According to you,
Which one is more worth watching out for,
Laugh at others,
Or laugh at the silliness of yourself?
Commenting on others,
Make us negligent to be wary of our own thoughts and behaviors.
We will be more busy to organize others,
And never busy to fix what is going on behind the process of thinking and
content of our own mind.
Laugh at others,
Make ourselves fall asleep,
Because it assumes we have been right all along, and without any problems
in us that need to be fixed soon.
A misleading assumption of ourselves.
We always cursed and mocked other nations,
Without ever going to realize his own nation's behavior that could be much
worse.
Why are we always smarter to assess and judging others,
Rather than judging and being wary of our own behavior?
Do we think and assume,
That we can not do wrong?
That we are always right?
That our self has been perfect while others are always flawed?
We tend to be spectators,
Commentators and critics of other people's behavior.
But we are allergic to doing meditation to observe and monitor our own
thought process.
Criticize and judge the actions of others,
It's always easier,
And nothing's easier than that.
As if,
By dropping the dignity of others we criticize and judge,
Make ourselves look better and cleaner than the people we've criticized.
However,
A commentator remains just an audience,
A critic remains only an audience,
Not a player,
Nor is he an observer of his own behavior.
Speaking full of wisdom is easy,
While behaving wisely is not an easy matter.
Talking is always easy,
As easy as slander and insult others.
While,
Behavior always demands commitment and responsibility.
A good critic and judge,
Not those who have a lot of mental dropping a lot of people that he
criticized and judged,
But are those who are able to be aware of and observe during the process of
their own thoughts and behavior.
©
HERY SHIETRA Copyright.
Menurut engkau,
Manakah yang lebih patut
diwaspadai,
Menertawai orang lain,
Atau menertawai kekonyolan
diri sendiri?
Mengomentari orang lain,
Membuat kita lalai untuk
mewaspadai pikiran dan perilaku diri kita sendiri.
Kita akan lebih sibuk untuk
mengatur orang lain,
Dan tidak pernah sibuk untuk
membenahi apa yang terjadi di balik proses cara berpikir dan isi pikiran kita
sendiri.
Menertawai orang lain,
Membuat diri kita terlena,
Karena mengasumsikan diri
kita telah benar selama ini, dan tanpa ada masalah apapun di dalam diri kita
yang perlu untuk segera dibenahi.
Suatu asumsi yang menyesatkan
diri kita sendiri.
Kita selalu mengutuk dan
mengolok bangsa lain,
Tanpa pernah mau menyadari
perilaku bangsa sendiri yang bisa jadi jauh lebih buruk.
Mengapa kita selalu lebih
pandai untuk menilai dan menghakimi pihak lain,
Daripada menilai dan
mewaspadai perilaku diri kita sendiri?
Apakah kita berpikir dan
berasumsi,
Bahwa diri kita tidak dapat
berbuat keliru?
Bahwa diri kita selalu benar?
Bahwa diri kita telah
sempurna sementara orang lain selalu cacat?
Kita cenderung menjadi penonton,
Komentator dan pengkritik
perilaku orang lain.
Namun kita sangat alergi melakukan
meditasi untuk mengamati dan mengawasi proses pikiran kita sendiri.
Mengkritik dan menghakimi
perbuatan orang lain,
Selalu lebih mudah,
Dan tak ada yang lebih mudah
daripada itu.
Seakan,
Dengan menjatuhkan martabat
orang lain yang kita kritik dan hakimi,
Membuat diri kita tampak
lebih baik dan lebih bersih daripada orang-orang yang telah kita kritik.
Bagaimana pun juga,
Seorang komentator tetaplah
hanya seorang penonton,
Seorang kritikus tetap hanyalah
seorang penonton,
Bukan seorang pemain,
Juga bukan seorang pengamat
atas perilaku dirinya sendiri.
Berbicara penuh kebijaksanaan
adalah mudah,
Sementara berperilaku penuh
kebijaksanaan bukanlah persoalan mudah.
Berbicara selalu mudah,
Semudah memfitnah dan menghina
orang lain.
Sementara,
Perilaku selalu menuntut
komitmen dan tanggung jawab.
Kritikus dan hakim yang baik,
Bukanlah mereka yang telah
banyak menjatuhkan mental banyak orang yang ia kritik dan hakimi,
Namun adalah mereka yang
mampu mewaspadai dan mengamati selama proses pikiran dan perilaku mereka
sendiri.
© Hak Cipta HERY SHIETRA.