Memalsu dalam Rangka Menipu, Penipuan sekaligus Pemalsuan dalam Satu Rangkaian Modus Kejahatan

LEGAL OPINION

Penipuan dengan Surat Palsu, maka Pemalsuan Surat atau Penggunaan Surat Palsu menjadi Syarat Mutlak Delik Penipuan

Surat Palsu sebagai Alat Kejahatan, sementara Menipu sebagai Modus sekaligus Niat Batin sang Pelaku Kejahatan Penipuan

Question: Bila ada orang membuat surat palsu yang lalu ia gunakan untuk menipu orang lain, itu sebenarnya adalah penipuan ataukah pemalsuan di mata hukum pidana?

Brief Answer: Dalam praktik peradilan perkara pidana, dikenal istilah “dijerat dengan pasal berlapis”, dimana pihak Jaksa Penuntut Umum akan memakai pola dakwaan “alternatif” maupun “kumulatif” atau juga kombinasi diantaranya (yang disebut terakhir ini, sangat jarang dalam praktik kalangan profesi Jaksa, karena membutuhkan ketekunan ekstra dari pihak Jaksa dalam merumuskan surat dakwaan yang demikian berjenjang serta “rapat” sehingga tidak memungkinkan seorang Terdakwa dapat lolos karena semua celah telah diantisipasi).

Sebagai contoh, “Dakwaan Kesatu : Penipuan” ATAU “Dakwaan Kedua : Pemalsuan”, sebagai bentuk dakwaan “alternatif”. Sementara dakwaan “kumulatif” dicirikan seperti “Dakwaan Kesatu : Penipuan” DAN “Dakwaan Kedua : Pemalsuan”. Bila suatu modus penipuan menggunakan surat palsu atau memalsukan surat yang seolah-olah asli, maka yang paling tepat ialah dakwaan berjenis “kumulatif” alih-alih menjerat sang Terdakwa dengan model surat dakwaan yang disusun dengan jenis dakwaan “alternatif”.

Namun demikian, secara politis, tidaklah penting apakah Jaksa Penuntut Umum merumuskan secara “alternatif” ataukah secara “kumulatif”, oleh sebab yang terpenting ialah berat-ringannya vonis dalam amar putusan hakim di pengadilan. Adalah percuma, sekalipun rumusan dakwaan disusun secara “kumulatif”, bila ternyata vonis hukuman sebagai sanksi bagi pelaku penipuan dengan memakai surat palsu, dinilai terlampau ringan.

Namun setidaknya, status sang Terpidana ialah sebagai seorang pelaku kasus penipuan dan pemalsuan, ketimbang diberi stempel-stigma sebatas seorang “penipu”. Sebaliknya, sekalipun dakwaan disusun secara “alternatif”, sehingga hanya dianggap memalsu atau menipu, namun bila sanksi pemenjaraan yang dijatuhkan cukup berat, maka tetap telah memadai dari segi nurani keadilan bagi masyarakat luas (terutama keadilan bagi pihak korban) disamping memberikan “efek jera” bagi sang pelaku maupun bagi para calon pelaku pelanggaran lainnya.

PEMBAHASAN:

Contoh konkret preseden terkait praktik percobaan penipuan dengan memakai surat yang palsu dimana bila tiada surat palsu tersebut maka tiada akan terjadi penipuan, sebagaimana dapat SHIETRA & PARTNERS cerminkan lewat putusan Mahkamah Agung RI perkara pidana register Nomor 1244 K/Pid/2016 tanggal 08 Desember 2016, dimana Terdakwa didakwakan karena telah mencoba melakukan perbuatan dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain atau supaya membuat hutang maupun menghapuskan piutang, sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 53 Ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana jo. Pasal 368 ayat (1) KUHP.

Terdakwa merupakan seorang warga yang tidak mempunyai penghasilan tetap, kemudian pada awal bulan Maret 2016 Terdakwa membaca surat kabar di Banyumas yang memberitakan mengenai dugaan penyimpangan anggaran pada Pemda Kabupaten Banyumas, sehingga Terdakwa timbul niat buruknya (modus) membuat surat palsu tertanggal 12 Februari 2016 yang seolah-olah Terdakwa sebagai anggota BIN (Badan Intelijen Negara) yang diperintahkan oleh Wakil Ketua BIN Republik Indonesia untuk memonitor situasi di daerah Republik Indonesia.

Pada tanggal 15 Maret 2016, Terdakwa mendatangi Kantor Pemda Kabupaten Banyumas dengan tujuan menemui Sekretaris Daerah Kabupaten Banyumas menanyakan permasalahan dugaan penyimpangan anggaran pada Pemkab Kabupaten Banyumas yang sedang dilaporkan, karena Sekda sedang sibuk, kemudian Terdakwa ditemui oleh Kabag Humas Kabupaten Banyumas di ruang kerja Kabag, dan menanyakan identitas Terdakwa. Terdakwa menyebutkan namanya, lalu pihak Kabag kembali bertanya “Dari mana?“ Terdakwa menjawab ”Purbalingga.” Terdakwa lalu mengaku-ngaku dari BIN dimana Terdakwa menunjukkan surat tugas dari BIN (yang Terdakwa buat sendiri, alias palsu) kepada sang Kabag.

Pihak Kabag kembali bertanya, “Maksud tujuan saudara datang ke sini, ada apa?” Terdakwa menjawab ”Saya sudah kenal lama dengan Pak Sekda, beliau orangnya baik, dan saya tidak mau namanya tercoreng, KPK mau turun kalau permasalahan yang ada sekarang tidak diselesaikan terkait berita adanya dugaan SPPD Perjalanan Dinas diduga fiktif yang sekarang akan ditangani oleh pihak Kejaksaan Banyumas dan saat ini sudah muncul di media cetak koran harian lokal Banyumas, agar kasus ini dipending.”

Lalu sang Kabag bertanya lagi, “Caranya bagaimana?” Dijawab, “Dengan menggunakan finansial.” Kabag bertanya lebih lanjut, ”Berapa?” Dijawab oleh Terdakwa, “Antara Rp20.000.000,00 sampai dengan Rp25.000.000,00.” Kabag bertanya, “Pakai transfer atau kas?” dijawab “Kas, siang ini ada uangnya masalah selesai.” Kemudian Labag keluar ruangan, dan Terdakwa ditinggal sendiri.

Saat Kabag keluar dari ruangan kerjanya, untuk menghubungi Kasi Intel Kejaksaan Negeri Purwokerto untuk mengkroscek status Terdakwa, maka datanglah Kasi Intel Kejari Purwokerto dan Kasat Intel Polres Banyumas. Telah ternyata, Terdakwa bukan anggota BIN (alias gadungan), selanjutnya Terdakwa digelandang ke Polres Banyumas untuk diproses sebagaimana mestinya.

Dalam Dakwaan Alternatif Kedua, Terdakwa didakwa karena telah mencoba melakukan perbuatan dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, sebagaimana diatur dan diancam Pidana dalam Pasal 53 ayat (1) KUHP jo. Pasal 378 KUHP.

Terhadap tuntutan Jaksa Penuntut, yang kemudian menjadi putusan Pengadilan Negeri Purwokerto Nomor 83/Pid.B/2016/PN.PWT tanggal 28 Juni 2016, dengan amar sebagai berikut:

MENGADILI :

1. Menyatakan Terdakwa R.S. ANGGRITA bin RADEN SINGAGRIP telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Percobaan Melakukan Penipuan”;

2. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun;

3. Menetapkan lamanya masa penahanan yang telah dijalani Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;

4. Menetapkan supaya Terdakwa tetap berada dalam tahanan.”

Dalam tingkat banding, yang menjadi putusan Pengadilan Tinggi Semarang Nomor 206/Pid/2016/PT.SMG. tanggal 16 Agustus 2016, dengan amar sebagai berikut:

MENGADILI :

1. Menerima permintaan banding dari Jaksa Penuntut Umum;

2. Menguatkan putusan Pengadilan Negeri Purwokerto tanggal 28 Juni 2016 Nomor 83/Pid.B/2016/PN.Pwt. yang dimintakan banding tersebut;

3. Menetapkan agar Terdakwa tetap berada dalam tahanan.”

Pihak Kejaksaan mengajukan upaya hukum kasasi, dengan pokok keberatan bahwa putusan Pengadilan Negeri Purwokerto tidak mempertimbangkan perbuatan Terdakwa yang sering melakukan penipuan ke berbagai kantor pemerintahan Kabupaten Banyumas dengan mengaku sebagai anggota Badan Intelijen Negara, dimana perbuatan Terdakwa jelas-jelas telah meresahkan di setiap kantor pemerintahan Kabupaten Banyumas, sehingga putusan Pengadilan Negeri Purwokerto dinilai belum memenuhi rasa keadilan di masyarakat disamping tidak menimbulkan efek jerah bagi Terdakwa.

Dimana terhadapnya, Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:

“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan kasasi Pemohon Kasasi / Jaksa Penuntut Umum tersebut Mahkamah Agung berpendapat:

1. Bahwa alasan kasasi Penuntut Umum tidak dapat dibenarkan, karena Judex Facti tidak salah menerapkan hukum dalam mengadili Terdakwa dalam perkara a quo. Putusan Judex Facti Pengadilan Tinggi Semarang yang menguatkan putusan Pengadilan Negeri Purwokerto yang menyatakan Terdakwa R.S. ANGGRITA bin RADEN SINGAGRIP telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana “percobaan melakukan penipuan”, dan karena itu Terdakwa dijatuhi pidana penjara selama 1 (satu) tahun berdasarkan pertimbangan hukum yang benar. Terdakwa terbukti melakukan tindak pidana percobaan penipuan berdasarkan fakta-fakta bahwa Terdakwa R.S ANGGRITA dengan membawa surat perintah “BIN”, seolah-olah surat tersebut adalah resmi dan seolah-olah ia adalah anggota BIN (Badan Intelijen Negara) berupa ya memanfaatkan kasus hukum yang terjadi di Pemkab Banyumas yang sedang ditangani Kejaksaan yang berkaitan dengan perjalanan fiktif, Terdakwa menawarkan diri membantu agar proses hukum tersebut tidak berlanjut asalkan disediakan uang untuk itu, namun maksud Terdakwa tidak kesampaian karena kemudian diketahui Terdakwa adalah anggota BIN gadungan;

2. Bahwa alasan kasasi Penuntut Umum yang memohon Majelis Hakim agar menjatuhkan pidana yang berat kepada Terdakwa berupa pidana penjara selama 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan tidak dapat dibenarkan karena penjatuhan berat ringan pidana merupakan wewenang Judex Facti, bukan wewenang Judex Juris;

M E N G A D I L I :

- Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi /Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Purwokerto tersebut.”

© Hak Cipta HERY SHIETRA.

Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.