(DROP DOWN MENU)

Tindak Pidana Korporasi, Konsekuensi Ancaman Sanksi Hukuman DENDA bagi Perusahaan yang Menjadi Terdakwa Pelaku Pidana

LEGAL OPINION

Question: Apa maksudnya dengan istilah “tintak pidana korporasi”? Jika “PT” (Perseroan Terbatas) kena tindak pidana korporasi, apa artinya “PT”-nya yang dipenjara? Jika dijatuhkan hukuman penjara, apa artinya perusahaan yang dipenjara, atau seperti kantor dan bangunan atau pabrik yang disegel sebagai bentuk “hukuman penjara”, atau bagaimana bentuknya? JIka terkena hukuman seperti denda oleh hakim pengadilan, sejauh apa konsekuensinya jika perusahaan tetap tidak mau bayar?

Brief Answer: Dalam konsep “Tindak Pidana Korporasi”, yang dapat dijatuhi ancaman sanksi pidana berupa penjara ataupun kurungan maupun jenis sanksi lainnya, ialah pengurus, korporasi bersangkutan, atau keduanya. Bila terhadap sanksi pidana berupa penjara, maka pengurus korporasi bersangkutan yang akan dijatuhi sanksinya, sementara bila sanksi pidana berupa denda, bisa pihak korporasi atau bersama-sama dengan pihak pengurusnya didakwa untuk masing-masing secara tanggung-renteng membayar sanksi pidana berupa denda sesuai vonis putusan pidana yang dijatuhkan Majelis Hakim.

Kemudian perihal sanksi berupa “denda”, Peraturan Mahkamah Agung Nomor 13 Tahun 2016, memiliki pengaturan yang sangat tegas, bahwasannya atas vonis pidana berupa sanksi “denda” yang dijatuhkan pengadilan, memiliki ketentuan bilamana denda tersebut tidak dibayar dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap (inkracht), maka harta benda Terdakwa yang dalam hal ini korporasi bersangkutan, disita dan dilelang untuk membayar sejumlah nominal denda dimaksud.

PEMBAHASAN:

Terdapat sebuah ilustrasi konkret, sebagaimana dapat SHIETRA & PARTNERS cerminkan lewat putusan Pengadilan Negeri Tenggarong yang mengadili perkara “pidana korporasi”, register Nomor 526/Pid.Sus-LH/2017/PN.Trg tanggal 6 Desember 2017, dimana yang menjadi Terdakwa tunggal ialah PT. INDOMINCO MANDIRI semata sebagai entitas atau subjek hukum korporasi (legal entity)—alias tanpa menyertakan pihak pejabat pengurusnya sebagai salah satu Terdakwa.

Subjek hukum Korporasi yang dijadikan sebagai Terdakwa dalam perkara ini, didakwa karena telah menghasilkan limbah “B4” (bahan berbahaya dan beracun) namun tidak melakukan pengelolaan sebagaimana mestinya. Terdakwa PT. Indominco Mandiri adalah badan usaha yang bergerak dalam bidang tambang batu bara, juga memiliki Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dengan kapasitas 2 X 7 MW yang bahan bakar batu bara digunakan untuk keperluan internal yaitu aktivitas kegiatan perkantoran, penambangan, peremukan batu batu bara dan “stockpile” batu bara untuk pengiriman melalui kapal.

PLTU milik PT. Indominco Mandiri terdiri dari 2 boiler dan 2 turbin dengan waktu operasional selama 24 jam menggunakan bahan bakar batu bara sebanyak ± 80-110 ton dengan kalori ± 5.000-6.000 kkal; hasil pembakaran batu bara yaitu limbah B3 berupa fly ash dan bottom ash sebanyak ± 6-10 ton/24 jam/hari serta PLTU PT. Indominco Mandiri menghasilkan limbah B3 berupa “fly ash” dan “bottom ash” hasil pembakaran batu bara, oli bekas dan aki bekas.

Terdakwa PT. Indominco Mandiri memiliki Tempat Penyimpanan Sementara (TPS) limbah B3 untuk menyimpan limbah B3 berupa “fly ash” dan “bottom ash”, namun tempatnya tidak memadai untuk dapat menampung limbah B3 yang dihasilkan. Berhubung Tempat Penyimpanan Sementara (TPS) penuh, maka limbah B3 tersebut ditempatkan / dibuang di lahan terbuka didekat tempat produksi pembuatan “paving block” karena “fly ash” dan “bottom ash” merupakan bahan baku pembuatan “paving block”.

Adapun menurut sifatnya yang merupakan limbah B3, maka baik “fly ash” maupun “bottom ash” tidak boleh dilakukan pembuangan langsung ke media lingkungan. Bila tidak melakukan pengolahan atau pemanfaatan limbah B3 secara mandiri, limbah-limbah B3 tersebut harus disimpan di tempat pembuangan sementara khusus limbah B3 (TPS) berizin, sebelum diserahkan ke pihak lain (pengangkut / pengumpul / pengolah / pemanfaat / penimbun berizin). Sebagai bagian dari limbah B3 sumber spesifik khusus, limbah “fly ash” dan “bottom ash” sesungguhnya masih bisa diolah dan/atau dimanfaatkan menjadi produk lain yang lebih berguna bahkan memiliki nilai jual ekonomi, akan tetapi kegiatan tersebut tetap harus memiliki izin dan mengikuti prosedur pengolahan dan pemanfaatan yang baik dan benar.

Terdakwa PT. Indominco Mandiri tidak melakukan pengelolaan B3 yang ditimbun di lahan terbuka tanpa izin sejak tahun 2014 sampai dengan 2015 sebanyak ± 4.000 ton dan Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 101 tentang Pengelolaan Limbah B3, limbah tersebut memenuhi karakteristik sebagai limbah B3. Hasil lab menunjukkan, “fly ash” / “bottom ash” berpotensi mengandung berbagai jenis logam berat, meskipun dalam skala konsentrasi jejak relatif kecil (tracing) tetap harus diperlakukan sebagai limbah B3, sebagaimana aturan PP No. 101 tentang Pengelolaan Limbah B3. Setidaknya ada 4 hal yang menjadikan limbah B3 khususnya “fly ash” / “bottom ash” harus diwaspadai, antara lain:

1. TOXIC. Sesuai namanya, limbah B3 yang mengandung logam-logam berat seifatnya berbahaya dan beracun;

2. FLUIDEZED & DISPERSED. Lindi “fly ash” dan “bottom ash” yang muncul atau terbentuk akibat terkontak air hujan dan/atau debu, terutama “fly ash” yang bila terkena terpaan angin, akah dialirkan dan disebarkan secara mudah ke lingkungan sekitar;

3. BIOACCUMULATION. Meskipun mungkin sangat kecil konsentrasinya, berbagai logam berat yang disebarkan air lindi ke tanah / air tanah dan lingkungan sekitar secara perlahan dan akumulatif akan masuk ke dalam jaringan hidup tubuh tanaman dan hewan, yang pada gilirannya mengancam keselamatan satwa ternak dan manusia sebagai puncak rantai piramida;

4. PERSITEN. Berbagai logam berat yang dikandung “fly ash” / “bottom ash” bersifat abadi di alam, alias tidak bisa dicerna oleh alam dan menetap tak terurai dalam tubuh makhluk hidup. [Note SHIETRA & PARTNERS : Itulah fakta yang paling mengerikan dari kegiatan usaha yang tidak bertanggung-jawab, racun berbahaya yang akan dihadapi oleh seluruh generasi penerus karena sifat karsinogeniknya seumur hidup mencemari ekosistem, serta tidak terurai oleh waktu di alam.]

Sementara dalam Dakwaan Alternatif Kedua, Terdakwa didakwa karena telah melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin. Dimana terhadapnya tuntutan Jaksa Penuntut, Majelis Hakim membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:

“Menimbang, bahwa Terdakwa telah didakwa oleh Penuntut Umum dengan dakwaan yang berbentuk alternatif, sehingga Majelis Hakim dengan memperhatikan fakta-fakta hukum tersebut diatas memilih langsung dakwaan alternatif kedua sebagaimana diatur dalam Pasal 104 jo. Pasal 116 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang unsur-unsurnya adalah sebagai berikut:

1. Setiap orang;

2. Melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin;

“Menimbang, bahwa terhadap unsur-unsur tersebut Majelis Hakim mempertimbangkan sebagai berikut:

Ad.1. Setiap orang;

“Menimbang bahwa, yang dimaksud dengan pengertian ‘Setiap Orang’ adalah setiap orang sebagai subyek hukum yang telah didakwa melakukan suatu tindak pidana dan dapat dipertanggung-jawabkan menurut hukum atas perbuatan pidana yang telah dilakukannya tersebut, baik sebagai orang-perseorangan, maupun korporasi;

“Menimbang, bahwa orang sebagai subyek hukum yang telah dihadapkan ke depan persidangan sebagai Terdakwa oleh Penuntut Umum dalam perkara ini adalah bernama PT. INDOMINCO MANDIRI dan ternyata Terdakwa melalui orang yang mewakili telah membenarkan dan mengakui bahwa identitas Terdakwa sebagaimana dalam surat dakwaan Penuntut Umum adalah benar identitas diri PT. INDOMINCO MANDIRI. Dengan demikian unsur ini terpenuhi;

Ad.2. Melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin;

“Menimbang, unsur ini berbentuk alternatif, bila salah satu sub unsur terpenuhi, maka unsur terpenuhi secara keseluruhan;

“Menimbang, bahwa yang dimaksud dengan ‘Dumping’ (pembuangan) adalah kegiatan membuang, menempatkan, dan/atau memasukkan limbah dan/atau bahan dalam jumlah, konsentrasi, waktu, dan lokasi tertentu dengan persyaratan tertentu ke media lingkungan hidup tertentu;

“Menimbang, bahwa dalam pertanggung-jawaban pidana korporasi dalam hukum pidana, ada beberapa teori pertanggung-jawaban yang dapat diterapkan pada korporasi, yaitu:

1. Teori Strict Liability (tanggung jawab mutlak), yaitu pertanggung-jawaban pidana yang harus dilakukan tanpa harus dibuktikan kesalahannya;

2. Teori Vicarious Liability (pertanggung-jawaban pengganti), yaitu suatu pertanggung-jawaban pidana yang dibebankan kepada seseorang atas perbuatan orang lain;

3. Teori Doctrine of Delegation, yaitu teori yang menjadi dasar pembenar untuk membebankan pertanggung-jawaban pidana yang dilakukan pegawai korporasi, dengan adanya pendelegasian wewenang kepada seseorang untuk mewakili kepentingan perusahaan;

4. Teori Identifikasi, yaitu teori yang digunakan untuk memberikan pembenaran pertanggung-jawaban pidana korporasi, meskipun pada kenyataannya korporasi bukanlah sesuatu yang berbuat sendiri dan tidak mungkin memiliki mens rea karena tidak memiliki kalbu, artinya korporasi dapat melakukan tindak pidana secara langsung melalui orang-orang yang memiliki hubungan erat dengan korporasi;

5. Teori Corporate Organs, yaitu teori menunjuk pada orang-orang yang menjalankan kewenangan dan pengendalian dalam badan hukum, dengan kata lain, orang yang mengarahkan dan bertanggung-jawab atas segala gerak-gerik badan hukum, orang yang menetapkan kebijakan korporasi, dan orang yang menjadi otak dan pusat syaraf dari korporasi tersebut, dengan demikian otak dari korporasi merupakan organ penting dari korporasi sehingga bisa dimintakan pertanggung-jawaban pidana korporasi;

“Menimbang, bahwa Majelis Hakim menilai bahwa dari semua teori tersebut di atas, kesemuanya dapat digunakan dalam penegakan hukum terhadap tindak pidana lingkungan hidup yang dilakukan oleh korporasi;

“Menimbang, bahwa menurut SUTAN REMY SJAHDEINI, sistem pertanggung-jawaban ada empat, yaitu:

1. Pengurus korporasi yang melakukan tindak pidana, pengurus yang bertanggung-jawab;

2. Korporasi yang melakukan tindak pidana, pengurus yang bertanggung-jawab;

3. Korporasi yang melakukan tindak pidana, korporasi yang bertanggungjawab;

4. Pengurus dan korporasi yang melakukan tindak pidana, maka keduanya harus bertanggung-jawab;

“Menimbang, bahwa hal yang dapat dipakai sebagai alasan bahwa korporasi sebagai pembuat dan sekaligus yang bertanggung-jawab adalah karena dalam berbagai delik ekonomi fiscal, keuntungan yang diperoleh korporasi atau kerugian yang diderita masyarakat;

“Menimbang, berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan, bahwa Terdakwa PT. INDOMINCO MANDIRI adalah badan usaha yang bergerak dalam bidang pertambangan batu bara;

“Menimbang, berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan, bahwa Tumpukan Fly ash dan Bottom ash ditempatkan diluar tersebut karena akan dimanfaatkan sebagai bahan pembuat Paving Block agar jarak pengangkutannya dekat, namun hasil produksi dengan pengunaan bahan bakunya tidak seimbang, sehingga terjadilah penumpukan;

“Menimbang, berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan, bahwa tumpukan limbah B3 Fly ash dan Bottom ash di areal / lokasi yang tidak tertutup di dekat mesin pengelolaan limbah menjadi paving block sebanyak ± 4.000 ton tersebut tidak mempunyai ijin TPS dari pejabat yang berwenang;

“Menimbang, bahwa oleh karena Terdakwa adalah korporasi dan Terdakwa mampu bertanggung jawab, maka sesuai ketentuan Pasal 104 jo. Pasal 116 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan ketentuan Pasal 28 ayat (1) Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 13 Tahun 2016, maka atas pidana denda yang akan dijatuhkan memiliki ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak putusan ini berkekuatan hukum tetap, maka harta benda Terdakwa PT. INDOMINCO MANDIRI disita dan dilelang untuk membayar sejumlah denda tersebut;

“Menimbang, bahwa terhadap perbuatan Terdakwa, Majelis Hakim menilai bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 119 huruf c Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan ketentuan Pasal 33 Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 13 Tahun 2016, maka Majelis Hakim akan menjatuhkan pidana tambahan agar Terdakwa melakukan perbaikan akibat tindak pidana tersebut yaitu menghukum Terdakwa untuk melakukan pengelolaan / pemanfaatan Limbah B3 berupa timbunan limbah B3 fly ash dan bottom ash di dekat pembuatan paving block pada titik koordinat Latitude : ... , Longitude : ... pada area PLTU PT. Indominco Mandiri sebanyak ± 4.000 ton secara mandiri dan dengan kontrak kerja dengan perusahaan yang berizin;

“Menimbang, bahwa untuk menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa, maka perlu dipertimbangkan terlebih dahulu keadaan yang memberatkan dan yang meringankan Terdakwa;

Keadaan yang memberatkan:

- Perbuatan Terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup yang baik;

- Bahaya dari Limbah B3 fly ash / bottom ash yang dapat merusak / mengganggu lingkungan / kesehatan mahluk hidup;

Keadaan yang meringankan:

- Terdakwa belum pernah dihukum;

- Terdakwa mengakui perbuatan melakukan perbuatannya;

- Terdakwa telah melakukan pengelolaan / pemanfaatan Limbah B3 berupa fly ash / bottom ash secara mandiri dengan diolah menjadi paving block, serta melakukan pengelolaan / pemanfaatan Limbah B3 berupa fly ash / bottom ash dengan kontrak kerja melalui pihak ketiga yaitu PT. Holcim dan PT. Pengelolaan Limbah Kutai Kartanegara;

- Terdakwa melakukan perbuatan dumping limbah B3 fly ash / bottom ash di area / lokasi yang tidak berijin yang telah dipersiapkan dengan lapisan clay (tanah liat) yang tidak mudah menyerap air dan dilengkapi dengan saluran parit yang alirannya menuju station point (penggelolaan air limbah);

- Terdakwa melakukan dumping limbah B3 fly ash dan bottom ash ke lokasi yang tidak berijin dikarenakan TPS yang berijin over capacity antara hasil pembakaran batubara berupa limbah B3 fly ash dan bottom ash dengan pengelolaan limbah B3 fly ash dan bottom ash sehingga ditempatkan sementara di TPS tidak berijin untuk lebih mendekatkan dengan lokasi pengelolaan limbah B3 yaitu pabrik pengolahan paving block.

M E N G A D I L I :

1. Menyatakan Terdakwa PT. INDOMINCO MANDIRI terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup ‘Melakukan dumping limbah tanpa izin’ sebagaimana dakwaan Kedua;

2. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa PT. INDOMINCO MANDIRI oleh karena itu dengan pidana denda sebesar Rp. 2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak putusan ini berkekuatan hukum tetap, maka harta benda Terdakwa PT. INDOMINCO MANDIRI disita dan dilelang untuk membayar sejumlah denda tersebut;

3. Menghukum Terdakwa untuk melakukan pengelolaan / pemanfaatan Limbah B3 berupa timbunan limbah B3 fly ash dan bottom ash di dekat pembuatan paving block pada titik koordinat Latitude : ... , Longitude : ... pada area PLTU PT. Indominco Mandiri sebanyak ± 4.000 ton secara mandiri dan dengan kontrak kerja dengan perusahaan yang berizin.”

© Hak Cipta HERY SHIETRA.

Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.