Helpless in the Hands of Almighty God

We have been unfair to ourselves,
Maybe,
We are trying to deceive ourselves.
All this time,
We are always amazed at the miracles of God.
However,
We never want to acknowledge openly,
That the disaster of God,
It is so much more.
We assume that life is full of joy and happiness.
However,
We never want to acknowledge the many bloodshed and tears of the world's inhabitants.
Due to the limitations of various natural resources and the limitation of economic resources,
Humans eat each other and fight each other against one another.
Humanity is caught in a life of limitlessness and is filled with injustice.
Disappointments over the injustices of life,
Giving feelings of sadness, anger, and despair.
Man thus tried to outwit the feelings of pain in his heart,
Through a variety of intoxicating drink consumption,
Just to be able to forget how life is sickening and disgusting.
When we recover from illness,
We glorify God's name and praise him as the miracle of God.
But we never want to acknowledge all the tragedies and epidemics created by God to the Earth.
When we recover from illness after praying to God,
We then thank God.
However,
We never realized,
That all the diseases we suffer,
Sourced from God.
For the sake of being praised by humans,
God gives outbreaks of sickness and disasters such as natural disasters to mankind.
In order to get recognition from humans,
God toying with the fate and life of mankind how to play a pawn on a chessboard.
Is this what we mean by God's miracles?
When we try to be honest,
Would not we be more grateful if we had never been born into this world,
Never born into heavenly realms,
Nor was ever born to a suffering world like the animal or hellish nature.
Born as a human being
Thus we are actually gambling against the figure of a tyrant God.
Helpless in the hands of Almighty God.
Fully submissive,
As a slave.
I think,
This is a real disaster,
Not a miracle as we thought it all.

© HERY SHIETRA Copyright.

Kita selama ini bersikap tidak adil kepada diri kita sendiri,
Mungkin,
Kita sedang berupaya menipu diri kita sendiri.
Selama ini,
Kita selalu merasa takjub dan kagum atas berbagai keajaiban Tuhan.
Akan tetapi,
Kita tidak pernah mau untuk mengakui secara terbuka,
Bahwa petaka dari Tuhan,
Adalah jauh lebih banyak.
Kita berasumsi bahwa hidup adalah penuh kegembiraan dan kebahagiaan.
Namun,
Kita tidak pernah mau mengakui banyaknya pertumpahan darah dan genangan air mata dari para penduduk dunia.
Karena keterbasan berbagai sumber daya alam dan keterbatasan sumber daya ekonomi,
Manusia saling memakan dan saling berperang melawan satu sama lain.
Umat manusia terjebak dalam kehidupan yang serba terbatas dan dipenuhi oleh ketidakadilan.
Berbagai kekecewaan atas ketidakadilan hidup,
Melahirkan perasaan sedih, marah, sekaligus putus asa.
Manusia dengan demikian mencoba mengecoh perasaan derita di dalam hatinya,
Lewat berbagai konsumsi minuman yang memabukkan,
Sekadar untuk mampu melupakan betapa hidup ini memuakkan dan menjijikkan.
Ketika kita sembuh dari penyakit,
Kita memuliakan nama Tuhan dan memujinya sebagai mukjijat dari Tuhan.
Namun kita tidak pernah mau mengakui segala wabah penyakit yang diciptakan oleh Tuhan ke muka Bumi.
Ketika kita sembuh dari penyakit setelah berdoa pada Tuhan,
Kita lalu berterimakasih pada Tuhan.
Namun,
Kita tidak pernah menyadari,
Bahwa segala penyakit yang kita derita,
Bersumber dari Tuhan.
Demi dipuja-puji oleh manusia,
Tuhan menurunkan wabah penyakit dan musibah seperti bencana alam kepada umat manusia.
Demi mendapat pengakuan dari manusia,
Tuhan mempermainkan nasib dan hidup umat manusia bagaimana bermain sebuah pion di papan catur.
Inikah yang kita maksudkan dengan mukjizat Tuhan?
Bila kita mencoba bersikap jujur,
Bukankah kita akan lebih berterimakasih bila saja seandainya kita tidak pernah terlahir ke dunia ini,
Tidak pernah terlahir ke alam surga,
Maupun tidak pernah terlahir ke alam menderita seperti alam hewan ataupun alam neraka.
Terlahir sebagai manusia
Dengan demikian kita sejatinya sedang berjudi menghadapi sosok seorang Tuhan yang lalim.
Tidak berdaya di tangan Tuhan yang maha kuasa.
Sepenuhnya tunduk,
Sebagai budak.
Kupikir,
Ini adalah bencana yang sesungguhnya,
Bukan suatu mukjizat sebagaimana yang kita duga selama ini.


© Hak Cipta HERY SHIETRA.