JENIUS KONSULTAN, TRAINER, ANALIS, PENULIS ILMU PENGETAHUAN ILMIAH HUKUM RESMI oleh HERY SHIETRA

Konsultasi Hukum Pidana, Perdata, Bisnis, dan Korporasi. Prediktif, Efektif, serta Aplikatif. Syarat dan Ketentuan Layanan Berlaku

THE LANGUAGE OF HONESTY

Is life fair?
Easy to answer,
But it's hard to admit and accept.
If life works based on the laws of justice,
Not a law of nature who is strong he is to survive,
So no there will be differences in skin color,
Class distinctions,
Differences in economic strength,
Differences in good looks,
Differences in social and political force,
In fact, there is no gender difference will never be known.
When the human world,
There is not and will never exist so-called justice,
How can we expect to find justice in heaven?
If life was fair,
Humans may not be subject to God,
Adored and praised in hopes to be released from penury.
Actually with the injustice and that suffering,
God had blackmailed and hostage human being which helpless.
Although the actual perpetrator is not God who gives pleasure or suffering of mankind.
If life was fair,
Humans will not be dropped before God,
With the hope of his sins removed.
If life was fair,
We who knew nothing should reap the bitter fruits of karma,
Planted by people in past lives,
We do not know who he is.
Life is not fair,
And it would not be fair.
Even the Buddha never said that life and karma is fair.
Because life and karma is not fair,
We are taught not to be attached to the shackles chain of karma,
Not also choose to re-born in any womb,
Not heaven,
Not born in the Brahma realm.
Even Brahma did not feel satisfied of his life despite being a master of the universe,
Newly awakened when the Buddha appeared in Brahma Realm and conquered the Brahma’s vanity.
Because karma is not fair and never will,
Then the ascetic Siddhartha searching for a cure of life,
Which can cope with sickness, old age, and death.
To be free from suffering and the law of changes,
Is the breaking of the shackles karmic chain as a way out of the cycle of samsara.
By realizing that life and karma is not fair,
We are no longer attached to the good or bad karma,
Starting rests on the inner balance,
Not attached to any mental formations,
Unshakable calm,
Liberated from the chains of karma,
Freed from the cycle of circular wheel of samsara, the endless.
As long as we still know joy,
Then the law of change and impermanence will take us on the condition of suffering.
There is a bright,
Then there is the dark.
Feel the happiness,
So we know grief when separated from a loved one,
Meet with people we do not like.
Life is like a candy that contains toxins,
And we still eat it even though we know that candy is toxic.
Back again to repeat the lives of in 31 realm of life.
Once again,
The poor feel bitter tears.
Once again,
Good and honest people feel life's disappointments.
Once again,
People just feel the injustice.
Repeated and keep repeating.
If life was fair,
Nothing will ever be those who rejoice oppress us,
Nothing will ever be good people who live with so unfortunately,
Nothing will ever be an honest person who hurt without power,
Nothing will ever be a generous person who falls by the disease.
If life was fair,
We'll never know what is lamentation.
This is called the language of honesty.
Bitter,
But that's reality.

© HERY SHIETRA Copyright.

Apakah hidup ini adil?
Mudah untuk menjawabnya,
Namun sukar untuk mengakui dan menerimanya.
Bila hidup ini bekerja berdasarkan hukum keadilan,
Bukan hukum alam siapa yang kuat ia yang bertahan,
Maka tiada akan terdapat perbedaan warna kulit,
Perbedaan kelas,
Perbedaan kekuatan ekonomi,
Perbedaan ketampanan atau kecantikan,
Perbedaan kekuatan sosial politik,
Bahkan tiada akan pernah dikenal perbedaan gender.
Bila dalam dunia manusia,
Tidak terdapat keadilan,
Bagaimana mungkin kita berharap akan menemukan keadilan di surga?
Bila hidup adalah adil,
Tidak mungkin manusia akan tunduk pada Tuhan,
Memuja-mujinya dengan harapan akan dibebaskan dari nestapa.
Justru dengan ketidakadilan dan penderitaan itulah,
Tuhan telah memeras dan menyandera manusia.
Meski senyatanya bukanlah Tuhan pelaku yang memberi kesenangan atau penderitaan umat manusia.
Bila hidup adalah adil,
Manusia takkan menjatuhkan diri di hadapan Tuhan,
Dengan harapan dihapus segala dosanya.
Bila hidup adalah adil,
Kita yang tak tahu menahu harus memetik buah karma yang pahit,
Yang ditanam oleh orang dikehidupan lampau,
Yang tidak kita ketahui siapa dirinya.
Hidup memang tidak adil,
Dan memang tidak akan pernah adil.
Bahkan Sang Buddha tak pernah bersabda bahwa hidup dan karma adalah adil.
Karena hidup dan karma adalah tidak adil,
Kita diajarkan untuk tidak melekat pada rantai belenggu karma,
Tidak juga memilih untuk kembali terlahir dalam rahim manapun,
Tidak surga,
Tidak juga terlahir di alam Brahma.
Bahkan seorang Brahma tidak merasa terpuaskan hidupnya meski menjadi penguasa alam semesta,
Baru tersadarkan ketika Sang Buddha menampakkan diri di Alam Brahma dan menaklukkan kesombongan sang Brahma.
Karena karma tidaklah adil,
Maka petapa Sidharta mencari obat kehidupan,
Yang dapat mengatasi sakit, usia tua, dan kematian.
Untuk terbebas dari derita dan hukum perubahan,
Adalah terputusnya belenggu rantai karma sebagai jalan keluar dari lingkaran samsara.
Dengan menyadari bahwa hidup dan karma tidaklah adil,
Kita tidak lagi melekat pada karma baik ataupun buruk,
Mulai berpijak pada keseimbangan batin,
Tidak melekat bentukan batin apapun,
Tenang tak tergoyahkan,
Terbebas dari rantai karma,
Terbebas dari siklus lingkaran roda samsara yang tak berkesudahan.
Selama kita masih mengenal gembira,
Maka hukum perubahan dan ketidakkekalan akan membawa kita pada kondisi derita.
Ada terang,
Maka ada gelap.
Merasakan kebahagiaan,
Maka kita mengenal kesedihan ketika berpisah dari yang kita cintai,
Berjumpa dengan orang yang tidak kita sukai.
Hidup bagaikan sebuah permen yang berisi racun,
Dan kita tetap saja memakannya meski kita tahu permen itu beracun.
Kembali lagi mengulang kehidupan dalam 31 alam kehidupan.
Sekali lagi,
Si malang merasakan getir air mata.
Sekali lagi,
Orang baik dan jujur merasakan kekecewaan hidup.
Sekali lagi,
Orang yang adil merasakan ketidakadilan.
Berulang dan terus berulang.
Bila hidup memang adil,
Tiada akan pernah ada orang yang bergembira menindas kita,
Tiada akan pernah ada orang baik yang hidup dengan demikian malangnya,
Tiada akan pernah ada orang jujur yang disakiti tanpa daya,
Tiada akan pernah ada orang dermawan yang jatuh oleh penyakit.
Bila hidup memang adil,
Kita takkan pernah mengenal apa itu ratap tangis.
Inilah yang disebut dengan bahasa kejujuran.
Pahit,
Namun itulah kenyataannya.


© Hak Cipta HERY SHIETRA.