JENIUS KONSULTAN, TRAINER, ANALIS, PENULIS ILMU PENGETAHUAN ILMIAH HUKUM RESMI oleh HERY SHIETRA

Konsultasi Hukum Pidana, Perdata, Bisnis, dan Korporasi. Prediktif, Efektif, serta Aplikatif. Syarat dan Ketentuan Layanan Berlaku

Psikologi seorang Pekerja / Pegawai / Karyawan dengan Usia Produktif, yang Terpenting Bukanlah Pesangon Besar, namun Pekerjaan yang Berkesinambungan

PHK sebagai Lonceng Vonis Kematian yang Dini bagi seorang Pegawai / Buruh, Dengan Disertai maupun Tanpa Pesangon

Question: Dahulu kala, ketika persaingan sesama angkatan kerja manusia belum sesengit saat kini, belum lagi persaingan yang tidak setara antara tenaga kerja manusia menghadapi penetrasi tenaga kerja robotik, ancaman dibalik teknologi kecerdasan buatan yang menggantikan banyak fungsi pekerjaan menuju otomatisasi proses produksi, PHK bukanlah akhir dari segalanya. Dewasa ini, kecenderungannya PHK benar-benar menjadi akhir dari segalanya bagi yang terkena PHK. Namun, apabila tawarannya agar mau di-PHK ataupun dikenakan efisiensi usaha, ialah 2 kali ketentuan normal pesangon, apakah para pegawai atau buruh, berpotensi akan tetap menolaknya?

Brief Answer: Tidak selalu pihak pegawai / buruh akan bersedia di-putus hubungan kerja (PHK)-nya oleh pihak pemberi kerja, sekalipun diberikan kompensasi pesangon sebesar dua kali ketentuan pesangon normal pada umumnya, sehingga pihak manajemen seyogianya tidak terlampau percaya diri berlebihan terhadap rencananya untuk melakukan efisiensi usaha dengan PHK secara sepihak yang (sekalipun) disertai tawaran pesangon sebagai kompensasinya. Baik faktor harga-diri pegawai yang di-PHK secara sepihak, tidak bisa menerima kenyataan terkena PHK, merasa terancam atas masa depan yang tidak pasti, ditambah fenomena minimnya lapangan pekerjaan yang tersedia, hingga sempitnya lowongan pekerjaan bagi calon pekerja dengan usia di atas 40 tahun dimana fresh graduate yang lebih condong diutamakan untuk direkrut, membuat PHK—yang sekalipun disertai pesangon sebesar apapun—tampak begitu menyerupai “kiamat” bagi yang bersangkutan yang harus dihindari sebisa mungkin.

PEMBAHASAN:

Untuk memudahkan pemahaman, dapat SHIETRA & PARTNERS ilustrasikan cerminan konkretnya sebagaimana putusan Mahkamah Agung RI sengketa hubungan industrial register Nomor 188 K/Pdt.Sus/2011 tanggal 28 Maret 2011, perkara antara:

- 17 orang karyawan, sebagai Para Pemohon Kasasi dahulu Tergugat; melawan

- PT. INDOSIAR VISUAL MANDIRI, selaku Termohon Kasasi dahulu Penggugat.

Pihak perusahaan melakukan efisiensi usaha, akibatnya belasan karyawan di-putus hubungan kerjanya (PHK) lewat gugatan ini yang diajukan oleh pihak perusahaan, disertai sejumlah pesangon. Terhadap gugatan pihak perusahaan, yang kemudian menjadi putusan Pengadilan Hubungan Industrial Jakarta Pusat No. 114/PHI.G/2010/PN.Jkt.Pst tanggal 5 Oktober 2010, dengan amarnya sebagai berikut:

MENGADILI :

DALAM KONPENSI:

DALAM EKSEPSI

- Menolak Eksepsi Tergugat untuk seluruhnya;

DALAM POKOK PERKARA

1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya;

2. Menyatakan hubungan kerja antara Penggugat dan Para Tergugat putus dan berlaku terhitung sejak tanggal dibacakan putusan atas perkara ini;

3. Menghukum Penggugat sebagai Pengusaha untuk membayar hak-hak Para Tergugat sebagai Pekerja sebagai kompensasi akibat tindakan pemutusan hubungan kerja karena alasan efisiensi dengan perincian sebagai berikut : ...;

DALAM REKONPENSI:

DALAM PROVISI

- Menolak tuntutan provisi Penggugat dalam Rekonpensi;

DALAM POKOK PERKARA

- Menolak gugatan Penggugat dalam Rekonpensi untuk seluruhnya;”

Pihak karyawan / pegawai berkeberatan terkena PHK yang menimpa mereka, sekalipun diberikan pesangon oleh putusan di atas, sehingga mengajukan upaya hukum kasasi, dimana terhadapnya Mahkamah Agung RI membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:

“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat:

“mengenai alasan-alasan Dalam Pokok Perkara: bahwa alasan-alasan ini tidak dapat dibenarkan, karena Judex Facti telah benar menerapkan hukum dengan pertimbangan sebagai berikut:

1. Berdasarkan bukti P-6 yang merupakan Risalah Perundingan antara Pengusaha dengan Para Ketua 2 (dua) Serikat Pekerja / Serikat Buruh di Perusahaan telah tercapai kesepahaman untuk menyetujui tindakan efisiensi, telah sesuai dengan isi ketentuan Pasal 151 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 yang menentukan apabila pemutusan hubungan kerja tidak dapat dihindari, maka maksud pemutusan hubungan kerja wajib dirundingkan dengan Serikat Pekerja / Serikat Buruh;

2. Bahwa pemutusan hubungan kerja yang dijatuhkan Judex Facti juga berdasarkan alasan efisiensi sebagaimana ditentukan Pasal 164 ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, berupa 2 x Uang Pesangon, Uang Penghargaan Masa Kerja dan Uang Penggantian Hak yang jumlahnya telah dihitung dengan benar oleh Judex Facti; lagi pula alasan-alasan kasasi tersebut mengenai penilaian hasil pembuktian yang bersifat penghargaan tentang suatu kenyataan, hal mana tidak dapat dipertimbangkan dalam pemeriksaan pada tingkat kasasi,

“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, lagi pula ternyata bahwa putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, maka permohonan kasasi yang diajukan oleh Para Pemohon Kasasi : PANJI ATMONO, dkk. tersebut harus ditolak;

M E N G A D I L I :

- Menolak permohonan kasasi dari Para Pemohon Kasasi : 1. PANJI ATMONO, 2. NGATEMAN, 3. C.P. YUDY MARTONO, 4. DEDDY S.A. , 5. ARMAN RAMLI, 6. ALAMSYARI, 7. SUDHARMONO, 8. DICKY IRAWAN, 9. ABDUL HALIM, 10. YANRI SYAWAL SILITONGA, 11. RIDWAN SUJANA, 12. PARMIN, 13. AJI RAMADHI, 14. CUCU SUTRISNO, 15. JUNETTA MANULANG, 16. REZA BARUNO WARDHONO MANULANG, 17. BASUKI BERTIAPATI tersebut;”

© Hak Cipta HERY SHIETRA.

Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.