JENIUS KONSULTAN, TRAINER, ANALIS, PENULIS ILMU PENGETAHUAN ILMIAH HUKUM RESMI oleh HERY SHIETRA

Konsultasi Hukum Pidana, Perdata, Bisnis, dan Korporasi. Prediktif, Efektif, serta Aplikatif. Syarat dan Ketentuan Layanan Berlaku

Pendirian Mahkamah Agung RI Paska Paska Putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor 18/PUU-XVII/2019 tanggal 06 Januari 2020 tentang Uji Materiil terhadap Undang-Undang Fidusia

Putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor 18/PUU-XVII/2019 tanggal 06 Januari 2020 tentang Fidusia, Diberlakukan Secara Efektif oleh Mahkamah Agung RI

Question: Mahkamah Konstitusi dalam putusannya Nomor 18/PUU-XVII/2019 yang menguji materil undang-undang fidusia menyatakan bahwa objek jaminan fidusia tidak bisa dilelang begitu saja oleh kreditor, bila tidak ada kerelaan ataupun pengakuan telah cidera janji dari pihak debitor. Lalu, kini bagaimana pendirian Mahkamah Agung dalam praktiknya dewasa ini terkait objek agunan fidusia, mengikuti putusan Mahkamah Konstitusi atau tidak?

Brief Answer: Tampaknya kaedah hukum yang dibentuk oleh Mahkamah Konstitusi RI lewat putusannya Mahkamah Konstitusi RI No. 18/PUU-XVII/2019 tanggal 06 Januari 2020 tentang Uji Materiil terhadap Undang-Undang Fidusia, dihormati dengan diberlakukan secara efektif oleh lembaga Mahkamah Agung RI dalam putusannya di tingkat kasasi.

PEMBAHASAN:

PUTUSAN

Nomor 18/PUU-XVII/2019

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

Mengadili:

1. Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk sebagian;

2. Menyatakan Pasal 15 ayat (2) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 168, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3889) sepanjang frasa “kekuatan eksekutorial” dan frasa “sama dengan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap” bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “terhadap jaminan fidusia yang tidak ada kesepakatan tentang cidera janji (wanprestasi) dan debitur keberatan menyerahkan secara sukarela objek yang menjadi jaminan fidusia, maka segala mekanisme dan prosedur hukum dalam pelaksanaan eksekusi Sertifikat Jaminan Fidusia harus dilakukan dan berlaku sama dengan pelaksanaan eksekusi putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap”;

3. Menyatakan Pasal 15 ayat (3) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 168, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3889) sepanjang frasa “cidera janji” bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai bahwa “adanya cidera janji tidak ditentukan secara sepihak oleh kreditur melainkan atas dasar kesepakatan antara kreditur dengan debitur atau atas dasar upaya hukum yang menentukan telah terjadinya cidera janji”.

4. Menyatakan Penjelasan Pasal 15 ayat (2) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 168, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3889) sepanjang frasa “kekuatan eksekutorial” bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “terhadap jaminan fidusia yang tidak ada kesepakatan tentang cidera janji dan debitur keberatan menyerahkan secara sukarela objek yang menjadi jaminan fidusia, maka segala mekanisme dan prosedur hukum dalam pelaksanaan eksekusi Sertifikat Jaminan Fidusia harus dilakukan dan berlaku sama dengan pelaksanaan eksekusi putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap”;

5. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya;

6. Menolak permohonan para Pemohon untuk selain dan selebihnya.”

Adapun “best practice” lembaga peradilan hingga tingkat kasasi di Mahkamah Agung RI paska putusan Mahkamah Konstitusi RI terkait objek jaminan Fidusia demikian, salah satunya dapat SHIETRA & PARTNERS cerminkan lewat preseden berupa putusan Mahkamah Agung RI Nomor 269 K/Pdt.Sus-Pailit/2024 tanggal 13 Maret 2024, sengketa terkait kredit yang diikat jaminan Fidusia, perkara antara:

- MEGA CENTRAL FINANCE, sebagai Pemohon Kasasi, semula selaku Tergugat; melawan

- PAULUS BUDI HARTONO, S.H., Kurator Efraim Sastradi (Dalam Pailit), sebagai Termohon Kasasi, semula selaku Penggugat; dan

- SUKAMTO, sebagai Turut Termohon Kasasi, semula selaku Turut Tergugat.

Atas gugatan pihak kurator terhadap kreditor dari sang “debitor dalam pailit”, yang kemudian menjadi amar putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Semarang Nomor 32/Pdt.Sus-Gugatan Lain-lain/2023/PN Niaga.Smg juncto Nomor 31/Pdt-Sus-Pailt/2018/PN Niaga.Smg, tanggal 21 Desember 2023, berupa kutipan sebagai berikut:

“MENGADILI :

1. Mengabulkan gugatan untuk sebagian;

2. Menyatakan Tergugat melakukan perbuatan melawan hukum, melakukan eksekusi kendaraan roda empat Honda Civic, Warna White Orchid Pearl, dengan Nomor Rangka MRHFC164JT810528, Nomor Mesin L15B73624575, Tahun 2018, Nomor Polisi H 7051 DZ, bertentangan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUUXVII/ 2019;

3. Menghukum Tergugat untuk menyerahkan objek sengketa dalam perkara ini berupa 1 (satu) buah BPKB (Buku Pemilik Kendaraan Bermotor) atas nama Efraim Sastradi dan 1 (satu) unit kendaraan roda empat dengan rincian sebagai berikut: ... kepada Penggugat selaku Kurator untuk dilakukan pemberesan kepailitan;

4. Menghukum Turut Tergugat untuk tunduk dan patuh terhadap putusan dalam perkara ini;”

Pihak lembaga pembiayaan mengajukan upaya hukum kasasi. Dalam tingkat kasasi, yang kemudian menjadi amar putusan Mahkamah Agung RI, berupa kutipan sebagai berikut:

“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan kasasi tersebut, Mahkamah Agung berpendapat:

“Menimbang, bahwa setelah mempelajari memori kasasi tanggal 28 Desember 2023 dan kontra memori kasasi tanggal 3 Januari 2024 dihubungkan dengan pertimbangan Judex Facti, Mahkamah Agung berpendapat bahwa putusan Judex Facti tidak salah menerapkan hukum dengan pertimbangan sebagai berikut:

“Bahwa dari bukti Tergugat yaitu bukti T-1 mengenai Perjanjian Pembiayaan Multiguna, kartu piutang dengan voucher yaitu bukti T-2, bukti T-3 Sertifikat Jaminan Fidusia, bukti T-4, T-5, T-6 berupa surat-surat peringatan dari Tergugat memperingatkan kepada Efraim Sastradi (dalam pailit) agar membayar utangya kepada Tergugat, bukti T-9 berupa Risalah Lelang tanggal 20 Juni 2023, maka telah terbuktikan bahwa Efraim Sastradi  (dalam pailit) ternyata mempunyai utang dengan jaminan fidusia berupa satu unit kendaraan roda empat Honda Civic, warna White Orchid Pearl, dengan Nomor Rangka MRHFC164JT810528, Nomor Mesin L15B73624575, tahun 2018, Nomor Polisi H 7051 DZ yang sekarang menjadi objek sengketa;

“Bahwa putusan pailit terhadap Efraim Sastradi telah dibacakan tanggal 15 Januari 2019. Tergugat adalah pemegang hak atas jaminan fidusia, maka dengan terjadinya pailit terhadap Efraim Sastradi, Tergugat sebagai Pemegang Hak Fidusia berhak melakukan lelang seolah-olah tidak terjadi kepailitan (Pasal 55 ayat (1) dan sesuai Pasal 59 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang) dalam jangka waktu 2 (dua) bulan setelah insolvensi, karena insolvensi terjadi pada tanggal 13 Februari 2019 sehingga Tergugat mempunyai waktu 60 (enam puluh) hari setelah terjadi insolvensi, dan ternyata eksekusi dilakukan Tergugat pada tanggal 20 Juni 2023 dengan melakukan pelelangan atas kendaraan jaminan fidusia di balai lelang sebagaimana Salinan Risalah Lelang Nomor RL.068/PL.II.14/2023 (vide bukti T-9) sehingga telah melewati jangka waktu yang ditentukan undang-undang, maka sudah tepat Judex Facti objek sengketa merupakan bagian dari harta pailit yang tercatat dalam daftar aset harta pailit Efraim Sastradi (dalam pailit) yaitu pada tanggal 13 Februari 2019 objek sengketa Honda Civic dan BPKB telah termasuk dalam daftar boedel pailit yang dikuasai oleh Tergugat;

“Bahwa berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUUXVII/2019, Pasal 15 ayat (2) Undang Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, debitur keberatan menyerahkan secara sukarela objek yang menjadi jaminan fidusia, maka segala mekanisme dan prosedur hukum dalam pelaksanaan eksekusi sertifikat jaminan fidusia harus dilakukan dan berlaku sama dengan pelaksanaan eksekusi putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap”, sehingga manakala debitur memliki utang dengan jaminan fidusia dan debitur wanprestasi, kreditur tidak boleh semena-mena menarik benda jaminan sendiri, kreditur dapat melakukan prosedur hukum dalam pelaksanaan eksekusi jaminan fidusia sama dengan pelaksanaan eksekusi putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap;

“Bahwa karena cara Tergugat melakukan eksekusi objek sengketa ternyata bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi tersebut, maka cukup beralasan untuk menyatakan bahwa Tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum dalam menarik objek jaminan fidusia tersebut, dengan demikian maka Penggugat dapat membuktikan dalil pokok gugatannya;

“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, ternyata Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Semarang Nomor 32/Pdt.Sus-Gugatan Lain-lain/2023/PN Niaga.Smg juncto Nomor 31/Pdt-Sus-Pailt/2018/PN Niaga.Smg, tanggal 21 Desember 2023 dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, sehingga permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi MEGA CENTRAL FINANCE tersebut harus ditolak;

MENGADILI :

- Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi MEGA CENTRAL FINANCE tersebut;”

© Hak Cipta HERY SHIETRA.

Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.