Jika Tidak Ingin Repot Dikemudian Hari, Jangan Menagih Piutang, yang artinya Jangan Memberi Hutang ataupun Pinjaman Uang
Question: Kok aneh ya, yang meminjam uang dari kita justru hidupnya lebih enak daripada kita. Ketika ditagih, ada aja alasannya untuk berkelit. Ketika akhirnya kita tagih lagi atau lebih tegas, yang berhutang justru lebih galak daripada kita. Apakah memang seperti itu, fenomena sosial masyarakat kita dewasa ini dan selama ini?
Brief Answer: Bukan hanya untuk urusan tagih-menagih
hutang-piutang, yang bersalah justru lebih galak daripada korban. Lihat saja
pelaku pengendara yang melawan arus, selalu saja bersikap lebih galak terhadap pejalan
kaki yang telah mereka rampas haknya. Masyarakat di Indonesia, memang dikenal
gemar menolong, namun tidak untuk urusan uang. Bila konteksnya ialah uang,
bahkan seorang debitor sekalipun akan tega dan beringas menganiaya kreditornya.
Bila yang tampil ialah debitor yang tampak lembut, bertutur kata sopan, dan “ahimsa”,
hampir dapat dipastikan piutang tidak tertagih. Itulah sebabnya, kalangan jasa “debt
collector” secara sosiologi memang harus tampak “menyeramkan” (tubuh dan
wajah menyerupai KINGKONG) dan membuat takut kalangan debitor, sehingga lebih
cenderung efektif menagih piutang.
PEMBAHASAN:
Untuk memudahkan pemahaman,
dapat SHIETRA & PARTNERS cerminkan ilustrasi konkretnya
sebagaimana putusan Mahkamah Agung RI perkara pidana register Nomor 695
K/Pid/2014 tanggal 09 September 2014, dimana Terdakwa didakwa karena saat korban
melihat Terdakwa lewat dengan menggunakan sepeda motor, korban menghentikan
motor Terdakwa, kemudian menanyakan uang yang dipinjam oleh Terdakwa sebesar
Rp14.000.000 milik korban, namun Terdakwa Iangsung menangkap tangan korban dan
memegangi, kemudian menggenggam kuat dan menekan tangan korban sehingga
mengakibatkan pangkal jari jempol kanan korban menjadi lecet sehingga
mengeluarkan darah. Korban berusaha untuk melepaskan tangan dengan menarik
tangan saksi korban, sebelum kemudian seorang warga melerai Terdakwa dan korban.
Terdakwa pun meninggalkan lokasi. Akibat dari perbuatan Terdakwa, saksi korban
mengalami luka lecet pada bagian jari jempol tangan kanan dan terhalang
melakukan aktifitas sehari-hari sebagai wiraswasta terutama untuk menulis,
sesuai dengan “visum et repertum”.
Terhadap tuntutan Jaksa
Penuntut Umum (JPU), yang kemudian menjadi putusan Pengadilan Negeri Muara
Bulian Nomor 98/Pid.B/2013/PN.MBLN tanggal 16 September 2013, dengan amar sebagai
berikut:
“MENGADILI
:
1. Menyatakan Terdakwa EDI
DAPES bin BOESKAN telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan
tindak pidana “PENGANIAYAAN”;
2. Menjatuhkan pidana kepada
Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 5 (lima) bulan;
3. Menetapkan pidana tersebut
tidak perlu dijalankan kecuali jika dikemudian hari terdapat putusan Hakim
lainnya yang menjatuhkan hukuman kepada Terdakwa sebelum masa percobaan selama
10 (sepuluh) bulan berakhir;
4. Memerintahkan Terdakwa
dikeluarkan dari tahanan kota;”
Dalam tingkat Banding, yang
menjadi putusan Pengadilan Tinggi Jambi Nomor 53/PID/2013/PT.JBI tanggal 20
November 2013, dengan amar sebagai berikut:
“MENGADILI
:
1. Menerima permintaan banding
dari Jaksa / Penuntut Umum tersebut;
2. Menguatkan putusan
Pengadilan Negeri Muara Bulian tanggal 16 September 2013 Nomor :
98/Pid.B/2013/PN.M.Bln, yang dimintakan banding tersebut;”
Pihak JPU mengajukan upaya
hukum Kasasi, dengan pokok keberatan bahwa Terdakwa merupakan seorang Pegawai
Negeri Sipil (PNS), seharusnya memberi teladan yang baik kepada masyarakat
dimana Terdakwa meminjam uang milik korban sejumlah Rp14.000.000 maka wajib
mengembalikan tanpa perlu ditagih. Ketika korban meminta uangnya kembali,
Terdakwa justru melakukan penganiayaan terhadap korban. Sampai sekarang
Terdakwa belum juga membayar uang yang telah dipinjamnya dari korban. Korban memberikan
kepercayaan dengan memberikan pinjaman, namun muaranya justru dianiaya ketika
korban meminta apa yang menjadi haknya.
Dimana terhadapnya, Mahkamah
Agung RI membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang,
bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa
alasan kasasi Jaksa / Penuntut Umum tidak dapat dibenarkan karena Judex Facti
tidak salah menerapkan hukum dalam mengadili Terdakwa. Putusan Judex Facti
Pengadilan Tinggi Jambi yang menguatkan putusan Pengadilan Negeri Muara Bulian
yang menyatakan Terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana penganiayaan
dan karena itu dijatuhi pidana penjara selama 5 (lima) bulan dengan masa
percobaan 10 (sepuluh) bulan dibuat berdasarkan pertimbangan hukum yang benar.
Terdakwa terbukti menganiaya korban yang dilakukan dengan cara menekan tangan
korban yang sedang memegang kunci sepeda motor milik Terdakwa sehingga
menimbulkan lecet sebagaimana visum et repertum;
Bahwa
alasan kasasi Jaksa / Penuntut Umum yang berkenaan dengan penjatuhan berat
ringan pidana tidak dapat dibenarkan karena hal itu merupakan wewenang Judex
Facti, bukan alasan formal dari objek pemeriksaan kasasi, Judex Facti telah
mempertimbangkan hal-hal memberatkan dan hal-hal meringankan secara
proporsional dalam pemidanaan Terdakwa;
“Menimbang,
bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, lagi pula ternyata, putusan Judex Facti
dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, maka
permohonan kasasi tersebut harus ditolak;
“M E N G A D I L I :
- Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi / Jaksa
/ Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Muara Bulian tersebut;”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan
hidup JUJUR dengan menghargai Jirih
Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.