JENIUS KONSULTAN, TRAINER, ANALIS, PENULIS ILMU PENGETAHUAN ILMIAH HUKUM RESMI oleh HERY SHIETRA

Konsultasi Hukum Pidana, Perdata, Bisnis, dan Korporasi. Prediktif, Efektif, serta Aplikatif. Syarat dan Ketentuan Layanan Berlaku

Jangan Pernah Memberi Pinjaman / Hutang, Banyak Dramanya, bahkan Menjelma Korban Penganiayaan oleh Penunggak

Jika Tidak Ingin Repot Dikemudian Hari, Jangan Menagih Piutang, yang artinya Jangan Memberi Hutang ataupun Pinjaman Uang

Question: Kok aneh ya, yang meminjam uang dari kita justru hidupnya lebih enak daripada kita. Ketika ditagih, ada aja alasannya untuk berkelit. Ketika akhirnya kita tagih lagi atau lebih tegas, yang berhutang justru lebih galak daripada kita. Apakah memang seperti itu, fenomena sosial masyarakat kita dewasa ini dan selama ini?

Brief Answer: Bukan hanya untuk urusan tagih-menagih hutang-piutang, yang bersalah justru lebih galak daripada korban. Lihat saja pelaku pengendara yang melawan arus, selalu saja bersikap lebih galak terhadap pejalan kaki yang telah mereka rampas haknya. Masyarakat di Indonesia, memang dikenal gemar menolong, namun tidak untuk urusan uang. Bila konteksnya ialah uang, bahkan seorang debitor sekalipun akan tega dan beringas menganiaya kreditornya. Bila yang tampil ialah debitor yang tampak lembut, bertutur kata sopan, dan “ahimsa”, hampir dapat dipastikan piutang tidak tertagih. Itulah sebabnya, kalangan jasa “debt collector” secara sosiologi memang harus tampak “menyeramkan” (tubuh dan wajah menyerupai KINGKONG) dan membuat takut kalangan debitor, sehingga lebih cenderung efektif menagih piutang.

PEMBAHASAN:

Untuk memudahkan pemahaman, dapat SHIETRA & PARTNERS cerminkan ilustrasi konkretnya sebagaimana putusan Mahkamah Agung RI perkara pidana register Nomor 695 K/Pid/2014 tanggal 09 September 2014, dimana Terdakwa didakwa karena saat korban melihat Terdakwa lewat dengan menggunakan sepeda motor, korban menghentikan motor Terdakwa, kemudian menanyakan uang yang dipinjam oleh Terdakwa sebesar Rp14.000.000 milik korban, namun Terdakwa Iangsung menangkap tangan korban dan memegangi, kemudian menggenggam kuat dan menekan tangan korban sehingga mengakibatkan pangkal jari jempol kanan korban menjadi lecet sehingga mengeluarkan darah. Korban berusaha untuk melepaskan tangan dengan menarik tangan saksi korban, sebelum kemudian seorang warga melerai Terdakwa dan korban. Terdakwa pun meninggalkan lokasi. Akibat dari perbuatan Terdakwa, saksi korban mengalami luka lecet pada bagian jari jempol tangan kanan dan terhalang melakukan aktifitas sehari-hari sebagai wiraswasta terutama untuk menulis, sesuai dengan “visum et repertum”.

Terhadap tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU), yang kemudian menjadi putusan Pengadilan Negeri Muara Bulian Nomor 98/Pid.B/2013/PN.MBLN tanggal 16 September 2013, dengan amar sebagai berikut:

MENGADILI :

1. Menyatakan Terdakwa EDI DAPES bin BOESKAN telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “PENGANIAYAAN”;

2. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 5 (lima) bulan;

3. Menetapkan pidana tersebut tidak perlu dijalankan kecuali jika dikemudian hari terdapat putusan Hakim lainnya yang menjatuhkan hukuman kepada Terdakwa sebelum masa percobaan selama 10 (sepuluh) bulan berakhir;

4. Memerintahkan Terdakwa dikeluarkan dari tahanan kota;”

Dalam tingkat Banding, yang menjadi putusan Pengadilan Tinggi Jambi Nomor 53/PID/2013/PT.JBI tanggal 20 November 2013, dengan amar sebagai berikut:

MENGADILI :

1. Menerima permintaan banding dari Jaksa / Penuntut Umum tersebut;

2. Menguatkan putusan Pengadilan Negeri Muara Bulian tanggal 16 September 2013 Nomor : 98/Pid.B/2013/PN.M.Bln, yang dimintakan banding tersebut;”

Pihak JPU mengajukan upaya hukum Kasasi, dengan pokok keberatan bahwa Terdakwa merupakan seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS), seharusnya memberi teladan yang baik kepada masyarakat dimana Terdakwa meminjam uang milik korban sejumlah Rp14.000.000 maka wajib mengembalikan tanpa perlu ditagih. Ketika korban meminta uangnya kembali, Terdakwa justru melakukan penganiayaan terhadap korban. Sampai sekarang Terdakwa belum juga membayar uang yang telah dipinjamnya dari korban. Korban memberikan kepercayaan dengan memberikan pinjaman, namun muaranya justru dianiaya ketika korban meminta apa yang menjadi haknya.

Dimana terhadapnya, Mahkamah Agung RI membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:

“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat:

“Bahwa alasan kasasi Jaksa / Penuntut Umum tidak dapat dibenarkan karena Judex Facti tidak salah menerapkan hukum dalam mengadili Terdakwa. Putusan Judex Facti Pengadilan Tinggi Jambi yang menguatkan putusan Pengadilan Negeri Muara Bulian yang menyatakan Terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana penganiayaan dan karena itu dijatuhi pidana penjara selama 5 (lima) bulan dengan masa percobaan 10 (sepuluh) bulan dibuat berdasarkan pertimbangan hukum yang benar. Terdakwa terbukti menganiaya korban yang dilakukan dengan cara menekan tangan korban yang sedang memegang kunci sepeda motor milik Terdakwa sehingga menimbulkan lecet sebagaimana visum et repertum;

Bahwa alasan kasasi Jaksa / Penuntut Umum yang berkenaan dengan penjatuhan berat ringan pidana tidak dapat dibenarkan karena hal itu merupakan wewenang Judex Facti, bukan alasan formal dari objek pemeriksaan kasasi, Judex Facti telah mempertimbangkan hal-hal memberatkan dan hal-hal meringankan secara proporsional dalam pemidanaan Terdakwa;

“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, lagi pula ternyata, putusan Judex Facti dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, maka permohonan kasasi tersebut harus ditolak;

M E N G A D I L I :

- Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi / Jaksa / Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Muara Bulian tersebut;”

© Hak Cipta HERY SHIETRA.

Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.