaha pemberi kerja, semisal terkait PHK (pemutusan hubungan kerja), maka kadaluarsa nya ialah 30 tahun kemudian sejak terkena PHK?
Ketika Keyakinan Mengalahkan dan Mengharamkan Otak
Keyakinan yang Meracuni dan Merusak Otak, bisa Begitu
Adiktif Menyerupai Candu Lainnya
Question: Belajar untuk menjadi pintar. Namun untuk apa kita susah-payah belajar, bila HP kita sudah pintar?
Gunakan “Cara CERDAS”, Bukan “Kerja KERAS”, yakni Ciptakan Bibit-Bibit Keberuntungan
Kesuksesan adalah Buah, Sebabnya ialah Bibit Kebaikan
yang Kita Tanam
Tidak ada motivator bisnis yang lebih unggul dan lebih efektif daripada Sang Buddha. Bila ada diantara para pembaca yang sudah bosan dan jenuh membaca buku-buku motivasi maupun seminar-seminar usaha, namun tidak juga mendapatkan kesuksesan, maka kita pun patut bertanya : apa yang sebetulnya menjadi kunci rahasia dibalik kesuksesan? Mengapa ada orang-orang yang tidak pernah membaca buku-buku motivasi juga tidak pernah mengikuti seminar-seminar motivasi, namun sukses dalam hidup, keluarga, studi, maupun karinya? Itulah yang kerap disebut oleh banyak kalangan sebagai “faktor X”—yang sebenarnya ialah “faktor keberuntungan”. Sehingga, pertanyaan yang mungkin paling relevan bukan lagi “bagaimana cara mencapai kesuksesan?”, namun ialah “bagaimana cara memiliki faktor keberuntungan?”
Moralitas Dogma Agama Bersifat Rigid dan Ajeg, sementara Moralitas Norma Hukum Senantiasa Berdialektika dan Berkembang Lewat Diskursus
Question: Apakah hukum harus dipisahkan dari anasir moralitas (tipe negara sekular) atau sebaliknya, moralitas harus dinormakan ke dalam norma hukum (negara agama)? Bukankah moralitas basisnya adalah norma sosial? Bagaimana juga dengan moralitas keagamaan, apakah boleh dicampur-adukkan kedalam hukum?
BANK PANIN, Bank Mafia yang Sengaja Melanggar Undang-Undang
Perbankan
BANK PANIN Memaksa Nasabah untuk Memberi Izin BANK PANIN untuk MENYALAHGUNAKAN DATA-DATA PRIBADI DAN RAHASIA NASABAH PENABUNG
Sebagai nasabah, konsumen, sekaligus korban, maka penulis berhak menuliskan testimoni ini dengan niat batin agar masyarakat menaruh waspada dan berhati-hati berhadapan dengan lembaga keuangan yang bernama Bank PANIN. Hati-hati jadi nasabah Panin, data pribadi Anda selaku nasabah secara arogan akan DISALAHGUNAKAN Bank Panin. Bank Panin seolah ingin mengatakan, bahwa korporasi perbankannya ini tidak tunduk pada Undang-Undang serta tidak perlu patuh terhadap Undang-Undang Perbankan maupun Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP), alias mafia yang menyaru sebagai bank. Bahkan, seakan belum cukup arogan, Bank Panin bahkan melecehkan nasabah penabungnya sendiri. Berikut testimoni pribadi penulis selaku nasabah, dengan tempus delicti pertengahan Bulan Juni 2024.
BAP Saksi, Korban, maupun Terdakwa juga Dibaca oleh Hakim Pengadilan Perkara Pidana
Question: Apakah keterangan yang kita berikan sebagai korban, saksi maupun sebagai tersangka dalam BAP (Berita Acara Pemeriksaan) saat di kantor polisi, juga akan dibaca oleh hakim di pengadilan nantinya?
ADIL Saja Tidak Cukup, namun ADIL serta BERADAB
Pentingnya Praktik Latihan SELF-CONTROL dalam Rangka menjadi Manusia yang BERADAB
Salah satu sila dalam Pancasila, ialah “Kemanusiaan yang adil dan beradab”—bukan hanya sekadar “adil”, namun “adil dan/serta beradab”. Lantas, apa makna “beradab”? Untuk membahasnya secara sederhana, ilustrasi konkret berikut dapat cukup mewakili. Kita sepakat bahwa adalah cukup “adil” memiskinkan koruptor. Namun, persoalannya ialah, bagaimana caranya memiskinkan koruptor? Itulah, pentingnya makna “beradab”, cara-cara menegakkan “ke-adil-an” haruslah dengan cara yang “etis”, dimana “etis” bermakna “tidak tercela oleh para bijaksanawan”. Dengan demikian, cara-cara yang “tidak etis” tidaklah dapat dikategorikan sebagai sesuatu yang “beradab”. Baru-baru ini saat ulasan ini disusun, berbagai pegawai lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diadili oleh pengadilan karena terkait kasus pemerasan oleh mereka terhadap para tahanan di rumah tahanan KPK.
Ciri-Ciri Dosen Hukum yang Menyesatkan Mahasiswanya Sendiri
Question: Ada dosen saya di kampus hukum, yang justru tidak meluluskan mahasiswa yang berpendirian bahwa pertimbangan hukum hakim dalam putusan tidak boleh dipandang sebelah mata. Sang dosen, justru mengajarkan pada mahasiswa bahwa cukup membaca amar putusan hakim, semisal amar putusan Mahkamah Konstitusi, tanpa perlu membuang-buang waktu untuk membaca pertimbangan hukumnya. Mahasiswa yang rajin, dengan menelaah isi pertimbangan hukum hakim, justru diberi nilai buruk oleh sang dosen. Sebenarnya yang keliru dan “sesat berpikir” itu siapa, mahasiswa atau si dosen pengajar itu sendiri?
Regulasi yang Kompleks, Tidak Berbanding Lurus dengan Tingkat Kepatuhan Masyarakat, Justru Sebaliknya
Pernahkah Anda membaca Undang-Undang tentang Cipta Kerja? Bila masyarakat tidak membaca Undang-Undang tentang Cipta Kerja, maka bagaimana dapat menjadi warga yang “patuh” terhadap hukum? Namun bukanlah itu, pertanyaan yang relevan untuk kita ajukan. Pertanyaan yang lebih rasional untuk diajukan ialah : apakah Anda merasa nyaman alias merasa dipermudah untuk membaca dan memahami isi Undang-Undang tentang Cipta Kerja, ataukah sebaliknya, merasa tersiksa serta bingung membaca dan memahami isi Undang-Undang tentang Cipta Kerja? JIka masyarakat dipersulit untuk memahami dan membaca substansi pengaturan dalam Undang-Undang tentang Cipta Kerja, maka atas dasar apakah, pemerintah berharap serta menuntut warganya untuk “patuh” terhadap hukum?
Upaya Hukum Putusan Verstek, ialah Peninjauan Kembali atau Verzet
Question: Apakah bisa dalam gugatan perdata, mengajukan upaya hukum luar biasa PK (Peninjauan Kembali) ke Mahkamah Agung namun sebelumnya tidak pernah mengajukan upaya hukum banding maupun kasasi? Bukankah esensinya ialah, PK diajukan terhadap putusan yang telah “inkracht” (berkekuatan hukum tetap)? JIka terhadap putusan Pengadilan Negeri tidak pernah diajukan banding maupun kasasi, dan telah lewat waktu untuk mengajukan permohonan banding maupun kasasi, artinya putusan menjadi “inkracht”, maka PK dimungkinkan secara teori demikian.
Keadilan dan Sense of Justice Butuh IQ, dan IQ Tidak Terdapat pada Kekuatan Fisik-OTOT, namun pada OTAK
Question: Mengapa watak yang paling khas dari orang Indonesia ialah, sedikit-sedikit main kekerasan fisik, apapun itu main kekerasan fisik, segala masalah diselesaikan dengan cara-cara bernuansa kekerasan fisik? Apa bedanya sifat kebanyakan masyarakat Indonesia yang khas ini, dengan manusia biadab pada zaman prasejarah yang belum beradab dan tidak mengenal apa yang disebut “peradaban”? Jika mereka benar-benar jagoan, mengapa tidak berani bertarung diatas ring tinju?
Putusan yang NEBIS IN IDEM adalah Kekhilafan Hakim dan Kekeliruan yang Nyata
Eksepsi “Gugatan KURANG PIHAK” dan Eksepsi “NEBIS IN
IDEM” merupakan Dua Proposisi yang Saling Menegasikan Antar Eksepsi
Question: Apa boleh, pihak Tergugat mengajukan dua buah eksepsi terhadap surat gugatan Penggugat, eksepsi yang satu mendalilkan bahwa gugatan Penggugat adalah “kurang pihak”, sementara itu eksepsi yang kedua ialah mendalilkan bahwa gugatan yang sekarang ini sudah “nebis in idem”?
Agunan Berfungsi sebagai Jaminan Pelunasan Piutang itu Sendiri
Question: Bila debitor menunggak, ingkar janji untuk mencicil hutangnya hingga lunas, lalu saat debitor kami ini akan kami gugat secara perdata ke pengadilan, apakah harus kami mintakan juga sita jaminan terhadap agunan pelunasan hutang berupa sertifikat tanah SHM, karena SHM itu atas nama istri dari debitor kami?
Mengembalikan secara Penuh Kerugian Korban, Bukanlah Alasan Pemaaf dari Kesalahan Pidana
Tidak Memulihkan Kerugian Korban, sang Pelaku akan Dihukum
Lebih Berat Lagi
Question: Si pelaku yang telah menipu dan membawa lari uang kami, saat kami bekuk, berjanji dan sepakat akan mengembalikan uang kami secara penuh. Namun hingga kini belum juga dikembalikan seutuhnya, masih menyisakan banyak uang kami yang belum ia kembalikan meski sudah lewat waktu dari yang disepakati. Apakah pelakunya bisa kami laporkan akan diproses secara pidana?
SENI HIDUP yang Perlu Anda Ketahui dan Kuasai bila
Ingin SURVIVE di Indonesia
Lebih Baik Disakiti (oleh Orang Lain), daripada Menyakiti / Mengkhianati Diri Sendiri
Artikel sederhana singkat ini, merupakan hasil kristalisasi pengalaman pribadi penulis yang telah hampir berusia empat dekade lamanya tumbuh dan besar di Indonesia—negara agamais mana yang bangsanya kerap sesumbar “ini itu dosa” namun disaat bersamaan menjadi pecandu ideologi “penghapusan dosa” serta memiliki misi misionaris “selesaikan setiap masalah dengan cara KEKERASAN FISIK”—dimana akan sangat bermanfaat bagi para pembaca yang juga sedang berdomisili atau secara terpaksa bertahan hidup di Indonesia. Bila Anda merupakan warga yang mendekam di Indonesia, maka Anda tergolong manusia yang cukup patut dikasihani. Kabar baiknya, Anda tidak sendiri, banyak yang senasib dengan Anda. Bangsa Indonesia, sudah dikenal sebagai bangsa yang rata-rata tingkat IQ rendah (namun berdelusi sebagai bangsa ber-EQ dan SQ tinggi), disamping menyandang warisan genetik yang sangat tidak berkualitas alias bermutu dangkal / rendahan.
Menunggak Harga Jual-Beli Barang / Jasa, dapat Meminta Pokok Hutang Plus Bunga ke Pengadilan dalam Gugatan Perdata Ingkar Janji Membayar
Question: Pembeli menunggak bayar, sekalipun sudah ditagih berulang kali. Akhirnya kami gugat. Kalau “Sipil lawan Sipil” dalam gugatan, bisa tuntut disertai pembayaran bunga disamping pokok hutang yang tertunggak. Namun bagaimana yang membeli barang kami dan yang menunggak ialah pihak pemerintah, bisakah kami tuntut juga bunga, mengingat tunggakan ini sudah bertahun-tahun tidak dibayar pihak pemerintah?
Negara Tidak Semestinya Mencurangi dan Merugikan Warganya Sendiri
Contoh Kasus Kadaluarsa Hak Tagih Vs. Lembaga Negera
/ Pemerintah
Question: Apa betul, kadaluarsa hak menagih hutang, ialah selama 30 tahun?
Amar Putusan Declaratoir Vs. Amar Putusan Condemnatoir
Question: Mahkamah Agung pada tingkat kasasi, hanya memeriksa penerapan hukum, tidak seperti Pengadilan Negeri maupun Pengadilan Tinggi yang menurut teorinya ialah “judex factie”. Pertanyaannya, bila pada peradilan tingkat Pengadilan Negeri maupun Pengadilan Tinggi, gugatan kita dinyatakan “tidak dapat diterima” (niet ontvankelijk verklaard) sehingga pokok perkara belum diperiksa, maka apakah dimungkinkan dalam tingkat kasasi gugatan kita dapat dikabulkan, ataukah lebih baik gugat-ulang dalam register perkara baru?
Ambiguitas Hukum Perdata di Indonesia, Melahirkan Ketidakpastian Hukum
Question: Sebetulnya aturan hukumnya bagaimana, bayar lunas dulu atau AJB dulu?
Hati-Hati terhadap Mediasi Pengadilan Sekalipun Deadlock, Ada Potensi Bahaya Resiko Dibaliknya dan Memiliki Daya Ikatnya Tersendiri
Jangan Pernah Terlena oleh Isi Peraturan
Perundang-Undangan yang Tidak Jarang PHP (Pemberi Harapan Palsu)
Question: Jika saat mediasi saat gugat-menggugat di pengadilan, pada akhirnya ternyata deadlock karena tidak ada kesepakatan kedua belah pihak antara yang menggugat dan yang digugat, akan tetapi apakah segala bentuk komunikasi berupa tawaran-tawanan yang pernah kita ajukan saat mediasi berlangsung tersebut, bisa membawa dampak buruk bagi kita dalam proses persidangan gugat-menggugat ini pada gilirannya?
Mengubah Petaka menjadi Berkah, Kiat Menghadapi PT Perorangan, Mintakan PERSONAL GUARANTEE Pemilik Perseroan Perorangan
Bekerjasama dengan Perseroan Perorangan Bisa Lebih
Aman dan Terjamin daripada PT Biasa
Question: Belakangan ini mulai bermunculan berbagai PT yang hanya dimiliki oleh seorang pemegang saham. Jadi, baik pihak pendiri, pemegang, maupun direkturnya ialah orang yang sama. Sering saya bertanya-tanya, jika begitu mengapa bukan orang tersebut saja yang tanda-tangan kontrak atas nama dirinya pribadi, mengapa harus memakai nama PT sehingga si penanda-tangan berstatus sebagai direktur PT tersebut? Pertimbangan kedua, apakah tidak akan terjadi “ekonomi biaya tinggi” berupa beban pajak penghasilan, bilamana rekan bisnis kita memakai badan hukum berupa PT? Pertimbangan ketiga, bagaimana jika rekan bisnis kami ini ingkar janji, yang bisa didugat hanya badan hukum PT miliknya, yang kami tidak tahu PT tersebut punya aset atau tidak untuk disita jika terjadi sengketa. Modal dasar yang tercantum dalam akta pendirian, bukanlah equity aktual, yang bisa jadi lebih dari itu valuasinya atau bahkan jauh dibawah itu. Babagaimana pandangan hukumnya?
Apakah Pasal 74 KUHP, tentang Kadaluarsa Hak Mengadu untuk Delik Aduan, Masih Berlaku?
Warga Dituntut Patuh Hukum, namun menjadi “Aneh
Sendiri” ketika Aparatur Penegak Hukum justru Tidak Patuh terhadap Hukum
EQUALITY BEFORE THE LAW, namun Ada Pasal / Undang-undang
yang Dianak-Tirikan dan yang Dianak-Emaskan—Hukum Sendiri telah Ternyata Tidak
Equal
Patuh terhadap hukum, adalah baik dan terpuji serta patut diteladani, dikenal sebagai kultur / budaya hukum. Namun cobalah Anda patuh terhadap norma hukum berikut, Pasal 74 Ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang mengatur : “Pengaduan hanya boleh diajukan dalam waktu enam bulan sejak orang yang berhak mengadu mengetahui adanya kejahatan”, dijamin Anda akan “aneh sendiri”. Kita telah lama mengenal istilah “putusan yang menang diatas kertas”, begitupula terdapat beragam peraturan perundang-undangan yang sejatinya hanya “macam ompong diatas kertas”, yang tidak pernah diberlakukan secara efektif dalam tataran praktik di lapangan.
Praperadilan Bukan Hanya Menilai Apakah Minimal Dua Alat
Bukti Telah Terpenuhi dalam Menetapkan Tersangka, namun Apakah Alat Buktinya
Sah
Praperadilan menjadi Momentum Wadah Menguji Penerapan
Hukum Acara Pidana terhadap Penyidik dalam Menghimpun Alat Bukti maupun Barang Bukti
Question : Jika seseorang yang sudah dijadikan tersangka oleh polisi, mengajukan praperadilan, apakah hakim sidang praperadilan hanya akan melihat apakah betul bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka apakah sudah genap minimal dua alat bukti, ataukah lebih jauh dari itu, semisal apakah alat buktinya ini sah atau tidaknya terhadap prosedur hukum acara pidana?
Makna “Barang Bukti Dikembalikan kepada Pihak yang
Berhak” dalam Amar Putusan Perkara Pidana
Amar Putusan Pantang untuk Menyisakan / Melahirkan Ambiguitas
Question: Di salinan putusan pidana yang kami dapatkan, hakim memutuskan bahwa barang bukti yang sebelumnya disita pidana oleh penyidik kepolisian, “dikembalikan kepada pihak yang berhak”. Nah, pihak yang berhak ini secara definitifnya siapa, pihak yang mana? Antara pihak pelapor alias korban, dan pihak terlapor alias terdakwa, masing-masing saling mengklaim sebagai pemilik yang sah dan yang paling berhak.
Judex Set Lex Laguens—Sang
Hakim adalah Hukum yang Berbicara
Disparitas antara Akademisi dan Praktisi Hukum, Ada pada Dasar Pijakannya
Cobalah Anda tanyakan kepada kalangan mahasiswa hukum maupun akademisi hukum, apa saja yang menjadi syarat mempailitkan seorang atau suatu debitor, maka mereka akan menjawab : memiliki sedikitnya dua kreditor, dimana salah satunya sudah jatuh tempo dan dapat ditagih—karena memang demikianlah Undang-Undang-nya mengatur. Namun, meski dapat kita maklumi, praktik peradilan telah berkata lain dan memiliki pendiriannya sendiri, yakni berupa “norma-rnoma baru” seperti jumlah hutang-piutang paling sedikit diatas lima ratus juta rupiah, ataupun bilamana nominal dalam hutang-piutang sudah tidak lagi dipersengketakan oleh debitor.
Klausula Arbitrase Bukanlah Alat untuk Membungkam Pihak yang Ingin Mempersengketakan Hak dan Kewajiban Kontraktual
Question: Klausula arbitrase yang tidak mengusung prinsip kemanfaatan, terlebih sifatnya ialah kontrak baku yang sepihak, apakah benar-benar sifatnya mutlak keberlakuannya? Itu sama artinya mematikan langkah pihak kami yang menilai “lebih besar pasak daripada tiang” membawa sengketa ini ke arbitrase. Apa jadinya, bila tetap kami paksakan untuk membawa sengketa ini ke hadapan Pengadilan Negeri setempat?
Sertifikat Tanah Bersifat Kuat, Namun Tidak Bersifat Mutlak ataupun Sempurna
Apapun yang Dilandasi Itikad Tidak Baik, Berpotensi
Dibatalkan oleh Pengadilan
Question: Adalah mitos ataukah fakta, ada pihak-pihak yang menyebutkan bahwa sertifikat tanah BPN yang sudah berumur paling sedikit 5 (lima) tahun, maka sudah tidak bisa lagi dibatalkan oleh pihak lain sekalipun dibawa ke pengadilan dan digugat pihak ketiga, sekalipun ada cacat penerbitan sertifikat tanah tersebut?
Pembunuhan secara Sadistik, Dihukum Sangat Berat
Ketika Hakim Memberikan Teguran Moral kepada Jaksa Penuntut Umum yang Seolah Hendak “Mengunci” Hakim dengan Membuat Dakwaan Tunggal
Question: Apakah hukum pidana di Indonesia, hanya memerhatikan “result” atau suatu kejahatan saja untuk membuat pertimbangan berapa lama vonis hukuman penjara dijatuhkan kepada seorang terdakwa yang terbukti bersalah di persidangan, ataukah juga mempertimbangkan faktor “dengan cara apa kejahatan itu dilakukan” sehingga rumusannya menjadi “result” (hasil perbuatan) dan juga “cara” (bagaimana kejahatan tersebut dilakukan) sebagai penentu berat-ringannya vonis yang akan dijatuhkan oleh hakim kepada si tersangka?
Mitra10 (PT. Catur Mitra Sejati Sentosa), Toko Bangunan yang LEBIH RENTENIR DARIPADA RENTENIR
PT. Catur Mitra Sejati Sentosa, Berbisnis Ala MAFIOSO
& RENTENIR
Seorang rentenir, alias ijon, lintah darat, atau “shark loan”, ketika menawarkan kredit kepada debitornya, akan secara jujur dan terbuka menyatakan bunga tinggi yang dibebankan. Konsumen, tinggal memilih secara bebas, menyetujui atau tidak. Setinggi-tingginya bunga “pinjol” (pinjaman online), setidaknya mereka transparan dari sejak awal, sehingga calon konsumen bisa membuat keputusan, apakah akan menjadi konsumennya atau tidak. Namun, berbeda halnya dengan toko bangunan bernama MITRA10, yang “lebih licik daripada rentenir”. Ulasan ini merupakan pengalaman pribadi penulis selaku konsumen Mitra10 (lebih tepatnya “mantan konsumen”), dengan harapan agar masyarakat luas tidak turut menjadi korban dari modus kejahatan Mitra10.
Mekansime Permohonan Penghapustagihan Tunggakan Iuran dan Denda BPJS Ketenagakerjaan
Question: Apakah betul, ada cara untuk mohon penghapusan tagihan iuran ke BPJS Ketenagakerjaan?
Diterbitkan Lalu Seketika Itu Juga Diubah dengan Peraturan Baru Atas Pokok Pengaturan yang Sama, Ibarat Mempermainkan Masyarakat
Hukum Tambal-Sulam, Menjadikan Publik (Subjek
Pengemban Hukum) sebagai Kelinci Percobaan
Question: Apakah ada peraturan, yang membatasi pemerintah untuk tidak begitu mudahnya bongkar-pasang peraturan, semisal suatu peraturan paling cepat hanya boleh diubah setelah sekian tahun?
CONTRA LEGAM, Pembangkangan Praktik Penuntutan dan Praktik Kehakiman terhadap Norma Hukum Positif, yang Menjelma Kebiasaan Praktik Peradilan
Question: Barang yang dipakai oleh seorang terdakwa, bila terbukti sah dan meyakinkan bersalah sebagaimana didakwakan pihak jaksa penuntut umum dipersidangan, maka akan dirampas oleh negara dalam putusan hakim. Aturannya seperti itu, menurut hukum pidana. Namun mengapa masih banyak putusan pengadilan yang justru berkata lain?
Perbedaan Paling Kontras antara Surat Gugatan dan Tuntutan Pidana
Question: Apakah perbedaan paling prinsipil antara gugatan perdata dan tuntutan pidana?