Tindak Pidana Penggelapan dan Pencurian, Serumpun namun Tidak Sebangun

LEGAL OPINION

Penggelapan artinya Kepercayaan yang telah Disalahgunakan dan Merugikan Pihak yang telah Memberikan Kepercayaan

Question: Bahasa mudahnya untuk orang awam seperti apa, yang membedakan antara penggelapan dan pencurian dalam hukum pidana di Indonesia?

Brief Answer: Biasanya, ketika seorang Terdakwa dihadapkan ke persidangan perkara pidana, dakwaan “penggelapan” oleh Jaksa Penuntut Umum selalu disusun dengan rumusan secara alternatif dengan dakwaan “pencurian”. Secara sosio-empirik, penggelapan lebih jahat daripada pencurian biasa, dimana pelaku penggelapan justru adalah orang yang dikenal betul oleh pihak korban. Tindak pidana penggelapan bisa berupa barang berwujud maupun tidak berwujud, seperti barang fisik maupun dana dalam rekening, sebagaimana halnya tindak pidana pencurian.

Hanya saja, pelaku tindak pidana penggelapan menguasai objek barang tidak secara melawan hukum, semisal seorang petugas kasir memang berwenang memegang dan mengelola uang cash pada mesin kasir, maka bila ia melarikan uang tersebut tanpa izin ataupun sepengetahuan majikannya, jadilah “penggelapan dalam jabatan” (ancaman sanksi hukumannya lebih berat dari sekadar “penggelapan” biasa). Contoh lainnya ialah seorang penyewa kendaraan rental, memakai kendaraan yang disewa olehnya namun kemudian tidak dikembalikan atau bahkan dijual tanpa seizin ataupun sepengetahuan pemilik mobil rental, jadilah tindak pidana penggelapan, yang singkatnya ialah terjadi penyalah-gunaan wewenang maupun kepercayaan yang telah diberikan kepada sang pelaku.

PEMBAHASAN:

Dalam kesempatan ini, SHIETRA & PARTNERS akan mengilustrasikan perbedaan antara tindak pidana penggelapan dan pencurian, lewat putusan Mahkamah Agung RI perkara pidana register Nomor 978 K/Pid.Sus/2014 tanggal 21 Juli 2014, dimana Jaksa Penuntut menyusun “dakwaan berlapis” berjenis kumulatif-alternatif antara “pencurian dan pencucian uang” dan “penggelapan dan pencucian uang”. Yang menjadi tuntutan Jaksa Penuntut Umum, ialah:

1. Menyatakan Terdakwa bersalah melakukan tindak pidana ”Pencurian“ sesuai dengan dakwaan Kesatu Subsidair, Pasal 362 KUHPidana, dan tindak pidana “Pencucian Uang”;

2. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa dengan pidana penjara selama 9 (sembilan) tahun, dikurangi dengan masa penahanan yang telah dijalani oleh Terdakwa dengan perintah Terdakwa tetap ditahan.

Terhadap tuntutan Jaksa, yang kemudian menjadi putusan Pengadilan Negeri Kelas I B Purwakarta No.256/Pid. B/2013/PN.Pwk. tanggal 30 Januari 2014, dengan amar sebagai berikut:

MENGADILI:

1. Menyatakan Terdakwa DENNYES GUNTUR ESMET bin DADAH ESMET, terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana : ”Penggelapan Dalam Jabatan“ dan tindak pidana “Pencucian Uang“;

2. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa tersebut, oleh karena itu dengan pidana penjara selama 9 (sembilan) tahun, dan denda sebesar Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah), dan apabila denda tersebut tidak dapat dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama 3 (tiga) bulan;

3. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani oleh Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;

4. Memerintahkan, Terdakwa tetap ditahan.”

Meski hakim di Pengadilan Negeri telah menjatuhkan vonis hukuman penjara sesuai tuntutan Jaksa, pihak Jaksa Penuntut Umum tetap mengajukan upaya hukum. Untuk itu dalam tingkat banding, yang menjadi putusan Pengadilan Tinggi Bandung No.37/Pid.Sus/2014/PT. Bdg. tanggal 27 Maret 2014, dengan amar sebagai berikut:

MENGADILI:

- Menerima permintaan banding dari Jaksa / Penuntut Umum;

- Menguatkan putusan Pengadilan Negeri Purwakarta, tertanggal 30 Januari 2014, Nomor 256/Pid.B/2013/PN.Pwk, yang dimintakan banding tersebut;

- Memerintahkan Terdakwa tetap berada dalam tahanan;”

Jaksa Penuntut Umum mengajukan upaya hukum kasasi, dimana terhadapnya Mahkamah Agung RI membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:

“Menimbang, bahwa atas alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat:

“Bahwa alasan-alasan tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena judex facti tidak salah menerapkan hukum dalam hal menyatakan Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana melanggar Pasal 374 KUHPidana dan Pasal 3 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 dengan pertimbangan sebagai berikut:

1. Bahwa perbuatan Terdakwa tidak dapat dikatakan telah memenuhi ketentuan Pasal 362 KUHPidana yaitu pencurian, sebab barang berupa uang sebesar Rp277.198.300,00 serta emas dengan nilai sebesar Rp4,6 miliar, adalah milik Nasabah yang disimpan di Bank Danamon dan berada di bawah kekuasaan dan disimpan oleh Terdakwa selaku Kepala Brankas Bank Danamon. Lalu kemudian barang yang berada dalam penguasaan Terdakwa, diambil Terdakwa secara melawan hukum untuk dimiliki. Barang yang diambil Terdakwa tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai perbuatan pencurian yaitu mengambil barang milik orang lain secara melawan hak, melawan hukum. Bahwa perbuatan Terdakwa a quo lebih tepat diterapkan ketentuan Pasal 374 KUHPidana yaitu Penggelapan barang milik Nasabah yang di simpan di Bank Danamon;

2. Bahwa sesuai fakta persidangan modus operandi yang dilakukan Terdakwa untuk menggelapkan barang tersebut, lebih dahulu Terdakwa berupaya untuk mendapatkan kunci cadangan yang tersimpan di Bank Danamon Konvensional Purwakarta, dengan cara Terdakwa menggunakan Surat Pernyataan tanggal 23 Mei 2013 yang dibuat sendiri (dipalsukan Terdakwa), dengan tandatangan yang bukan asli dari Area Manager Mararif Surachmadi dan Operation Support Hanifah, melainkan tanda tangan hasil scanning dari surat yang sudah di fotokopi dengan menunjukkan surat tersebut, Terdakwa berhasil mendapatkan kunci cadangan tersebut melalui Yusuf Ridwan dan Nita dengan alasan stock opname;

3. Bahwa Terdakwa kemudian merusak CCTC (Closed Circuit Television) dengan maksud agar tidak terekam. Setelah itu Terdakwa mengambil emas dan uang yang tersimpan di Brankas Bank Danamon. Terdakwa kemudian membawa uang dan emas tersebut dengan bolak-balik sebanyak dua kali dan membawa ke rumah orang tua Terdakwa, dengan menggunakan mobil milik Terdakwa;

4. Bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut, judex facti telah mempertimbangkan pasal aturan hukum yang menjadi dasar pemidanaan dan dasar hukum dari putusan serta pertimbangan keadaan-keadaan yang memberatkan dan keadaan-keadaan yang meringankan sesuai Pasal 197 Ayat (1) huruf f KUHAP, oleh karena itu perbuatan Terdakwa memenuhi unsur-unsur Pasal 374 KUHP dan Pasal 3 Undang-Undang No.8 Tahun 2010, dengan demikian Terdakwa terbukti melakukan penggelapan dalam jabatan dan tindak pidana pencucian uang;

5. Bahwa lagi pula alasan-alasan tersebut mengenai penilaian hasil pembuktian yang bersifat penghargaan tentang suatu kenyataan, alasan semacam itu tidak dapat dipertimbangkan dalam pemeriksaan pada tingkat kasasi;

“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, lagi pula ternyata, putusan judex facti dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/ atau undang-undang, maka permohonan kasasi tersebut harus ditolak;

M E N G A D I L I :

- Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi : JAKSA / PENUNTUT UMUM PADA KEJAKSAAN NEGERI PURWAKARTA tersebut.”

© Hak Cipta HERY SHIETRA.

Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.