JENIUS KONSULTAN, TRAINER, ANALIS, PENULIS ILMU PENGETAHUAN ILMIAH HUKUM RESMI oleh HERY SHIETRA

Konsultasi Hukum Pidana, Perdata, Bisnis, dan Korporasi. Prediktif, Efektif, serta Aplikatif. Syarat dan Ketentuan Layanan Berlaku

Terdakwa Tidak Berniat Menyelesaikan Masalah secara Kekeluargaan, Peluang Restorative Justice menjadi Tertutup

Restoratif Justice Perkara Pidana Tidak dapat Dipaksakan dan Tidak Imperatif Sifatnya

Tidak Memaafkan Tersangka / Terdakwa, merupakan Hak Prerogatif Korban Pelapor

Question: Dalam perkara pidana, apakah perdamaian (dalam rangka “restorative justice”) sifatnya dipaksakan ataukah fakultatif yang tentatif saja sifatnya?

Brief Answer: Menolak upaya perdamaian, dapat berangkat dari pilihan korban pelapor maupun dari sikap pihak terlapor / tersangka itu sendiri, sekalipun di hadapan hakim pihak terdakwa kemudian menyatakan terdakwa menyesali perbuatannya dan berjanji tidak mengulanginya lagi, serta sekalipun pihak terdakwa mengakui perbuatannya sebagaimana dakwaan Penuntut Umum. Sama seperti perkara perdata, perdamaian tidak dapat dipaksakan sifatnya, sehingga konsensual yang merupakan prasyarat mutlak “keadilan restoratif” tidak terjadi antara kedua belah pihak, karenanya perkara dilanjutkan dengan digelarnya persidangan hingga terbit vonis atau amar putusan hakim di persidangan.

PEMBAHASAN:

Untuk memudahkan pemahaman, dapat SHIETRA & PARTNERS cerminkan ilustrasi konkretnya sebagaimana putusan Pengadilan Negeri Langsa perkara pidana register Nomor 61/Pid.B/2025/PN.Lgs tanggal 08 Juli 2025, dimana terhadap dakwaan dan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU), Majelis Hakim membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:

“Menimbang, bahwa berdasarkan uraian tersebut diatas, maka Majelis Hakim menyimpulkan bahwa perbuatan Terdakwa tersebut telah memenuhi unsur kedua dalam Dakwaan Penuntut Umum yaitu melakukan Dengan terang-terangan dan tenaga bersama Menggunakan kekerasan terhadap orang;

“Menimbang, bahwa terhadap pembelaan secara lisan dari Terdakwa melalui Penasehat hukum yang diajukan Terdakwa yang pada pokoknya memohon diberikan hukuman yang seringan-ringannya dan seadil-adilnya, Majelis Hakim berpendapat bahwa maksud dan tujuan penjatuhan pidana pada diri Terdakwa tidaklah semata-mata bersifat pembalasan atas kesalahan yang telah diperbuat, akan tetapi mempunyai tujuan yang lebih mulia yaitu untuk menjaga agar Terdakwa khususnya dapat menyadari atas kesalahan yang telah dilakukan, agar Terdakwa dapat memperbaiki sikap, prilaku dan perbuatan sehingga di masa datang tidak mengulangi perbuatannya serta dapat kembali ke tengah masyarakat.

“Majelis hakim dalam menjatuhkan putusannya terhadap Terdakwa telah pula mempertimbangkan dari berbagai faktor yang terbaik bagi Terdakwa, keluarga Terdakwa dan rasa keadilan serta perlindungan terhadap masyarakat serta generasi penerus bangsa kedepannya. Selain itu juga punya tujuan yang lebih mulia agar dapat dijadikan pedoman bagi masyarakat pada umumnya untuk tidak membuat kesalahan sebagaimana yang telah Terdakwa lakukan, sehingga setelah Majelis Hakim bermusyawarah serta mempertimbangkan secara arif dan bijaksana terhadap fakta-fakta yang terungkap dimuka persidangan, Majelis Hakim berpendapat bahwa pidana yang dijatuhkan terhadap Terdakwa dihubungkan dengan kesalahan Terdakwa dan tujuan dijatuhkannya pidana sebagaimana dalam amar putusan ini dianggap telah sepadan dan adil sesuai dengan kesalahan Terdakwa dan berdampak pemasyarakatan bagi Terdakwa;

“Menimbang, bahwa berdasarkan Majelis mencermati tindak pidana yang dilakukan Terdakwa terhadap Korban di dalam perkara ini dimana Terdakwa didakwa melanggar ketentuan pidana dalam pasal 170 Ayat (1) KUHP dan Terdakwa di muka persidangan membenarkan dakwaan yang diajukan Penuntut Umum terhadapnya dan tidak mengajukan keberatan, maka Majelis berpendapat bahwa perkara a quo termasuk perkara yang dapat diterapkan pedoman mengadili perkara pidana berdasarkan Keadilan Restoratif berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2024 Tentang Pedoman Mengadili Perkara Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif (Perma 1 Tahun 2024), namun apakah dalam perkara a quo dapat atau tidak Majelis mengadilinya berdasarkan keadilan restorative berdasarkan Perma 1 Tahun 2024), Majelis mempertimbangkannya sebagaimana pertimbangan hukum di bawah ini;

“Menimbang, bahwa berdasarkan Perma 1 Tahun 2024 diketahui bahwa Hakim dapat menerapkan pedoman mengadili perkara pidana berdasarkan Keadilan Restoratif melalui pemulihan kerugian Korban dan/atau pemulihan hubungan antara Terdakwa, Korban, dan masyarakat melalui putusan;

“Menimbang, bahwa dalam perkara a quo antara Terdakwa dan Korban tidak ada terjadi perdamaian antara Terdakwa dan Korban sebelum persidangan yang mana Terdakwa sudah di panggil untuk melakukan perdamaian tidak hadir dari Perangkat Desa namun Terdakwa tidak hadir maka Majelis Hakim berpendapat bahwa Terdakwa tidak berniat menyelesaikan masalah tersebut dengan kekeluargaan;

“Menimbang, bahwa selama pemeriksaan persidangan Majelis Hakim tidak menemukan hal–hal yang dapat melepaskan dari pertanggung-jawaban pidana, baik sebagai alasan pembenar dan atau alasan pemaaf, sehingga Terdakwa dapat dipertanggung jawabkan atas kesalahannya dan harus dijatuhi pidana;

Menimbang, bahwa untuk menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa, maka perlu dipertimbangkan terlebih dahulu keadaan yang memberatkan dan yang meringankan Terdakwa;

Keadaan yang memberatkan:

- Tidak ada perdamaian antara Terdakwa dengan Korban;

Keadaan yang meringankan:

- Terdakwa menyesali perbuatannya;

- Terdakwa berjanji tidak mengulanginya lagi;

M E N G A D I L I :

1. Menyatakan Terdakwa Januar Alias Nuwen Bin Suherni A telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Di muka umum secara bersama-sama melakukan kekerasan terhadap orang” sebagaimana Dakwaan Alternatif Kesatu Penuntut Umum;

2. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa tersebut diatas oleh karena itu dengan pidana penjara selama 8 (delapan) bulan;

3. Menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalan Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;

4. Menetapkan Terdakwa tetap berada dalam tahanan;”

© Hak Cipta HERY SHIETRA.

Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.