JENIUS KONSULTAN, TRAINER, ANALIS, PENULIS ILMU PENGETAHUAN ILMIAH HUKUM RESMI oleh HERY SHIETRA

Konsultasi Hukum Pidana, Perdata, Bisnis, dan Korporasi. Prediktif, Efektif, serta Aplikatif. Syarat dan Ketentuan Layanan Berlaku

Through Tireless Struggle

It's better that we are hurt by others,
Rather than choose to hurt yourself.
It is better that we are afraid to do evil,
Rather than fear being a victim of crime.
We can not evade entirely when there are bad people want to hurt us.
We can not forever hide in the cave to avoid social life in the public.
There are criminals who actually scolding and cursing his victims,
And still feel himself as a clean person who will go to heaven.
There are those who harass and oppress the dignity of others,
But still feel entitled to curse the victim.
There are people who are arrogant to dictate the lives of others,
But still feel himself as a law-abiding person and has been fair.
There is someone who only wants to use his own rules of play when dealing with others,
It is as if he himself is the most powerful and most entitled to determine the rules of others.
Even,
Himself may feel not subject to state law,
And feel the law of his own, which is most worthy of enactment.
A guest should first introduce himself to the host,
Not the guest who asked the host to introduce himself first.
However,
Look at the current state,
All communication ethics have been overturned.
When someone visits someone else's house,
Thus, the guest must submit themselves to the rules imposed by the host,
Not the other way around,
The guest who actually dictates the rules of the game at home he visited.
However,
Look at the present social phenomenon,
Big-headed guests feel entitled to colonize the host,
Being in charge of the house of the owner’s home.
It is so easy for people today to harass others,
Reversing the existing situation,
Turning around the facts,
Reversing rights and obligations,
Turning around any dignity and truth,
Even twisting the basic principles of human relationships,
Turning the golden principle of justice,
Reversing the principle of humanity.
No wonder,
When later born people who dare to kill other humans,
But with confidence he will still go to heaven after flooding his hands with the blood of others.
We can call it as,
The era of social desease.
As the plague that affects the wider community is thus massive and grips the contemporary nature of human behavior.
No more precise word,
To call it as,
Disaster for the world and disaster for human civilization.
Now,
It's no longer God who dictate human,
However,
Human being than who dictate to God.
Welcome to this increasingly crazy world.
The law is dominated by those who are powerful and powerful materially.
The weak,
Will always be oppressed,
And only able to accept fate.
The weak will increasingly be marginalized,
The stronger will bigger their head.
Pathetic.
But life must go on.
Nothing everlasting.
Everything change.
Through tireless struggle,
We must continue to fight against injustice and all that madness.
At least,
We must be master of our own minds.
It was more than enough,
And to be an achievement for us in the midst of the madness of this world.

© HERY SHIETRA Copyright.

Lebih baik kita yang disakiti oleh orang lain,
Daripada memilih untuk menyakiti diri sendiri.
Lebih baik kita yang takut untuk berbuat jahat,
Daripada takut menjadi korban kejahatan.
Kita tidak dapat menghidar sepenuhnya ketika ada orang-orang jahat hendak menyakiti kita.
Kita tidak dapat selamanya bersembunyi dalam gua untuk menghindari kehidupan sosial di tengah publik.
Ada penjahat yang justru memarahi dan memaki korbannya,
Dan tetap merasa dirinya sebagai orang bersih yang akan masuk surga.
Ada orang-orang yang melecehkan dan menindas harkat dan martabat orang lain,
Namun tetap merasa berhak untuk memaki sang korban.
Ada orang-orang yang bersikap arogan mendikte hidup orang lain,
Namun tetap merasa dirinya sebagai orang yang taat hukum dan telah bersikap adil.
Ada seseorang yang hanya mau memakai aturan mainnya sendiri ketika berhubungan dengan orang lain,
Seakan dirinya sendiri yang paling berkuasa dan paling berhak menentukan peraturan milik orang lain.
Bahkan,
Dirinya mungkin merasa tidak tunduk pada hukum negara,
Dan merasa hukum buatan dan miliknya sendiri yang paling layak diberlakukan.
Seorang tamu seharusnya terlebih dahulu memperkenalkan diri kepada tuan rumah,
Bukan sang tamu yang meminta tuan rumah untuk memperkenalkan diri terlebih dahulu.
Namun,
Lihatlah keadaan saat ini,
Semua etika komunikasi telah dijungkir-balikkan.
Ketika seseorang bertamu ke rumah orang lain,
Maka, sang tamu wajib menundukkan diri pada aturan yang diberlakukan oleh sang tuan rumah,
Bukan sebaliknya,
Sang tamu yang justru mendikte aturan main di rumah yang dikunjunginya.
Namun,
Lihatlah fenomena sosial sekarang ini,
Tamu-tamu yang besar kepala merasa berhak untuk menjajah tuan rumah,
Menjadi berkuasa diatas rumah sang pemilik rumah.
Demikian mudahnya orang-orang saat kini melecehkan orang lain,
Memutar-balik keadaan,
Memutar-balik fakta,
Memutar-balik hak dan kewajiban,
Memutar-balik harkat dan martabat,
Bahkan memutar-balik prinsip-prinsip dasar hubungan antar manusia,
Memutar-balik prinsip emas keadilan,
Memutar-balik prinsip kemanusiaan.
Tidak mengherankan,
Bila kemudian lahir orang-orang yang berani membunuh manusia lainnya,
Namun dengan penuh keyakinan dirinya akan tetap masuk surga setelah membanjiri tangannya dengan darah orang lain.
Kita dapat menyebutnya sebagai,
Era panyakit sosial.
Bagai wabah yang menjangkiti masyarakat luas dengan demikian masif dan mencengkeram erat watak perilaku manusia kontemporer.
Tiada kata yang lebih tepat,
Untuk menyebutnya sebagai,
Petaka bagi dunia dan petaka bagi peradaban umat manusia.
Kini,
Bukan lagi Tuhan yang mendikte manusia,
Namun,
Manusia yang mendikte Tuhan.
Selamat datang di dunia yang kian menggila ini.
Hukum dikuasai oleh mereka yang berkuasa dan kuat secara materi.
Yang lemah,
Akan selalu tertindas,
Dan hanya mampu menerima nasib.
Yang lemah akan kian tersisih,
Yang kuat kian besar kepala.
Menyedihkan.
Namun hidup harus terus berjalan.
Tiada yang kekal.
Segalanya berubah.
Lewat perjuangan tanpa kenal letih,
Kita harus terus berjuang melawan ketidakadilan dan segala kegilaan tersebut.
Setidaknya,
Kita harus menjadi tuan bagi pikiran kita sendiri.
Itu sudah lebih dari cukup,
Dan menjadi prestasi tersendiri bagi kita di tengah kegilaan dunia ini.


© Hak Cipta HERY SHIETRA.