Experiencing discontent,
Not just the monopoly of the poor.
Experiencing disappointment,
Not just the monopoly of the weak.
Having pain,
Not just the monopoly of the people who can not afford nutritious food.
Experiencing jealousy,
Not just a monopoly for those who have ugly face.
Experiencing desperation,
It is not just a monopoly for those who experience disaster.
Experiencing anger,
It's not just the monopoly of someone physically handicapped.
Those who are materially rich,
Those who are in positions and ranks,
Those who have beautiful faces and bodies and handsome though,
Those who have fame though,
Those who have power though,
Remain ruled by discontent,
Remain overwhelmed by suffering,
Remain overwhelmed by change and uncertainty.
Realizing this,
We will begin to understand,
That tears are not the monopoly of the weak and oppressed.
However,
Being weak,
Being poor,
Being oppressed,
It does not mean that we can not neither be empowered nor work in a narrow space.
Those who are tough,
Never question the limitations of its resources,
But focuses on developing her potential and talents.
Those who live without much demand,
Live as it is,
In the end able to realize happiness,
The level of happiness that even the materially rich can not afford.
Therefore,
Paradigm think we need to renew and re-translated,
That happiness is not a strong man's monopoly,
That happiness is not the monopoly of beautiful and handsome people,
That happiness is not the monopoly of those in power.
Thus we begin to need to realize,
And understand completely,
That happiness does not recognize the conditions.
That pain also does not recognize the terms.
So in the end, it all becomes determined by the state of one's mental attitude.
Even if we find our living conditions are weak, poor, oppressed, stricken, and limited,
Happiness can still be realized.
Not attached to a condition,
That's what happiness is all about.
That is what the great master of the Buddha Gaotama said.
©
HERY SHIETRA Copyright.
Mengalami ketidakpuasan,
Bukan hanya monopoli dari para kaum miskin.
Mengalami kekecewaan,
Bukan hanya monopoli dari para kaum lemah.
Mengalami sakit,
Bukan hanya monopoli dari para kaum yang tidak mampu membeli makanan yang bergizi.
Mengalami rasa cemburu,
Bukan hanya monopoli mereka yang berwajah buruk rupa.
Mengalami putus asa,
Bukan hanya monopoli mereka yang tertimpa musibah.
Mengalami kemarahan,
Bukan hanya monopoli dari seseorang yang cacat secara fisik.
Mereka yang kaya secara materi sekalipun,
Mereka yang berkuasa secara kedudukan dan pangkat sekalipun,
Mereka yang memiliki wajah dan tubuh cantik dan tampan sekalipun,
Mereka yang memiliki ketenaran sekalipun,
Mereka yang memiliki kekuatan sekalipun,
Tetap dikuasai oleh ketidakpuasan,
Tetap diliputi oleh penderitaan,
Tetap diliputi oleh perubahan dan ketidakpastian.
Menyadari akan hal ini,
Kita pun akan mulai memahami,
Bahwa air mata bukanlah monopoli kaum yang lemah dan tertindas.
Namun demikian,
Menjadi lemah,
Menjadi miskin,
Menjadi tertindas,
Bukan berarti kita tidak dapat berdaya maupun berkarya dalam ruang gerak yang sempit.
Mereka yang tangguh,
Tidak pernah mempermasalahkan keterbatasan sumber daya yang dimilikinya,
Namun berfokus mengembangkan potensi dan talenta dalam dirinya.
Mereka yang hidup tanpa banyak menuntut,
Hidup secara apa adanya,
Pada akhirnya mampu merealisasi kebahagiaan,
Tingkat kebahagiaan yang bahkan tidak mampu diraih oleh mereka yang kaya secara materi.
Oleh karenanya,
Paradigma berpikir perlu kita balik dan terjemahkan ulang,
Bahwa kebahagiaan bukanlah monopoli orang yang kuat,
Bahwa kebahagiaan bukanlah monopoli orang-orang yang cantik dan tampan,
Bahwa kebahagiaan bukanlah monopoli mereka yang berkuasa.
Dengan demikian kita mulai perlu untuk menyadari,
Dan memahami secara seutuhnya,
Bahwa kebahagiaan tidak mengenal syarat.
Bahwa derita juga tidak mengenal syarat.
Sehingga pada akhirnya, seluruhnya menjadi ditentukan oleh kondisi sikap mental seseorang.
Sekalipun kita mendapati kondisi hidup kita yang lemah, miskin, tertindas, tertimpa musibah, dan serba terbatas,
Kebahagiaan tetap dapat kita realisasi.
Tidak melekat pada suatu kondisi,
Itulah yang disebut dengan kebahagiaan.
Demikian yang disampaikan guru agung Buddha Gaotama.
© Hak Cipta HERY SHIETRA.