A Ritual of Life's Suffering

The bad guy could have hurt a Buddha,
And having fun over his evil deeds hurts a Buddha,
Or feel proud of winning when hurting a Buddha.
However,
Nonetheless,
Who is entitled to laugh in the end,
They are only a Buddha,
Because a Buddha will not be reborn in any womb.
While,
The evil one,
Will die someday,
And reborn in the lower realms of life.
The Buddha has no property or money,
Living as a hermit in the forest,
Away from the frenetic city.
A millionaire could at this moment laugh at the life of a Buddha, which is so simple.
But in the end,
Nonetheless,
The most right to laugh is the Buddha,
Because a Buddha will no longer be reborn in any womb,
Not in the realm of human being,
Not in heaven,
Not in the realm of brahma,
Not in the realm of animal,
Not in the realm of demons,
Not even in hell realm.
While the millionaire,
Sooner or later it will stop laughing,
As old age begins to gnaw at her body,
When the disease begins to overwhelm her,
When in the end the god of death came to him,
Rebirth in a womb full of pain, waiting,
Leaving only bad karma,
While the good karma has been drained away by him for life, without ever taking the time to plant new good karma seed.
We all,
While the millionaire,
Sooner or later it will stop laughing,
As old age begins to gnaw at her body,
When the disease begins to overwhelm her,
When in the end the god of death came to him,
Rebirth in a womb full of pain, waiting,
Leaving only bad karma,
While the good karma has been drained away by him for life, without ever taking the time to plant new good karma seed.
We all,
Ever born in an American country,
Once also born in an African country,
Ever been born in Asian countries,
Ever been born in the Middle East country,
In countless cycles of birth and death.
Realizing this,
Traveling around the world to stop the entire continent and the entire surface of the earth,
It will not take us on the way out of the pain of rebirth.
That is why, the Buddha chose to meditate,
Instead of wasting time circling around the world,
Like a living ritual,
Born and died,
To then again be born,
Only to re-die and be reborn,
Without knowing the final word.
If we are disgusted with the ritual,
Then why do we still crave and want to constantly travel around the world?
They are still covered by ignorance,
Will search outside and out of what is within himself.
Enlightenment lies within ourselves.
During this time we are constantly looking outside ourselves.
But what then happened?
Now,
We have been reborn as a human being,
Repeats the pain.
That is what the Buddha called,
As a ritual of life's suffering.
Is that the purpose of a man's life,
To live in a ritual?

© HERY SHIETRA Copyright.

Orang jahat bisa saja menyakiti seorang Buddha,
Dan bersenang-senang terhadap perbuatan jahatnya menyakiti seorang Buddha,
Atau merasa bangga karena menang ketika menyakiti seorang Buddha.
Namun,
Tetap saja,
Yang berhak untuk tertawa pada akhirnya,
Ialah hanya seorang Buddha,
Karena seorang Buddha tidak akan terlahir kembali dalam rahim manapun.
Sementara,
Si jahat,
Akan meninggal suatu saat nanti,
Dan terlahir kembali dalam alam kehidupan yang lebih rendah.
Sang Buddha tidak memiliki harta kekayaan properti ataupun uang,
Hidup sebagai seorang pertapa di hutan,
Jauh dari hingar-bingar perkotaan.
Seorang milioner bisa saja pada saat ini menertawai kehidupan seorang Buddha yang demikian sederhana.
Namun pada akhirnya,
Tetap saja,
Yang paling berhak untuk tertawa ialah sang Buddha,
Karena seorang Buddha tidak akan lagi terlahir kembali dalam rahim manapun,
Tidak di alam manusia,
Tidak di alam surga,
Tidak di alam brahma,
Tidak di alam hewan,
Tidak  di alam setan,
Tidak juga di alam neraka.
Sementara sang jutawan milioner,
Cepat atau lambat akan berhenti terkekeh,
Ketika usia tua mulai menggerogoti tubuhnya,
Ketika penyakit mulai menguasai dirinya,
Ketika pada akhirnya dewa kematian mendatangi dirinya,
Kelahiran kembali dalam rahim yang penuh derita menunggu,
Hanya menyisakan buah karma buruk,
Sementara buah karma baik telah dikuras habis olehnya selama hidup, tanpa pernah menyempatkan diri untuk menanam benih karma baik yang baru.
Kita semua,
Pernah terlahir di negara Amerika,
Pernah pula terlahir di negara Afrika,
Pernah pula terlahir di negara Asia,
Pernah pula terlahir di negara Timur Tengah,
Dalam siklus kelahiran dan kematian yang tidak terhitung lagi jumlahnya.
Menyadari akan hal ini,
Berkeliling dunia hingga menyinggahi seluruh benua dan seluruh jengkal tanah di bumi,
Tidak akan membawa kita pada jalan keluar dari derita kelahiran kembali.
Itulah sebabnya, Sang Buddha memilih untuk bermeditasi,
Daripada membuang waktu untuk berputar-putar mengelilingi dunia,
Yang bagaikan ritual hidup,
Lahir dan mati,
Untuk kemudian kembali dilahirkan,
Hanya untuk kembali meninggal dan terlahir kembali,
Tanpa mengenal kata akhir.
Bila kita merasa jijik terhadap ritual,
Lalu mengapa kita masih juga mengidamkan dan menginginkan untuk terus-menerus bergerak kesana dan kemari?
Mereka yang masih diliputi kebodohan,
Akan mencari diluar dan keluar dari apa yang ada di dalam dirinya sendiri.
Pencerahan terletak di dalam diri kita sendiri.
Selama ini kita terus-menerus mencari di luar diri kita.
Namun apa yang kemudian terjadi?
Kini,
Kita telah terlahir kembali sebagai seorang manusia,
Mengulang kembali derita.
Itulah yang disebut oleh Sang Buddha,
Sebagai ritual derita kehidupan.
Itukah tujuan hidup seorang manusia,
Untuk hidup dalam ritual?


© Hak Cipta HERY SHIETRA.