“Dikembalikan” artinya Dipulihkan seperti Keadaan Semula yang Persis Sebelum Terjadinya Penyitaan terhadap Barang Bukti
Question: Barang bukti yang dulu diminta oleh penyidik kepolisian untuk dijadikan barang bukti di persidangan terdakwa, nantinya setelah persidangan selesai, pasti akan dikembalikan kepada kita yang meminjamkannya kepada penyidik polisi, atau adakah resiko yang penting untuk kami ketahui agar tidak menjadi blunder bagi kepentingan kami sendiri di kemudian hari?
Brief Answer: Prakteknya tidak seragam antar hakim dan antar putusan,
bahkan tidak jarang menciptakan blunder berupa sengketa baru dimana antar para
pihak yang saling lapor-melapor kemudian saling mengklaim sebagai “pihak yang
berhak” atas barang bukti sitaan. Pernah terjadi, Majelis Hakim dalam amar
putusannya menyatakan agar status barang bukti: “dikembalikan kepada yang
berhak atau darimana barang bukti tersebut disita”, sekalipun bisa jadi
antara pihak yang berhak dan pihak yang semula disita, adalah dua subjek hukum
yang berbeda dan saling bertikai antara pihak korban pelapor dan pihak
terlapor.
Begitupula secara rancu, amar putusan secara liar
atau “ugal-ugalan” seketika menyatakan barang bukti “dikembalikan kepada
nama orang yang namanya tercantum dalam sertifikat tanah yang disita”,
sekalipun tidak jarang sertifikat tanah sedang dalam posisi sedang diagunkan
atau dijadikan jaminan kepada pihak kreditornya. Idealnya, amar putusan Majelis
Hakim dalam perkara pidana terkait status barang bukti sitaan, “dikunci” dengan
hanya dapat membuat amar “dikembalikan kepada pihak darimana barang bukti
tersebut disita”, sehingga tidak multitafsir dan lebih mengandung kepastian
hukum dalam artian tidak menyulut lahirnya sengketa baru, dimana juga pihak Jaksa
Penuntut Umum (JPU) selaku eksekutor putusan tidak perlu memusingkan ada atau
tidaknya “sengketa saling klaim kepemilikan” antara dua pihak atau lebih,
karena barang bukti sitaan dikembalikan kepada pihak dimana barang bukti
tersebut semula disita darinya.
Sebagaimana namanya, “dikembalikan”, maknanya ialah ditempatkan
atau dipulihkan keadaannya kepada kedudukan semula seperti sebelum terjadinya
penyitaan oleh penyidik. Selebihnya, adalah urusan keperdataan antara pihak-pihak
yang saling mengklaim sebagai pemilik yang sah atau yang paling berhak, setelah
barang bukti “dikembalikan kepada siapa barang bukti semula disita darinya”. Perihal
siapakah “yang paling berhak”, itu bukanlah domain hakim dalam persidangan
pidana juga tidak perlu memusingkan pihak Kejaksaan selaku eksekutor putusan
pidana, sehingga biarkanlah hakim dalam persidangan perdata yang menentukan
bilamana terdapat saling klaim antar pihak-pihak yang saling bersengketa antara
pihak pelapor dan terlapor.
PEMBAHASAN:
Ambil contoh sederhana, dimana pihak
Pelapor mengadu / melapor bahwa pihak Terlapor telah menggelapkan sertifikat
tanah miliknya. Memang, nama yang tercantum dalam sertifikat tanah (data
yuridis) ialah pihak Pelapor. Namun telah ternyata, terungkap di persidangan,
sertifikat tanah tersebut merupakan agunan jaminan pelunasan hutang-piutang
antara pihak Pelapor dan Terlapor, dimana pihak Terlapor menolak mengembalikan
agunan sebelum hutang pihak Pelapor dibayarkan serta dilunasi. Pertanyaannya,
bila sertifikat tanah tersebut berstatus sebagai barang bukti sitaan dalam
persidangan perkara pidana yang menjadikan pihak Terlapor sebagai Terdakwa,
lalu hakim menilai tidak ada “kesalahan pidana” pada pihak Terdakwa, maka
barang bukti sitaan ini, “dikembalikan” atau diserahkan kepada siapa oleh pihak
Kejaksaan selaku eksekutor putusan?
Untuk memudahkan pemahaman,
dapat SHIETRA & PARTNERS ilustrasikan cerminan
konkretnya sebagaimana putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan perkara pidana register Nomor 1377/Pid/B/2013/PN.JKT.SEL. tanggal 30 JANUARI 2014, dimana Majelis Hakim membuat amar
putusan sebagai berikut:
“M
E N G A D I L I :
1. Menyatakan Terdakwa EKA WIDIASMARA,SH.M.Kn
tersebut, terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya akan tetapi
perbuatan tersebut bukan merupakan suatu tindak pidana;
2. Melepaskan Terdakwa tersebut oleh karena itu dari
segala tuntutan hukum (ontslag van alle rechtsvervolging);
3. Memulihkan hak Terdakwa dalam kemampuan,
kedudukan dan harkat serta martabatnya;
4. Memerintahkan barang bukti berupa:
- 1 (satu) photo copy surat somasi,
- Photo copy Akta jual beli Nomor 429/2012,
- Akta Jual Beli No.2/2010,
- Salinan Akta Akta Pengikatan jual beli No.3
tanggal 23 April 2012,
- 1 (satu) lembar photo copy kwitansi,
- 1 (satu) lembar surat permohonan pemblokiran,
- 1 (satu) tanda terima dokumen No.3235/2013
tertanggal 29 Januari (asli),
- 1 (satu) lembar tanda terima dokumen Nomor
7154/2013 (asli),
- 1 (satu) bundel dokumen,
- 1 (satu) akta jual beli Nomor 429/2012,
- 1 (satu) lembar bilyet giro Bank BCA,
1 (satu)
bundel Dokumen foto copy KTP, KK dan setoran pajak,
Dikembalikan kepada yang berhak atau darimana barang bukti tersebut disita;
- 1 (satu) sertifikat asli atas nama ADE ERNAWATI
SUKARNA,
Dikembalikan kepada Saksi ADE ERNAWATI SUKARNA.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan
hidup JUJUR dengan menghargai Jirih
Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.