JENIUS KONSULTAN, TRAINER, ANALIS, PENULIS ILMU PENGETAHUAN ILMIAH HUKUM RESMI oleh HERY SHIETRA

Konsultasi Hukum Pidana, Perdata, Bisnis, dan Korporasi. Prediktif, Efektif, serta Aplikatif. Syarat dan Ketentuan Layanan Berlaku

Sekalipun Ada Gugatan Harta Gono Gini, Kreditor Pemegang Agunan Tetap Dilindungi Hukum

Hak Tanggungan Mengikat Objek Agunan, Terlepas dari Siapapun Subjek Pemilik Agunan

Question: Bila saat masih menikah, ada aset tanah pasangan suami-istri ini yang dijadikan agunan pelunasan hutang dan diikat Hak Tanggungan. Jika kemudian mereka bercerai, lalu terjadi gugatan harta gono-gini, apakah itu bisa mengancam kepentingan kreditor pemegang agunan, semisal mereka memakai alibi bahwa agunan adalah harta bawaan yang bukan harta bersama ataupun sebaliknya?

Brief Answer: Bercerainya debitor berupa pasangan suami-istri, maupun apakah status agunan / jaminan pelunasan hutang adalah “harta bersama” ataukah “harta bawaan”, tidaklah relevan untuk objek agunan yang telah diikat sempurna dengan Hak Tanggungan, sepanjang pada saat pengikatan Hak Tanggungan pihak yang memberikan persetujuan pengikatan Hak Tanggungan memang memiliki “kecakapan hukum”. Sehingga, konteksnya bisa menjadi beragam, semisal bila ada “perjanjian pisah harta” atau “harta bawaan”, maka cukup salah satu pasangan suami-istri yang menyepakati dan memberikan agunan. Akan tetapi ketika agunan telah ternyata merupakan “harta bawaan” milik pasangannya, maka status pasangannya ialah sebagai penjamin pemilik jaminan karenanya turut memberikan persetujuannya. Singkatnya, Hak Tanggungan melekat pada objek agunan, sehingga tidak lagi relevan apakah subjek pemilik agunannya kemudian bercerai ataupun semisal dalam konstruksi “over kredit” peralihan dari “debitor semula” kepada “debitor baru”.

PEMBAHASAN:

Untuk memudahkan pemahaman, dapat SHIETRA & PARTNERS cerminkan ilustrasi konkretnya sebagaimana putusan Pengadilan Tinggi Pontianak sengketa harta gono-gini register Nomor 8/PDT/2021/PT.PTK tanggal 2 Februari 2021, perkara antara:

- LINAWATI, sebagai Penggugat; melawan

- PHANG RODES, sebagai Tergugat; dan

- PT. BANK RAKYAT INDONESIA (Persero), Tbk KANTOR CABANG SINGKAWANG, selaku Turut Tergugat.

Penggugat dan Tergugat pada mulanya merupakan suami-istri, dimana “harta bersama” mereka selama perkawinan berlangsung adalah sebuah Sertifikat Hak milik (SHM) yang telah mereka agunkan kepada pihak Turut Tergugat. Pasca terjadinya perceraian antara Penggugat dan Tergugat, harta bersama (gono gini) belum dilakukan pembagian sebagaimana mestinya. Penggugat lalu mendalilkan, oleh karena ada kekwatiran dari Penggugat atas itikad tidak baik Tergugat akan mengalihkan atau memindah-tangankan harta tersebut kepihak lain, maka Penggugat meminta kepada Pengadilan Negeri untuk meletakkan sita jaminan (marital beslaag) atas Harta Bersama tersebut.

Adapun tanggapan dari pihak Turut Tergugat, dalam gugatan harta Bersama (gono gini) yang disengketakan pembagiannya oleh Penggugat terdapat SHM atas nama Phang Rodes (Tergugat) yang merupakan jaminan / agunan di BRI Cabang Singkawang, SHM jaminan / agunan mana telah diikat Hak Tanggungan dengan Pemegang Hak Tanggungan adalah BRI Cabang Singkawang. Pengikatan Hak Tanggungan tersebut telah sesuai dengan ketentuan dan aturan terkait penandatangan sampai dengan terbitnya Sertifikat Hak Tanggungan.

Mengingat agunan telah diikat dengan Hak Tanggungan, maka BRI sebagai pemegang Hak Tanggungan telah memiliki Hak Preferensi (diutamakan) dan dilindungi haknya oleh Undang-Undang Hak Tanggungan No. 4 Tahun 1996 (UU HT) yang pada Pasal 6 mengatur : “Apabila debitor cidera janji, pemegang Hak Tanggungan Pertama mempunyai hak untuk menjual obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut.”

Pasal 7 UU Hak Tanggungan telah mengatur pula : “Hak Tanggungan tetap mengikuti objeknya dalam tangan siapa pun obyek tersebut berada.” Terhadap proses pengikatan Hak Tanggungan yang telah dilakukan sesuai prosedur serta memerhatikan ketentuan tentang “harta bersama” dalam Undang-Undang Perkawinan oleh karenanya Pemegang Hak Tanggungan harus dilindungi hak-haknya terhadap pelunasan dari kewajiban kredit Penggugat dan Tergugat (terlebih dahulu) terhadap adanya tuntutan pembagian harta bersama yang timbul kemudian setelah pemberian Hak Tanggungan.

Perceraian debitor, tidak menghapus Hak Tanggungan. Dengan demikian apa yang menjadi pokok tuntutan Penggugat, yakni memohonkan atas objek agunan SHM agar disita, adalah tidak berdasar, mengingat Hak Tanggungan tidak hapus karena Perceraian dan atau karena gugatan Gono Gini (Harta Bersama), melainkan hanya dengan pelunasan hutang Debitur, yaitu Penggugat dan Tergugat kepada Turut Tergugat. Pemenuhan kewajiban atas fasilitas kredit Tergugat dan Penggugat di BRI harus dipenuhi. Karena apabila tidak dipenuhi, maka Pemegang Tanggungan yakni BRI Kanca Singkawang, dapat melakukan lelang eksekusi terhadap agunan untuk pelunasan hutangnya.

Berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung RI Nomor 7 Tahun 2012 tentang Rumusah Hukum Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan, bagian Hasil Rapat Kamar Perdata, Sub Kamar Perdata Umum, romawi VII huruf c menyatakan: “Bagi pemegang hak tanggungan tidak perlu mengajukan derden verzet / perlawanan karena objek Hak Tanggungan tidak dapat diletakkan Sita Eksekusi / Jaminan kecuali Sita Persamaan, karena itu tidak mungkin dilakukan lelang eksekusi.”

Kemudian Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor : 7 tahun 2012 Jo. SEMA Nomor 5 tahun 2014 telah secara tegas mengatur : “Pemegang Hak Tanggungan yang bertikad baik harus dilindungi sekalipun kemudian diketahui bahwa pemberi Hak Tanggungan adalah orang yang tidak berhak.

Dengan demikian Turut Tergugat sebagai pemegang hak tanggungan yang sah merupakan pihak yang harus dilindungi haknya. Selain itu atas agunan yang telah diserahkan kepada Turut Tergugat dan telah dilakukan pengikatan secara Hak Tanggungan, menjadi tertutup kemungkinan untuk dilakukan Sita Jaminan. Maka permintaan Sita Jaminan dari Penggugat terhadap objek perkara (agunan kredit) yang telah dibebani Hak Tanggungan, tidak dapat dikabulkan.

Terhadap gugatan Penggugat demikian, Pengadilan Negeri Sambas kemudian menjatuhkan putusan Nomor 8/Pdt.G/2020/PN.Sbs tanggal 11 November 2020, dengan amar sebagai berikut:

“MENGADILI:

DALAM POKOK PERKARA

- Menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima (niet ontvankelijke verklaard);”

Pihak Penggugat mengajukan upaya hukum Banding, dimana terhadapnya Pengadilan Tinggi membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:

“Menimbang bahwa oleh karena didalam keberatan Pembanding semula Penggugat didalam memori bandingnya tidak ada hal yang dapat melemahkan atau membatalkan putusan Pengadilan tingkat pertama tersebut karena semuanya telah dipertimbangkan dengan tepat dan benar oleh Majelis Hakim tingkat pertama dan oleh karenanya memori banding tersebut tidak dipertimbangkan lagi oleh Majelis Hakim Tingkat Banding;

“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, maka putusan Pengadilan Negeri Sambas Nomor 8/Pdt.G/2020/PN Sbs, tanggal 11 November 2020, beralasan hukum untuk dikuatkan;

M E N G A D I L I :

- Menerima permohonan banding dari Pembanding semula Penggugat;

- Menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Sambas Nomor 8/Pdt.G /2020/PN.Sbs tanggal 11 November 2020, yang dimintakan banding tersebut;”

© Hak Cipta HERY SHIETRA.

Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.