Contoh Penerapan Prinsip “Binding Force of Precedent” dalam Putusan Mahkamah Agung RI
Question: Hakim bebas dan independen saat memutus perkara di pengadilan. Namun apakah juga bebas dalam artian tidak perlu patuh dan tidak perlu ikuti preseden-preseden atau yurisprudensi yang sudah ada?
Brief Answer: Hakim yang menutup mata dari dari berbagai
preseden (best practice) yang ada
selama ini, maka putusannya berpotensi besar akan dikoreksi oleh peradilan
tingkat atasnya ketika ada pihak yang mengajukan upaya hukum. Mahkamah Agung RI
dalam putusannya di tingkat kasasi pernah menyebutkan : “tidak adil apabila terjadi disparitas pemidanaan”.
PEMBAHASAN:
Untuk memudahkan pemahaman,
dapat SHIETRA & PARTNERS cerminkan ilustrasi konkretnya sebagaimana putusan
Mahkamah Agung RI perkara pidana korupsi register Nomor 2584 K/Pid.Sus/2016 tanggal
20 Maret 2017, dimana terhadapnya tuntutan Penuntut Umum, Majelis Hakim membuat
pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang bahwa terhadap
alasan-alasan kasasi Pemohon Kasasi I / Jaksa / Penuntut Umum dan Pemohon
Kasasi II / Terdakwa tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
Terhadap Alasan Kasasi
Terdakwa:
“Bahwa alasan kasasi Terdakwa yang
pada pokoknya tidak sependapat dengan Judex Facti maupun Jaksa / Penuntut Umum
dan Terdakwa memohon keadilan agar dibebaskan dari seluruh dakwaan karena
berkeyakinan dirinya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah
melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan Jaksa / Penuntut Umum tidak dapat
dibenarkan, dengan pertimbangan sebagai berikut:
1. Terdakwa selaku Direktur RSUD Kabupaten Lamandau telah melakukan kesalahan
atas perbuatannya dalam kegiatan pengadaan 1 paket alat kesehatan Ruang Rawat
Inap, UGD, OK dan peralatan Medik Tahun Anggaran 2010 dengan alokasi anggaran
sebesar Rp3.290.527.981,00 (tiga miliar dua ratus sembilan puluh juta lima
ratus dua puluh tujuh ribu sembilan ratus delapan puluh satu rupiah);
2. Berawal pada tahun 2010 Ketua Unit Lelang Pengadaan Barang / Jasa (ULPBJ)
Kabupaten Lamandau Saksi Badaging Handen menyusun Harga Perkiraan Sendiri (HPS)
tanpa melibatkan anggota ULPBJ lainnya. Acuan harga yang diperoleh dari 3
distributor, yaitu CV Fitro Talentindo Bekasi, PT Bina Sejahtera Medika
Jakarta, PT Maju Bersama Selaras Jakarta diperoleh secara tidak resmi dan acuan
harga tersebut digunakan dan ditetapkan Terdakwa sebagai HPS. Bahwa jauh
sebelumnya sudah ada HPS yang dibuat dan disusun serta ditandatangani oleh
Direktur RSUD Saksi dr. Aswan Usman (Direktur Lama) dengan harga/nilai HPS yang
lebih rendah daripada yang dibuat dan disusun oleh Ketua ULPBJ dan disetujui / ditandatangani
oleh Terdakwa dengan harga / nilai HPS sebesar Rp3.274.075.338,00 (tiga miliar
dua ratus tujuh puluh empat juta tujuh puluh lima ribu tiga ratus tiga puluh
delapan rupiah)
3. Bahwa dalam pengumuman pemenang dan penetapan pemenang lelang atas
Paket Pengadaan Alat Kesehatan untuk Rawat Inap, UGD, OK dan Peralatan Medik / Paket
BAR 056 ditunjuk sdr. Abdul Rafik selaku Direktur CV Putra Bungsu Mandiri
dengan nilai penawaran sebesar Rp3.246.261.000,00 ternyata ada keberatan
atau sanggahan dari peserta lelang lainnya yang telah gugur sebelumnya diwakili
oleh sdr. Ahmad Fauzan, tetapi ternyata sanggahan ini tidak direspon dan diberi
kesempatan oleh Terdakwa untuk dikaji Iebih dahulu sebagai bahan pertimbangan,
melainkan Terdakwa hanya mempercayai konsep yang disampaikan ULPBJ.
4. Bahwa pada spesifikasi teknispun terjadi kecurangan yang dilakukan Terdakwa
dengan tidak memberikan ruang masuknya barang lain disebabkan karena
spesifikasi teknis yang diberikan kepada peserta lelang tanpa diberikan
”range“, sehingga menjurus kepada barang / alat kesehatan tertentu.
5. Meskipun ada beberapa perusahaan yang ikut lelang tetapi tidak
berhasil memenangkannya, maka sebagai bentuk transaksional Terdakwa kepada sdr.
Ahmad Fauzan dkk, kemudian memenangkan CV Bintang Perdana untuk Proyek
Pekerjaan Ruang Radiologi, Rahabilitasi Medik, dan Laboratorium, sedangkan CV Nazwa
Medika untuk paket pekerjaan Ruang Poli Kebidanan, Penyakit Dalam dan Poli
Anak. Namun dalam kenyataannya pekerjaan yang dilaksanakan oleh sdr. Akhmad
Fauzan tidak ada yang sesuai dengan item barang dan spesifikasi teknis sebagaimana
dalam kontrak kerja. Bahkan masih terdapat banyak item pekerjaan yang tidak
dipenuhi oleh pihak kontraktor / rekanan. Sedangkan rekanan / kontraktor
sudah mendapatkan pembayaran dana proyek sebesar 100 %. Padahal pekerjaannya
belum mencapai 100 %. Seharusnya rekanan hanya mendapatkan prestasi / pembayaran
sesuai hasil pekerjaannya.
6. Bahwa kesalahan Terdakwa adalah membenarkan terjadinya mark up HPS
dan membayarkan dana proyek 100%, padahal pekerjaan rekanan masih banyak yang
tidak dipenuhi / diselesaikan oleh pihak Rekanan / kontraktor.
7. Akibat perbuatan Terdakwa tersebut, berdasarkan hasil pemeriksaan BPKP
Perwakilan Provinsi Kalimantan Tengah terhadap Pelaksanaan Proyek Pengadaan
Alat Kesehatan Ruang Rawat Inap, UGD, OK dan Peralatan Medik RSUD Kabupaten
Lamandau Tahun Anggaran 2010 menimbulkan kerugian keuangan negara sebagaimana
termuat dalam Laporan Hasil Audit Perhitungan Kerugian Keuangan Negara Nomor
SR- 57/PW15/5/2014 tanggal 3 November 2014 sebesar Rp849.725.250,00 (delapan
ratus empat puluh sembilan juta tujuh ratus dua puluh lima ribu dua ratus lima
puluh rupiah).
8. Bahwa namun demikian, mengenai pidana penjara yang dijatuhkan kepada
Terdakwa oleh Judex Facti Pengadilan Tinggi dengan mengurangi pidana penjara
Judex Facti Pengadilan Negeri tidak didasarkan pada pertimbangan yang cukup
berasalan. Judex Facti Pengadilan Tinggi tidak mempertimbangkan besarnya
kerugian keuangan negara sebesar Rp849.725.250,00 (delapan ratus empat puluh sembilan
juta tujuh ratus dua puluh lima ribu dua ratus lima puluh rupiah) yang
diakibatkan oleh perbuatan Terdakwa. Penjatuhan pidana penjara selama 1 tahun 6
bulan oleh Judex Facti Pengadilan Tinggi tidak mempertimbangkan terjadinya
disparitas pemidanaan. Sebab pada umumnya perkara korupsi dengan nilai kerugian
keuangan negara sebesar dalam perkara ini rata-rata dihukum 5 tahun.
9. Bahwa sangat tidak adil apabila terjadi disparitas pemidanaan sebagaimana
dalam perkara ini. Dengan demikian beralasan untuk memperbaiki pidana penjara
Terdakwa sebagaimana yang tertera dalam amar putusan ini.
“M E N G A D I L I :
- Menolak Permohonan Kasasi dari Pemohon Kasasi II / Terdakwa drg. SRI
PURWANTI Anak Dari MARGINO HUSODO, tersebut;
- Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi I / Jaksa / Penuntut Umum
pada Kejaksaan Negeri Lamandau, tersebut;
- Memperbaiki amar Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan
Tinggi Palangkaraya Nomor 8/PID.SUS-TPK/2016/PT.PLK, tanggal 29 September 2016
yang memperbaiki Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan
Tinggi Palangkaraya Nomor 19/Pid.Sus-TPK/2016/PN.Plk, tanggal 01 Agustus 2016
tersebut mengenai lamanya pidana penjara, sehingga berbunyi sebagai berikut:
1. Menyatakan Terdakwa drg. SRI PURWANTI Anak Dari MARGINO HUSODO tidak
terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana
dalam Dakwaan Primair;
2. Membebaskan Terdakwa drg. SRI PURWANTI Anak Dari MARGINO HUSODO dari
Dakwaan Primair tersebut;
3. Menyatakan Terdakwa drg. SRI PURWANTI Anak Dari MARGINO HUSODO
terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana ‘Korupsi
yang dilakukan secara bersama-sama’ sebagaimana dalam Dakwaan Subsidair;
4. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa drg. SRI PURWANTI Anak Dari MARGINO
HUSODO dengan pidana penjara selama 3 (tiga) tahun dan denda sebesar
Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda
tersebut tidak dibayar akan diganti dengan pidana kurungan selama 2 (dua) bulan;
5. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani oleh Terdakwa dikurangkan
dari pidana yang dijatuhkan;
6. Memerintahkan agar Terdakwa tetap berada dalam tahanan;”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan
hidup JUJUR dengan menghargai Jirih
Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.