Hak Tanggungan Mengikat Objek Agunan, Terlepas dari Siapapun Subjek Pemilik Agunan
Question: Bila saat masih menikah, ada aset tanah pasangan suami-istri ini yang dijadikan agunan pelunasan hutang dan diikat Hak Tanggungan. Jika kemudian mereka bercerai, lalu terjadi gugatan harta gono-gini, apakah itu bisa mengancam kepentingan kreditor pemegang agunan, semisal mereka memakai alibi bahwa agunan adalah harta bawaan yang bukan harta bersama ataupun sebaliknya?
Brief Answer: Bercerainya debitor berupa pasangan suami-istri,
maupun apakah status agunan / jaminan pelunasan hutang adalah “harta bersama”
ataukah “harta bawaan”, tidaklah relevan untuk objek agunan yang telah diikat
sempurna dengan Hak Tanggungan, sepanjang pada saat pengikatan Hak Tanggungan pihak
yang memberikan persetujuan pengikatan Hak Tanggungan memang memiliki “kecakapan
hukum”. Sehingga, konteksnya bisa menjadi beragam, semisal bila ada “perjanjian
pisah harta” atau “harta bawaan”, maka cukup salah satu pasangan suami-istri
yang menyepakati dan memberikan agunan. Akan tetapi ketika agunan telah ternyata
merupakan “harta bawaan” milik pasangannya, maka status pasangannya ialah sebagai
penjamin pemilik jaminan karenanya turut memberikan persetujuannya. Singkatnya,
Hak Tanggungan melekat pada objek agunan, sehingga tidak lagi relevan apakah
subjek pemilik agunannya kemudian bercerai ataupun semisal dalam konstruksi “over
kredit” peralihan dari “debitor semula” kepada “debitor baru”.
PEMBAHASAN:
Untuk memudahkan pemahaman,
dapat SHIETRA & PARTNERS cerminkan ilustrasi konkretnya
sebagaimana putusan Pengadilan Tinggi Pontianak sengketa harta gono-gini register
Nomor 8/PDT/2021/PT.PTK tanggal 2 Februari 2021, perkara antara:
- LINAWATI, sebagai Penggugat; melawan
- PHANG RODES, sebagai Tergugat; dan
- PT. BANK RAKYAT INDONESIA
(Persero), Tbk KANTOR CABANG SINGKAWANG, selaku Turut Tergugat.
Penggugat dan Tergugat pada
mulanya merupakan suami-istri, dimana “harta bersama” mereka selama perkawinan
berlangsung adalah sebuah Sertifikat Hak milik (SHM) yang telah mereka agunkan
kepada pihak Turut Tergugat. Pasca terjadinya perceraian antara Penggugat dan
Tergugat, harta bersama (gono gini) belum dilakukan pembagian sebagaimana
mestinya. Penggugat lalu mendalilkan, oleh karena ada kekwatiran dari Penggugat
atas itikad tidak baik Tergugat akan mengalihkan atau memindah-tangankan harta
tersebut kepihak lain, maka Penggugat meminta kepada Pengadilan Negeri untuk
meletakkan sita jaminan (marital beslaag) atas Harta Bersama tersebut.
Adapun tanggapan dari pihak Turut
Tergugat, dalam gugatan harta Bersama (gono gini) yang disengketakan
pembagiannya oleh Penggugat terdapat SHM atas nama Phang Rodes (Tergugat) yang
merupakan jaminan / agunan di BRI Cabang Singkawang, SHM jaminan / agunan mana telah
diikat Hak Tanggungan dengan Pemegang Hak Tanggungan adalah BRI Cabang
Singkawang. Pengikatan Hak Tanggungan tersebut telah sesuai dengan ketentuan
dan aturan terkait penandatangan sampai dengan terbitnya Sertifikat Hak
Tanggungan.
Mengingat agunan telah diikat
dengan Hak Tanggungan, maka BRI sebagai pemegang Hak Tanggungan telah memiliki Hak
Preferensi (diutamakan) dan dilindungi haknya oleh Undang-Undang Hak Tanggungan
No. 4 Tahun 1996 (UU HT) yang pada Pasal 6 mengatur : “Apabila debitor
cidera janji, pemegang Hak Tanggungan Pertama mempunyai hak untuk menjual obyek
Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan
piutangnya dari hasil penjualan tersebut.”
Pasal 7 UU Hak Tanggungan telah
mengatur pula : “Hak Tanggungan tetap mengikuti objeknya dalam tangan
siapa pun obyek tersebut berada.” Terhadap proses pengikatan Hak Tanggungan yang
telah dilakukan sesuai prosedur serta memerhatikan ketentuan tentang “harta
bersama” dalam Undang-Undang Perkawinan oleh karenanya Pemegang Hak Tanggungan harus
dilindungi hak-haknya terhadap pelunasan dari kewajiban kredit Penggugat dan
Tergugat (terlebih dahulu) terhadap adanya tuntutan pembagian harta bersama
yang timbul kemudian setelah pemberian Hak Tanggungan.
Perceraian debitor, tidak
menghapus Hak Tanggungan. Dengan demikian apa yang menjadi pokok tuntutan Penggugat,
yakni memohonkan atas objek agunan SHM agar disita, adalah tidak berdasar,
mengingat Hak Tanggungan tidak hapus karena Perceraian dan atau karena gugatan
Gono Gini (Harta Bersama), melainkan hanya dengan pelunasan hutang Debitur,
yaitu Penggugat dan Tergugat kepada Turut Tergugat. Pemenuhan kewajiban atas
fasilitas kredit Tergugat dan Penggugat di BRI harus dipenuhi. Karena apabila
tidak dipenuhi, maka Pemegang Tanggungan yakni BRI Kanca Singkawang, dapat
melakukan lelang eksekusi terhadap agunan untuk pelunasan hutangnya.
Berdasarkan Surat Edaran
Mahkamah Agung RI Nomor 7 Tahun 2012 tentang Rumusah Hukum Hasil Rapat Pleno Kamar
Mahkamah Agung Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan, bagian Hasil
Rapat Kamar Perdata, Sub Kamar Perdata Umum, romawi VII huruf c menyatakan: “Bagi
pemegang hak tanggungan tidak perlu mengajukan derden verzet / perlawanan
karena objek Hak Tanggungan tidak dapat diletakkan Sita Eksekusi / Jaminan
kecuali Sita Persamaan, karena itu tidak mungkin dilakukan lelang eksekusi.”
Kemudian Surat Edaran Mahkamah
Agung Nomor : 7 tahun 2012 Jo. SEMA Nomor 5 tahun 2014 telah secara tegas mengatur
: “Pemegang Hak Tanggungan yang bertikad baik harus dilindungi sekalipun
kemudian diketahui bahwa pemberi Hak Tanggungan adalah orang yang tidak berhak.”
Dengan demikian Turut Tergugat
sebagai pemegang hak tanggungan yang sah merupakan pihak yang harus dilindungi haknya.
Selain itu atas agunan yang telah diserahkan kepada Turut Tergugat dan telah
dilakukan pengikatan secara Hak Tanggungan, menjadi tertutup kemungkinan untuk
dilakukan Sita Jaminan. Maka permintaan Sita Jaminan dari Penggugat terhadap
objek perkara (agunan kredit) yang telah dibebani Hak Tanggungan, tidak dapat
dikabulkan.
Terhadap gugatan Penggugat
demikian, Pengadilan Negeri Sambas kemudian menjatuhkan putusan Nomor
8/Pdt.G/2020/PN.Sbs tanggal 11 November 2020, dengan amar sebagai berikut:
“MENGADILI:
DALAM POKOK PERKARA
- Menyatakan gugatan Penggugat tidak
dapat diterima (niet ontvankelijke verklaard);”
Pihak Penggugat mengajukan
upaya hukum Banding, dimana terhadapnya Pengadilan Tinggi membuat pertimbangan
serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang
bahwa oleh karena didalam keberatan Pembanding semula Penggugat didalam memori
bandingnya tidak ada hal yang dapat melemahkan atau membatalkan putusan
Pengadilan tingkat pertama tersebut karena semuanya telah dipertimbangkan
dengan tepat dan benar oleh Majelis Hakim tingkat pertama dan oleh karenanya
memori banding tersebut tidak dipertimbangkan lagi oleh Majelis Hakim Tingkat
Banding;
“Menimbang,
bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, maka putusan Pengadilan Negeri
Sambas Nomor 8/Pdt.G/2020/PN Sbs, tanggal 11 November 2020, beralasan hukum
untuk dikuatkan;
“M
E N G A D I L I :
- Menerima permohonan banding dari Pembanding semula
Penggugat;
- Menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Sambas Nomor
8/Pdt.G /2020/PN.Sbs tanggal 11 November 2020, yang dimintakan banding
tersebut;”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan
hidup JUJUR dengan menghargai Jirih
Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.