JENIUS KONSULTAN, TRAINER, ANALIS, PENULIS ILMU PENGETAHUAN ILMIAH HUKUM RESMI oleh HERY SHIETRA

Konsultasi Hukum Pidana, Perdata, Bisnis, dan Korporasi. Prediktif, Efektif, serta Aplikatif. Syarat dan Ketentuan Layanan Berlaku

A Real Human Tragedy

It is a tragedy,
When a person knows more and recognizes others,
Rather than know who he is.
There are speakers and commentators who are so good at telling stories about other people,
So knowing something about the life of others,
Regarding the affair of others,
Knowing up to the smallest things of other people's characters,
And more clever to observe others,
Rather than understand and know himself.
What an irony,
Know more and understand something outside ourselves,
Know more about other people,
But not much know about himself.
Someone who really knows himself,
Always connected and communicating with his own consciousness,
Observe the phenomenon of mind and physical phenomenon itself.
Those who deserve to call themselves self-knowing,
It is those who have realized that there is no eternal essence of self entity called I AM.
It is not MY nature to grow against our own will, of the physical form we desire.
It is not MY nature when our memories can be mistaken in remembering or even forgetting something.
It is not MY nature to move with the impulse of the will in self that is hurt and self-destructive.
It is not MY nature to able feel bitter or sick.
It is not MY nature to be able to smell foul, see unwelcome sights, the scent or bitterness that is sickening, or sound that makes angry.
Those who are still thinking and assuming the existence of an eternal core entity,
Are people who have not known himself,
Because there is too busy to serve others and to deal with other people's affairs.
It is dangerous,
When we assume that we are pure and clean,
Speculating that we are guaranteed to enter heaven,
So feel more time to judge and patronize others.
If we really know ourselves,
Why do we still need the help of a doctor just to heal the physical pain of our own body?
Need the services of a psychologist to fix the memories and drive of the will of our own inner soul?
Needing reminder notes to anticipate faded memories?
Need deep self-regrets when doing bad deeds because of a destructive internal urge?
Need a nose clamp as it passes through a pile of rubbish?
In fact,
We have not really understood who we are,
We have not really communicated with ourselves,
We even hate ourselves,
Feeling strange to ourselves,
Unable to understand ourselves,
To harm ourselves with unhealthy lifestyles and consumption,
We even feel the bitterness and suffering of life so fall into the escape by consuming liquor and illegal drugs.
Why do we become more clever at commenting and telling a lot about other people,
While we are not familiar and acquainted with ourselves?
Do we so hate ourselves,
So unable to sit in meditation even for only an hour?
Begin to feel upset,
Restless,
Anxious,
Panic,
Sick,
Hate,
Angry,
And suffering.
Is that the real face of a person's core called I AM?
Only meditation,
The method for us to connect with ourselves,
To obtain direct experience,
To the fact that there is no eternal entity of this self named I AM.
Not nihilism,
Neither is eternalism.
But without I AM.

© HERY SHIETRA Copyright.

Adalah sebuah tragedi,
Ketika seseorang lebih banyak tahu dan mengenal orang lain,
Ketimbang mengenal siapa dirinya sendiri.
Ada pembicara dan komentator yang begitu pandai menceritakan kisah mengenai orang lain,
Demikian tahu akan sesuatu hal mengenai kehidupan orang lain,
Mengenai affair yang dilakukan orang lain,
Mengetahui hingga hal-hal paling kecil dari karakter orang lain,
Dan lebih pandai mengamati orang lain,
Ketimbang memahami dan mengenal dirinya sendiri.
Sungguh suatu ironi,
Lebih mengenal dan memahami sesuatu di luar diri kita sendiri,
Lebih tahu tentang orang lain,
Tapi tidak banyak tahu tentang dirinya sendiri.
Seseorang yang betul-betul mengenal diri sendiri,
Senantiasa terhubung dan berkomunikasi dengan kesadaran dirinya sendiri,
Mengamati fenomena pikiran dan fenomena fisik dirinya sendiri.
Mereka yang layak untuk menyebut diri sebagai telah mengenal diri sendiri,
Adalah mereka yang telah menyadari bahwa tiada entitas diri inti yang kekal bernama AKU.
Bukanlah sifat AKU untuk tumbuh dengan menentang kehendak diri kita sendiri akan wujud fisik yang kita idamkan.
Bukanlah pula sifat AKU ketika ingatan kita dapat mengalami keliru dalam mengingat atau bahkan melupakan sesuatu.
Bukanlah sifat AKU untuk bergerak dengan dorongan kehendak dalam diri yang justru menyakiti dan merusak diri sendiri.
Bukanlah sifat AKU untuk dapat merasakan perasaan pahit ataupun sakit.
Bukanlah sifat AKU untuk mampu mencium bau busuk, melihat pemandangan yang tidak disukai, aroma pedas atau pahit yang memuakkan, ataupun suara yang membuat marah.
Mereka yang masih berpikir dan berasumsi adanya entitas diri inti yang kekal,
Adalah orang-orang yang sama sekali belum mengenal dirinya sendiri,
Karena terlampau sibuk meladeni orang lain dan berurusan dengan urusan orang lain.
Adalah berbahaya,
Ketika kita berasumsi bahwa diri kita telah suci dan bersih,
Berspekulasi bahwa diri kita terjamin masuk surga,
Sehingga merasa lebih banyak waktu untuk menghakimi dan menggurui orang lain.
Jika kita benar-benar telah mengenal diri kita sendiri,
Mengapa kita masih perlu membutuhkan pertolongan seorang doker hanya untuk menyembuhkan sakit pada fisik tubuh kita sendiri?
Membutuhkan jasa seorang psikolog untuk membenahi ingatan dan dorongan kehendak jiwa batin kita sendiri?
Membutuhkan catatan pengingat demi mengantisipasi ingatan yang memudar?
Membutuhkan penyesalan diri mendalam ketika melakukan perbuatan buruk akibat dorongan dalam diri yang merusak?
Membutuhkan penjepit hidung ketika melewati tumpukan sampah?
Faktanya,
Kita belum benar-benar memahami siapa diri kita sendiri,
Kita belum benar-benar berkomunikasi dengan diri kita sendiri,
Kita bahkan membenci diri kita sendiri,
Merasa asing terhadap diri kita sendiri,
Tidak mampu memahami diri kita sendiri,
Mencelakai diri kita sendiri dengan pola hidup dan konsumsi yang tidak sehat,
Kita bahkan merasakan pahit dan derita hidup sehingga terjerumus pada pelarian diri dengan mengkonsumsi minuman keras dan obat-obatan terlarang.
Mengapa kita menjadi lebih pandai mengomentari dan bercerita banyak tentang orang lain,
Sementara kita sama sekali belum mengenal dan berkenalan dengan diri kita sendiri?
Apakah kita demikian bencinya terhadap diri kita sendiri,
Sehingga tidak mampu duduk bermeditasi meski hanya selama satu jam lamanya?
Mulai merasakan gundah,
Gelisah,
Cemas,
Panik,
Sakit,
Benci,
Marah,
Dan menderita.
Semua itukah wajah asli dari diri inti seseorang yang bernama AKU?
Hanyalah meditasi,
Metode bagi kita untuk terkoneksi dengan diri kita sendiri,
Untuk memperoleh pengalaman langsung,
Akan fakta bahwa tiada entitas diri ini yang kekal bernama AKU.
Bukan nihilisme,
Bukan juga eternalisme.
Namun tanpa AKU.


© Hak Cipta HERY SHIETRA.