Indeed, it is not exist someone more evil,
Than those who insult and tease others who are afflicted.
Just because themselves more fortunate,
It does not mean they have the right to insult and harass people who are
weak and helpless.
Cowardice well as arrogance,
Just be brave when others are abused by it, are in distress.
A gentlemen,
When challenged to a duel,
Will consider,
If his opponent at the time, was ready to fight.
Is a coward,
People who dare to insult and harass by the distance.
Is a coward,
Bully those weaker, just as they are numerous.
Like adults, challenging fight a weak little boy.
Someone deserve to be called brave,
When he was challenged to fight someone else equal,
Or even a duel with people more powerful than him,
Not bully the weak, helpless.
Like insulting a Buddha,
Where a Buddha, it is not possible to be returning evil for evil.
However, does it mean that the offender can be arbitrarily harassed and
slandered a Buddha?
Even the Buddha would not retaliate with his own hands,
And never intend to reply,
But the law of karma will be the executor.
The more holy and pure mind of the victims of harassment, insults and
slander,
The greater the bad karma, which will bear fruit at the offender.
Like those who slandered the Buddha,
In the end, tragically swallowed into the earth,
Although the Buddha never had the intention to retaliate.
Be a holy and pure.
So when other people hurt you,
It goes without you reciprocate with your own hands,
Also no need to ask the God of Death, in order to execute and throw the
offender to hell.
The law of karma will work by itself and automatically,
And the more holy yourself become a victim,
The more intense the bad karma will bear fruit on the perpetrator.
Like the fool that insulted a hermit dressed in rags.
Like the fool who insulted the Buddha, who clothed in a robe from cloth
corpse’s wrappers.
Like a fool insulting monks who do not have any property.
Is the devil,
Criminals who even oppress and harass those who become his own victims.
©
HERY SHIETRA Copyright.
Sungguh, tak ada yang lebih
jahat,
Daripada orang-orang yang
menghina dan meledek orang lain yang sedang tertimpa musibah.
Hanya karena diri mereka
lebih beruntung,
Bukan berarti mereka berhak
untuk menghina dan melecehkan orang yang lebih lemah dan tidak berdaya.
Adalah sikap pengecut
sekaligus arogansi,
Hanya bersikap berani, ketika
orang lain yang dilecehkan olehnya sedang dalam keadaan sukar.
Seorang gentlement,
Ketika menantang untuk berduel,
Akan mempertimbangkan,
Apakah lawannya saat itu sedang
siap untuk bertarung.
Adalah pengecut,
Orang-orang yang beraninya
menghina dan melecehkan dari kejauhan.
Adalah pengecut,
Mem-bully orang yang lebih
lemah, hanya karena mereka berjumlah banyak.
Bagai orang dewasa menantang
berkelahi seorang anak kecil yang lemah.
Seseorang baru layak disebut
berani,
Bila dirinya menantang
bertarung orang lain yang setara,
Atau bahkan berduel dengan
orang yang lebih kuat dari dirinya,
Bukan mem-bully orang yang
lemah tidak berdaya.
Bagaikan menghina seorang
Buddha,
Dimana seorang Buddha
tidaklah mungkin akan membalas kejahatan dengan kejahatan.
Namun, apakah artinya si
pelaku dapat dengan seenaknya melecehkan dan memfitnah seorang Buddha?
Sekalipun sang Buddha tidak
akan membalas dengan tangannya sendiri,
Dan juga tidak pernah berniat
untuk membalas,
Namun hukum karma yang akan
menjadi eksekutor.
Semakin suci dan murni batin seseorang
yang menjadi korban pelecehan, hinaan, dan fitnah,
Maka semakin besar pula karma
buruk, yang akan berbuah pada si pelaku.
Bagaikan mereka yang
memfitnah Sang Buddha,
Pada akhirnya bernasib tragis
karena tertelan oleh Bumi,
Sekalipun sang Buddha tidak pernah
memiliki niat untuk membalas.
Jadilah seorang suci dan
berhati murni.
Maka ketika orang lain
menyakiti dirimu,
Tak perlu engkau membalas
dengan tanganmu sendiri,
Tak perlu juga engkau meminta
akan raja kematian segera mengeksekusi dan melempar si pelaku ke neraka.
Hukum karma akan bekerja
secara sendirinya,
Dan semakin suci diri Anda
yang menjadi korban,
Semakin hebat karma buruk akan
berbuah pada si pelaku kejahatan.
Bagaikan si dungu yang
menghina seorang pertapa berbaju rombeng.
Bagaikan si dungu yang
menghina Sang Buddha yang memakai jubah dari kain kafan bekas pembungkus mayat.
Bagaikan si dungu menghina
para Bhiksu yang tidak memiliki harta apapun.
Adalah iblis,
Pelaku kejahatan yang justru
menindas dan melecehkan orang-orang yang menjadi korbannya.
© Hak Cipta HERY SHIETRA.