JENIUS KONSULTAN, TRAINER, ANALIS, PENULIS ILMU PENGETAHUAN ILMIAH HUKUM RESMI oleh HERY SHIETRA

Konsultasi Hukum Pidana, Perdata, Bisnis, dan Korporasi. Prediktif, Efektif, serta Aplikatif. Syarat dan Ketentuan Layanan Berlaku

Tersangka dapat Mengajukan Permohonan menjadi JUSTICE COLLABORATOR kepada Penyidik Kepolisian

Tersangka dapat Mengajukan Permohonan menjadi JUSTICE COLLABORATOR kepada Penyidik, Kejaksaan, maupun LPSK

Question: Apakah untuk bisa jadi justice collaborator, hanya bila sudah ditetapkan sebagai terdakwa di persidangan?

Brief Answer: Pada prinsipnya, untuk menjadi “justice collaborator” dapat dimohonkan dalam setiap tahap proses penegakan hukum, baik dalam proses penyidikan sebagai seorang tersangka maupun saat didakwa dan penuntutan sebagai seorang terdakwa, dimana idealnya sudah dimohonkan sedini mungkin sejak masih berstatus sebagai seorang tersangka. Ketika masih berstatus sebagai tersangka, permohonan agar dapat dijadikan “justice collaborator” dapat dimohonkan kepada pihak Penyidik yang menyidik, dan ketika sudah masuk tahap persidangan sebagai terdakwa maka dapat dimohonkan kepada pihak Jaksa Penuntut Umum—mengingat saat kini sudah terdapat “hukum positif” yang menjadi norma hukum yang mengatur prosedur dan kebolehan / peluang demikian. Akan tetapi, sifatnya ialah permohonan yang dapat dikabulkan namun juga dapat ditolak, lengkap dengan kriteria substansi dan persyaratan administrasinya untuk dipenuhi oleh pihak pemohon, yang bila dikabulkan maka akan mendapatkan “insentif” yang cukup layak bagi sang “justice collaborator”.

PEMBAHASAN:

PERATURAN PEMERINTAH

NOMOR 24 TAHUN 2025

TENTANG

PENANGANAN SECARA KHUSUS DAN

PEMBERIAN PENGHARGAAN BAGI SAKSI PELAKU

Menimbang :

a. Bahwa untuk memberikan kepastian hukum dan keadilan terhadap saksi pelaku dalam proses penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan, serta menjamin hak saksi pelaku yang telah berstatus sebagai narapidana, perlu mengatur mengenai penghargaan bagi saksi pelaku;

b. bahwa pengaturan mengenai mekanisme secara khusus dan pemberian penghargaan bagi saksi pelaku belum diatur secara komprehensif dalam berbagai ketentuan peraturan perundang-undangan;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 10A Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban swbagaimana telah dengan Undang-Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Saksi dan Korban, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Penanganan Secara Khusus dan Pemberian Penghargaan Bagi Saksi Pelaku;

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:

1. Saksi Pelaku adalah tersangka, terdakwa, atau terpidana yang bekerja sama dengan penegak hukum untuk mengungkap suatu tindak pidana dalam kasus yang sama.

2. Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban yang selanjutnya disingkat LPSK adalah lembaga yang bertugas dan berwenang untuk memberikan perlindungan dan hak-hak lain kepada saksi dan/atau korban sebagaimana diatur dalam Undang-Undang mengenai perlindungan saksi dan korban.

3. Hari adalah hari kerja.

Pasal 2

Saksi Pelaku dapat diberikan penanganan secara khusus dalam proses pemeriksaan dan penghargaan atas kesaksian yang diberikan.

Pasal 3

Penanganan secara khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 diberikan dalam bentuk:

a. pemisahan tempat penahanan atau tempat menjalani pidana antara Saksi Pelaku dengan tersangka, terdakwa, dan/atau narapidana yang diungkap tindak pidananya;

b. pemisahan pemberkasan antara berkas Saksi Pelaku dengan berkas tersangka dan terdakwa dalam proses penyidikan dan penuntutan atas tindak pidana yang diungkapkannya; dan/ atau

c. memberikan kesaksian di depan persidangan tanpa berhadapan langsung dengan terdakwa yang diungkap tindak pidananya.

Pasal 4

Penghargaan atas kesaksian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 diberikan dalam bentuk:

a. keringanan penjatuhan pidana; atau

b. pembebasan bersyarat, remisi tambahan, dan hak narapidana lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan bagi Saksi Pelaku yang berstatus narapidana.

BAB II

TATA CARA PENANGANAN SECARA KHUSUS TERSANGKA DAN TERDAKWA SERTA PEMBERIAN PENGHARGAAN BAGI TERDAKWA

Bagian Kesatu

Tata Cara Penanganan Secara Khusus Bagi Tersangka dan Terdakwa

Pasal 5

Untuk mendapatkan penanganan secara khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, tersangka, terdakwa, atau kuasa hukumnya dapat mengajukan permohonan kepada:

a. penyidik yang sedang memeriksa perkaranya;

b. penuntut umum yang sedang memeriksa perkaranya; atau

c. pimpinan LPSK.

Pasal 6

(1) Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia.

(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara elektronik atau nonelektronik.

Pasal 7

(1) Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 harus memenuhi persyaratan substantif dan administratif.

(2) Persyaratan substantif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:

a. sifat pentingnya keterangan yang diberikan oleh tersangka atau terdakwa dalam mengungkap suatu tindak pidana; dan

b. bukan sebagai pelaku utama dalam tindak pidana yang diungkapkannya.

(3) Dalam hal terdapat aset yang diperoleh dari tindak pidana yang dilakukan, selain harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tersangka atau terdakwa juga harus bersedia mengembalikan aset yang diperoleh dari tindak pidana yang dilakukan.

(4) Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:

a. identitas tersangka atau terdakwa;

b. surat pernyataan bukan pelaku utama;

c. surat pernyataan mengakui perbuatannya;

d. surat pernyataan bersedia bekerja sama dengan penyidik atau penuntut umum;

e. surat pernyataan bersedia mengungkap tindak pidana yang dilakukan dalam setiap tahap pemeriksaan; dan

f. surat pernyataan tidak melarikan diri.

(5) Dalam hal permohonan diajukan kepada pimpinan LPSK, selain melampirkan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), tersangka, terdakwa, atau kuasa hukumnya juga harus melampirkan salinan berita acara pemeriksaan atau berita acara persidangan.

(6) Dalam hal terdapat aset yang diperoleh dari tindak pidana yang dilakukan, selain melampirkan persyaratan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (4), tersangka, terdakwa, atau kuasa hukumnya juga harus melampirkan surat pernyataan kesediaan mengembalikan aset yang diperoleh dari tindak pidana.

Pasal 8

Terhadap permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, penyidik, penuntut umum, atau pimpinan LPSK melakukan pemeriksaan administratif dan substantif.

Pasal 9

Pemeriksaan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dilakukan dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) Hari terhitung sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap oleh penyidik, penuntut umum, atau pimpinan LPSK.

Pasal 10

(1) Dalam hal berkas permohonan dinyatakan tidak lengkap berdasarkan hasil pemeriksaan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, penyidik, penuntut umum, atau pimpinan LPSK memberitahukan secara elektronik atau nonelektronik kepada tersangka, terdakwa, atau kuasa hukumnya untuk melengkapi persyaratan administratif.

(2) Tersangka, terdakwa, atau kuasa hukumnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus melengkapi persyaratan administratif dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) Hari terhitung sejak tanggal pemberitahuan disampaikan.

(3) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tersangka, terdakwa, atau kuasa hukumnya tidak melengkapi persyaratan administratif, permohonan dinyatakan ditolak.

(4) Terhadap permohonan yarrg dinyatakan ditolak sebagaimana dimaksud pada ayat (3), tersangka, terdakwa, atau kuasa hukumnya dapat mengajukan permohonan kembali sebelum tersangka atau terdakwa diperiksa sebagai saksi dalam persidangan.

Pasal 11

(1) Dalam hal berkas permohonan dinyatakan lengkap berdasarkan hasil pemeriksaan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, penyidik, penuntut umum, atau pimpinan LPSK melakukan pemeriksaan substantif.

(2) Dalam melakukan pemeriksaan substantif terhadap permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyidik, penuntut umum, dan pimpinan LPSK melakukan koordinasi sesuai dengan kewenangan masing-masing.

(3) Penyidik, penuntut umum, dan pimpinan LPSK dalam melakukan pemeriksaan substantif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berkoordinasi dengan kementerian / lembaga terkait.

Pasal 12

(1) Pemeriksaan substantif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dilakukan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) Hari terhitung sejak tanggal permohohan diterima.

(2) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pemeriksaan substantif belum selesai dilakukan, penyidik, penuntut umum, atau pimpinan LPSK dapat melakukan perpanjangan waktu pemeriksaan substantif untuk jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) Hari.

Pasal 13

Dalam hal permohonan dinyatakan diterima berdasarkan hasil pemeriksaan substantif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11:

a. pada tahap penyidikan, Saksi Pelaku berhak mendapatkan penanganan secara khusus berupa:

1. pemisahan tempat penahanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a; dan

2. pemisahan pemberkasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b;

b. pada tahap penuntutan, Saksi Pelaku berhak mendapatkan penanganan secara khusus berupa:

1. pemisahan tempat penahanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a;

2. pemisahan pemberkasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b; dan

3. memberikan kesaksian di depan persidangan tanpa langsung dengan terdakwa yang diungkap tindak pidananya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c; atau

c. pada tahap pemeriksaan di sidang pengadilan, Saksi Pelaku berhak mendapatkan penanganan secara khusus berupa:

1. pemisahan tempat penahanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a; dan

2. memberikan kesaksian di depan persidangan tanpa berhadapan langsung dengan terdakwa yang diungkap tindak pidananya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c.

Pasal 14

(1) Dalam hal permohonan dinyatakan tidak diterima berdasarkan hasil pemeriksaan substantif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, penyidik, penuntut umum, atau pimpinan LPSK memberitahukan kepada tersangka, terdakrra, atau kuasa hukumnya dengan disertai alasan.

(2) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada tersangka, terdakwa, atau kuasa hukumnya dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) Hari terhitung sejak tanggal pemeriksaan substantif selesai dilaksanakan.

Pasal 15

(1) Selain berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, penanganan secara khusus dapat diberikan berdasarkan penilaian penyidik, penuntut umum, atau majelis hakim yang sedang memeriksa perkaranya.

(2) Dalam hal penanganan secara khusus diberikan berdasarkan penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyidik atau penuntut umum memberitahukan kepada pimpinan LPSK.

Pasal 16

Penanganan secara khusus berupa pemisahan tempat menjalani pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a diberikan setelah adanya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap yang menyatakan sebagai Saksi Pelaku.

Bagian Kedua

Tata Cara Pemberian Penghargaan Bagi Terdakwa

Pasal 17

(1) Pimpinan LPSK berkoordinasi dengan penuntut umum dalam menyampaikan rekomendasi penghargaan berupa keringanan penjatuhan pidana.

(2) Rekomendasl sslagaimana dimaksud pada ayat (1) dimuat dalam surat tuntutan penuntut umum kepada Hakim.

(3) Penuntut umum memuat rekomendasi dalam surat tuntutan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berdasarkan kriteria:

a. kualitas keterangan yang disampaikan Saksi Pelaku;

b. konsistensi keterangan yang disampaikan Saksi Pelaku pada setiap tahapan pemeriksaan; dan/atau

c. sikap kooperatif Saksi Pelaku dengan penyidik, penuntut umum, dan LPSK.

(4) Penyampaian rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sebelum tuntutan penuntut umum dibacakan.

BAB III

TATA CARA PENANGANAN SECARA KHUSUS DAN PEMBERIAN PENGHARGAAN BAGI TERPIDANA

Bagian Kesatu

Tata Cara Penanganan Secara Khusus Bagi Terpidana

Pasal 18

Untuk mendapatkan penanganan secara khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a dan huruf c, terpidana atau kuasa hukumnya dapat mengajukan permohonan kepada:

a. penyidik yang sedang memeriksa perkara tersangka untuk kasus yang sama dengan terpidana;

b. penuntut umum yang sedang memeriksa perkara terdakwa untuk kasus yang sama dengan terpidana; atau

c. pimpinan LPSK.

Pasal 19

(1) Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia.

(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara elektronik atau nonelektronik.

Pasal 20

(l) Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 harus memenuhi persyaratan substantif dan administratif.

(2) Persyaratan substantif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:

a. sifat pentingnya keterangan yang diberikan oleh terpidana dalam mengungkap suatu tindak pidana; dan

b. bukan sebagai pelaku utama dalam tindak pidana yang diungkapkannya.

(3) Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:

a. identitas terpidana;

b. surat pernyataan bukan pelaku utama;

c. surat pernyataan bersedia bekerja sama dengan penyidik atau penuntut umum;

d. surat pernyataan bersedia mengungkap tindak pidana pada setiap tahap pemeriksaan; dan

e. surat pernyataan tidak melarikan diri.

(4) Dalam hal permohonan diajukan kepada pimpinan LPSK, selain melampirkan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), terpidana juga harus melampirkan salinan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

Pasal 21

Terhadap permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20, penyidik, penuntut umum, atau pimpinan LPSK melakukan pemeriksaan administratif dan substantif.

Pasal 22

Pemeriksaan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dilakukan dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) Hari terhitung sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap oleh penyidik, penuntut umum, atau pimpinan LPSK.

Pasal 23

(l) Dalam hal berkas permohonan dinyatakan tidak lengkap, berdasarkan hasil pemeriksaan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, penytdik, penuntut' umum, atau pimpinan LPSK memberitahukan secara elektronik atau nonelektronik kepada terpidana atau kuasa hukumnya untuk melengkapi dokumen persyaratan.

(2) Terpidana atau kuasa hukumnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus melengkapi dokumen persyaratan dalam jangka waktu paling lana 7 (tujuh) Hari terhitung sejak tanggal pemberitahuan disampaikan.

(3) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terpidana atau kuasa hukumnya tidak melengkapi dokumen persyaratan permohonan dinyatakan ditolak.

Pasal 24

(1) Dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 berkas permohonan dinyatakan lengkap, penyidik, penuntut umum, atau pimpinan LPSK melakukan pemeriksaan substantif.

(2) Dalam melakukan pemeriksaan substantif terhadap permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyidik, penuntut umum, dan pimpinan LPSK melakukan koordinasi sesuai dengan kewenangan masing-masing,

(3) Penyidik, penuntut umum, dan pimpinan LPSK dalam melakukan pemeriksaan substantif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berkoordinasi dengan kementerian / lembaga terkait.

Pasal 25

(1) Pemeriksaan substantif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 dilakukan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) Hari terhitung sejak tanggal permohonan diterima.

(2) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pemeriksaan substantif belum selesai dilakukan, penuntut umum, atau pimpinan LPSK dapat melakukan perpanjangan waktu pemeriksaan substantif untuk jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) Hari.

Pasal 26

Dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan substantif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 permohonan dinyatakan diterima maka terpidana berhak mendapatkan penanganan secara khusus berupa:

a. pemisahan tempat menjalani pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a; dan

b. pemberian kesaksian di depan persidangan tanpa berhadapan langsung dengan terdakwa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c.

Pasal 27

(1) Dalam hal permohonan dinyatakan tidak diterima berdasarkan hasil pemeriksaan substantif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24, penyidik, penuntut umum, atau pimpinan LPSK memberitahukan kepada terpidana atau kuasa hukumnya disertai dengan alasan.

(2) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada terpidana atau kuasa hukumnya dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) Hari terhitung sejak tanggal pemeriksaan substantif selesai dilaksanakan.

Pasal 28

(1) Selain berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, penanganan secara khusus dapat diberikan berdasarkan penilaian penyidik, penuntut umum, atau majelis hakim yang sedang memeriksa perkara tersangka atau terdakwa untuk kasus yang sama dengan terpidana.

(2) Dalam hal penanganan secara khusus diberikan berdasarkan penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyidik atau penuntut umum memberitahukan kepada pimpinan LPSK.

Bagian Kedua

Tata Cara Pemberian Penghargaan Bagi Terpidana

Pasal 29

(1) Terhadap terpidana yang telah mendapatkan penanganan secara khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 dapat diberikan rekomendasi penghargaan berupa pembebasan bersyarat, remisi tambahan, dan hak narapidana lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan setelah didengarkan kesaksiannya di persidangan.

(2) Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh LPSK setelah berkoordinasi dengan penuntut umum.

(3) Dalam melakukan koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), penuntut umum memperhatikan kriteria:

a. kualitas keterangan yang Saksi Pelaku;

b. konsistensi keterangan yang disampaikan Saksi Pelaku pada setiap tahapan pemeriksaan; dan/ atau

c. sikap kooperatif Saksi Pelaku dengan penyidik, penuntut umum, dan LPSK.

Pasal 30

LPSK menyampaikan rekomendasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 kepada menteri yang menyelenggarakan sub-urusan pemerintahan di bidang imigrasi dan pemasyarakatan yang merupakan lingkup urusan pemerintahan di bidang hukum untuk dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB IV

EVALUASI

Pasal 31

(1) Penyidik, penuntut umum, atau pimpinan LPSK dapat melakukan evaluasi terhadap pemberian penanganan secara khusus kepada Saksi Pelaku.

(2) Penyidik, penuntut umum, dan pimpinan LPSK berkoordinasi dalam melakukan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan kewenangan masing-masing.

(3) Dalam melakukan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) penyidik, penuntut umum, dan pimpinan LPSK dapat berkoordinasi dengan pimpinan kementerian / lembaga terkait.

(4) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan kriteria:

a. kualitas keterangan yang disampaikan Saksi Pelaku;

b. konsistensi keterangan yang disampaikan Saksi Pelaku pada setiap tahapan pemeriksaan; dan/atau

c. sikap kooperatif Saksi Pelaku dengan penyidik, penuntut umum, dan pimpinan LPSK.

(5) Dalam hal berdasarkan hasil evaluasi, Saksi Pelaku tidak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (4), penanganan secara khusus dihentikan.

Pasal 32

Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 disampaikan secara tertulis oleh penyidik, penuntut umum, atau pimpinan LPSK kepada:

a. Saksi Pelaku; dan/atau

b. kuasa hukum Saksi Pelaku.

BAB V

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 33

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggid 8 Mei 2025

PRESIDEN REPUBUK INDONESIA,

Diundangkan di Jakarta

pada tangsal 8 Mei 2025

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2025 NOMOR 90

PENJELASAN

ATAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 24 TAHUN 2025

TENTANG

PENANGANAN SECARA KHUSUS DAN

PEMBERIAN PENGHARGAAN BAGI SAKSI PELAKU

I. UMUM

Saksi Pelaku memiliki peran penting dalam pengungkapan secara menyeluruh suatu tindak pidana. Hak mengenai Saksi Pelaku telah diatur dalam Pasal 10A Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, yang mengatur mengenai syarat pelindungan, penanganan secara khusus, penghargaan dan pelindungan hukum bagi Saksi Pelaku dalam proses peradilan pidana.

Pemenuhan hak bagi Saksi Pelaku berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban belum terlaksana dengan baik, dan belum adanya kesamaan persepsi dalam penanganan secara khusus dan pemberian penghargaan bagi Saksi Pelaku di antara lembaga terkait sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang dilaksanakan penyidik, penuntut umum, maupun LPSK, serta kementerian yang menyelenggarakan sub-urusan pemerintahan di bidang imigrasi dan pemasyarakatan dan yang merupakan lingkup urusan pemerintahan di bidang hukum.

Bertitik tolak dari hal tersebut serta untuk memberikan kepastian hukum dan keadilan terhadap Saksi Pelaku dalam proses peradilan, diperlukan pengaturan lebih lanjut mengenai pelaksanaan Pasal 10A tersebut dalam Peraturan Pemerintah tentang Penanganan Secara Khusus dan Pemberian Penghargaan Bagi Saksi Pelaku.

Dalam Peraturan Pemerintah ini, terdapat pengaturan mengenai:

a. bentuk atas hak penanganan secara khusus yang diberikan kepada Saksi Pelaku;

b. bentuk penghargaan atas kesaksian yang diberikan oleh Saksi Pelaku;

c. tata cara permohonan dari tersangka, terdakwa, maupun terpidana untuk mendapatkan penanganan secara khusus dan penghargaan;

d. mekanisme koordinasi antara penyidik, penuntut umum, dan LPSK;

e. teknis pelaksanaan penanganan secara khusus dan teknis pemberian penghargaan bagi Saksi Pelaku dalam tahapan penyidikan, penuntutan, pemeriksaan di sidang pengadilan, dan/atau pemidanaan; dan

f. mekanisme evaluasi terhadap pelaksanaan penanganan secara khusus sejak tahap penyidikan, penuntutan, pemeriksaan di sidang pengadilan, dan/atau pemidanaan sesuai dengan kriteria yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah ini.

II. PASAL DEMI PASA

Pasal 4

Huruf a

Yang dimaksud dengan “keringanan penjatuhan pidana” mencakup pidana percobaan, pidana pengawasan, pidana kerja sosial, pidana bersyarat khusus, atau penjatuhan pidana yang paling ringan di antara terdakwa lainnya.

Huruf b

Yang dimaksud dengan “remisi tambahan” dalam ketentuan ini adalah tambahan remisi yang diberikan oleh menteri yang menyelenggarakan sub-urusan pemerintahan di bidang imigrasi dan pemasyarakatan yang merupakan lingkup urusan pemerintahan di bidang hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 15

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “berdasarkan penilaian” antara lain, kondisi atau keadaan yang berpotensi membahayakan keselamatan jiwa Saksi Pelaku.

Pasal 18

Yang dimaksud dengan “terpidana” adalah narapidana dan anak binaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pemasyarakatan.

Pasal 28

Ayat (1)

Lihat penjelasan Pasal 15 ayat (1).

Pasal 29

Ayat (l)

Lihat penjelasan Pasal 4 huruf b.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7111

© Hak Cipta HERY SHIETRA.

Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.