JENIUS KONSULTAN, TRAINER, ANALIS, PENULIS ILMU PENGETAHUAN ILMIAH HUKUM RESMI oleh HERY SHIETRA

Konsultasi Hukum Pidana, Perdata, Bisnis, dan Korporasi. Prediktif, Efektif, serta Aplikatif. Syarat dan Ketentuan Layanan Berlaku

A Fool Who Seek the Thrill

At the moment we are in a period of peace and quiet,
We begin to feel a sense of boredom,
And hated it.
When at that point,
We start searching for something,
Searching for things that can serve our minds penchant for jumping up and down,
Like a wild monkey that can not sit still,
Uncomfortable in conditions of peace and quiet,
Start creating an uproar,
The furor,
Sensation,
Even begin to engage in a fierce dispute,
Fight,
Various scenarios decay, just for the sake of increasing the tensions of wild thoughts,
Or search for impressions that stirred the soul to make us feel fear, anger, or even drop our tears.
When we're healthy and fit,
We begin to feeling the mischievous urge within our mind,
Arise various ideas to enjoy a variety of food and beverage consumption that is not healthy,
Destructive lifestyle,
Even to be involved in the abuse of illicit drugs.
Until the end,
When the body becomes damaged due to lifestyle and consumption which is hurts our bodies,
When peace and tranquility transformed into horror of living,
When life full blast and battle,
We begin to feel afraid of terror,
We start somersaults seek care treatment,
And began longing for peace and health conditions which is recovered as usual.
However,
Too late.
The fool looking for and expecting something that does not need to happen,
Just because the feeling being nosy and bored,
Calamity due to the nature of nosy and boredom itself.
Regretfully even then,
Too late.
Why mankind is so fond of, to wait the time comes remorse themselves, which does not bring any benefit?
When we have people which love us sincerely,
We just were not satisfied,
And began to search for another figure for us make obsession,
Abandoning people who had been there and loved us.
Wasted all the good which has been there,
And obsessed to catch what is not yet there,
Even dream about something which may not exist.
Live in false hope,
And impose a reality in order to move following his will,
As if he is the master of universe.
Proverb therefore advised,
The freshness of the neighbor's grass is more beautiful than the green color of the grass on the porch of his own house.
Human beings had never even really know what they want in their lives,
Convinced that life simply on instinct and inclinations,
Turned upside down following the direction of instinct,
As if, then life has a meaning in this way.
Although we all know,
Life that flows like water,
Will move down,
Not rising.
Just as the flow of water,
Which is always flowing move from the upstream to the downstream underneath.
A fool think that all of this,
Which is the goal and a meaningful life,
Misled by his own stupid assumption.
Deny that life is never satisfied,
Without a permanent self,
And always changing.
While one who are looking enlightenment,
Steer clear of this pseudo-world game,
And dwell in tranquility,
Silence,
And inner balance.
Happiness does not lie in the curve graph emotional ups and downs,
But at the detachment,
And a mind that remains calm as a rock immovable silent, although slammed by waves and storms,
Not swayed by pleasure or suffering of life.
While the fool,
Rejecting the harsh reality of life,
And always chasing worldly pleasures,
Until finally when hour of our death,
Only the fear remained.

© HERY SHIETRA Copyright.

Pada saat kita dalam masa tenang dan damai,
Kita mulai merasakan rasa bosan,
Dan membencinya.
Saat pada titik itulah,
Kita mulai mencari-cari sesuatu,
Mencari-cari hal-hal yang dapat meladeni kegemaran pikiran kita untuk meloncat-loncat,
Bagai seekor monyet liar yang tidak dapat duduk tenang,
Tidak nyaman pada kondisi yang tenang dan damai,
Mulai menciptakan kegemparan,
Kehebohan,
Sensasi,
Bahkan mulai melibatkan diri dalam persengketaan sengit,
Perseteruan,
Berbagai skenario kebusukan hanya demi meningkatkan tensi ketegangan,
Atau mencari tontotan yang mengaduk jiwa hingga membuat diri kita merasa takut, marah, atau menitikkan air mata.
Ketika kita sedang berada dalam kondisi sehat dan bugar,
Kita mulai merasakan dorongan usil dalam diri,
Timbul berbagai ide untuk menikmati berbagai konsumsi makanan dan minuman yang tidak menyehatkan,
Pola hidup yang merusak,
Bahkan hingga terlibat dalam penyalahgunaan obat-obatan terlarang.
Sampai pada akhirnya,
Ketika tubuh menjadi rusak akibat gaya hidup serta konsumsi yang menyakitkan tubuh,
Ketika ketenangan dan kedamaian kehidupan menjelma kengerian hidup penuh ledakan dan peperangan,
Kita mulai kembali merasa takut pada teror,
Kita mulai jungkir balik mencari pertolongan pengobatan,
Dan mulai rindu pada keadaan damai dan kondisi kesehatan yang pulih seperti sedia kala.
Namun,
Sudah terlambat.
Si bodoh mencari dan mengharapkan sesuatu yang tidak perlu terjadi,
Hanya karena perasaan usil dan bosan,
Celaka akibat sifat usil dan kebosanan dirinya sendiri.
Menyesal sekalipun kemudian,
Sudah terlambat.
Mengapa umat manusia begitu menggemari untuk menunggu saatnya tiba penyesalan diri yang tidak membawa manfaat apapun?
Ketika kita memiliki orang-orang yang mencintai diri kita dengan tulus,
Kita justru merasa tidak puas,
Dan mulai mencari-cari sosok lain untuk kita jadikan obsesi,
Menelantarkan orang-orang yang selama ada dan mencintai diri kita.
Menyia-nyiakan semua kebaikan yang telah ada,
Dan terobsesi untuk mengejar apa yang belum ada,
Bahkan memimpikan sesuatu yang tidak mungkin ada.
Hidup dalam harapan semu,
Dan memaksakan realita agar bergerak mengikuti kehendak hatinya,
Seakan dirinya adalah penguasa jagat raya.
Pepatah oleh karenanya berpesan,
Kesegaran rumput tetangga selalu tampak lebih indah dari hijaunya warna rumput di beranda rumah sendiri.
Umat manusia bahkan tidak pernah benar-benar tahu apa yang diinginkan dalam hidupnya,
Meyakini bahwa hidup sekadar menuruti insting dan kehendak hati,
Jungkir balik mengikuti arahan insting,
Seakan hidup baru memiliki makna dengan cara demikian.
Meski kita semua tahu,
Hidup yang mengalir seperti air,
Akan bergerak menurun,
Bukan meningkat.
Sama seperti aliran air,
Yang selalu mengalir bergerak dari hulu menuju ke hilir dibawahnya.
Si dungu mengira bahwa semua inilah,
Yang menjadi tujuan dan hidup yang bermakna,
Terkecoh oleh asumsi bodohnya sendiri.
Memungkiri bahwa hidup adalah tidak pernah terpuaskan,
Tanpa inti diri yang kekal,
Dan selalu berubah.
Sementara seorang yang mencari pencerahan,
Menjauhi permainan dunia yang semu ini,
Dan berdiam dalam ketenangan,
Keheningan,
Dan batin yang seimbang.
Kebahagiaan tidak terletak pada grafik kurva emosi yang naik turun,
Tapi pada ketidakmelekatan,
Dan batin yang tetap tenang bagai batu karang yang bergeming diam meski dihempas ombak dan badai,
Tidak terombang-ambing oleh kesenangan ataupun penderitaan hidup.
Sementara si dungu,
Menolak kenyataan pahit akan hidup,
Dan selalu mengejar-ngejar kesenangan duniawi,
Sampai pada akhirnya ketika ajal menjelang,
Hanya ketakutan yang tersisa.


© Hak Cipta HERY SHIETRA.