Kisah DEVIL ADVOCATE Bagian Kelima, Pengacara BERWAJAH GANDA

ARTIKEL HUKUM

“DEVIL ADVOCATE” Series, Chapter Five, by Hery Shietra

Para pembaca pastilah tidak asing lagi dengan sosok sang “DEVIL ADVOCATE” yang pernah tampil pada kisah serial “DEVIL ADVOCATE”. Kini sosok sang “DEVIL ADVOCATE” yang sebelumnya dikisahkan pada Seri Kesatu, kembali tampil untuk “berbuat ulah”—harap maklum, namanya juga “DEVIL ADVOCATE”, pengacara-nya sang “DEVIL”, sehingga janganlah terlampau banyak menaruh harapan pada sosok pengacara satu ini.

Advokat senior “dekil” yang cukup “langka” ini bernama “Mr. DEVIL ADVOCATE”, demikian nama julukannya dikenal luas dan menjadi primadona para bajingan serta para biadab paling busuk yang dapat kita bayangkan di negeri “antah berantah” ini. Sang “DEVIL ADVOCATE” mungkin sudah lupa tentang nama asli dirinya sendiri, bahkan terpikirkan olehnya untuk merubah nama dirinya di Kartu Tanda Penduduk menjadi bernama “DEVIL ADVOCATE”, sebagaimana profesinya sekarang ini.

Siapapun yang mendengar ketenaran nama sang “DEVIL ADVOCATE”, akan bergidik dan merinding ketakutan. Betapa tidak, keterampilannya bermain kata seolah mampu menyihir dan mencuci otak lawan bicaranya, memanipulasi pikiran seorang hakim bila perlu, bagai mampu menghipnotis setiap lawan yang semula berhadap-hadapan dengan sang “DEVIL ADVOCATE”. Bahkan, sang “DEVIL ADVOCATE” merasa yakin bahwa sang “Evil” sekalipun merasa takut bila harus berhadapan dengan seorang “DEVIL ADVOCATE”—betapa tidak, “DEVIL ADVOCATE” adalah pengacaranya “DEVIL”, sehingga memang sudah seharusnya dan sudah menjadi tugasnya untuk “lebih EVIL daripada EVIL”.

Pagi ini merupakan hari dengan agenda acara persidangan di pengadilan. Sang “DEVIL ADVOCATE” masih dengan jas usang serta mobil bututnya, secara usil melambatkan laju mobil bututnya yang kusam tidak pernah dicuci selama berbulan-bulan, atau mungkin bertahun-tahun, setelah sebelumnya mengebut secara menggila di jalan raya, kini berjalan bak “keong siput” dengan tujuan membuat seorang nenek-nenek yang hendak menyeberang jalan menjadi terpaku di tempatnya, lalu ketika sang nenek-nenek tidak sabar lagi dan berjalan untuk menyeberangi jalan, sang “DEVIL ADVOCATE” membunyikan klakson mobilnya dengan keras-keras.

Hei, wanita jelek bergigi ompong, Anda sudah bosan hidup?!

Dasar anak muda tidak sopan kurang hajar!

APA? AKU TIDAK DAPAT MENDENGAR SUARAMU!

Ketika sang nenek dengan susah payah mengeraskan suaranya untuk mencaci-maki, namun seketika itu juga sang “DEVIL ADVOCATE” meng-geber dan memacu kencang kembali mobilnya sehingga meninggalkan kepulan asap knalpot yang tebal memenuhi atmosfer sang nenek tua yang malang. Anggap saja nasib sial bagi dirinya pagi ini bisa berjodoh dengan sang “DEVIL ADVOCATE” yang usil dan nakal satu ini. “HAHAHA...

Anak muda kurang hajar! Uhuk uhuk...

Sang “DEVIL ADVOCATE” tidak butuh sarapan berupa roti ataupun telur rebus, ia hanya butuh bersikap usil dan nakal sebagai pembuka harinya agar dapat memacu semangat dan tetap terjaga kedua kelopak matanya. Bersikap usil serta nakal, menjadi “kafein” bagi sang “DEVIL ADVOCATE”. Kini sang “DEVIL ADVOCATE” telah tiba di depan gedung pengadilan, tanpa merasa rendah diri ketika mobil tua usang yang dikendarai olehnya bertegur-sapa dengan satpam gedung pengadilan, dan secara susah payah melintasi deretan mobil-mobil mewah yang terparkir rapih pada halaman belakang gedung pengadilan. Tidak penting mobilnya seperti apa, yang penting ialah siapa yang mengendarainya, demikian sang “DEVIL ADVOCATE” berpendirian. Kepercayaan diri tidak pernah mengenal syarat. Mental yang “tahan banting” sang “DEVIL ADVOCATE”, memang telah teruji dan mendapat pengakuan.

Mengapa sang “DEVIL ADVOCATE” tetap mengendarai mobil bututnya ini sepanjang karirnya sebagai pengacara? Ternyata jawabannya sangatlah sederhana, tiada yang akan tertarik untuk mencuri dan membawa kabur kaleng besi tua berkarat semacam mobilnya yang telah rongsok, sehingga dirinya tidak pernah merasa perlu untuk mengunci pintu mobilnya, bahkan bila perlu meninggalkan anak kunci mobilnya tepat pada dashboard kabin mobil. Para pencuri pun dapat dipastikan akan malu bila membawa kabur mobil rongsok semacam itu. Kedua, rupanya sang “DEVIL ADVOCATE” memiliki sedikit kebijaksanaan, dimana menurutnya kejahatan bisa terjadi karena ada “godaan” dan ada yang “tergoda”.

Kini sang “DEVIL ADVOCATE” telah mendapat tempat kosong untuk mem-parkir kendaraannya, mematikan mesin, melepas sabuk pengaman kabin mobil yang hanya menjadi pajangan pemanis layaknya dasi yang tidak fungsional, keluar dari mobilnya dan menutup pintu mobil butut itu dengan gebrakan yang sangat keras “BRAK!

Mendadak pintu mobil itu copot dari engselnya dan jatuh ke tanah dengan suara gaduh, tepat ketika “DEVIL ADVOCATE” baru mulai melangkah menjauhi mobilnya. “Sialan, kau mengambek lagi sekarang ini.” Butuh dua hingga tiga kali gebrakan keras, barulah pintu mobilnya tidak lagi bergeser dari tempatnya. Terpikirkan olehnya untuk sama sekali tidak menggunakan pintu mobil itu, meninggalkannya di tengah jalan, dan memacu mobilnya tanpa pintu. Toh, setidaknya dirinya tidak melanggar Undang-Undang mana pun, berkendara dengan mobil tanpa perlengkapan pintu—mobil yang “telanjang”.

Mr. Devil Advocate!” mendadak terdengar suara seseorang menyapa dari kejauhan. Seorang pria berperut buncit berpenampilan “necis”, melambaikan tangannya sembari tersenyum-cerah dan berjalan mendekat. Rupanya sang Klien, Bapak Buncit Makanduitorang, rupanya turut datang ke pengadilan untuk turut menjalani persidangan bersama sang pengacara yang menjadi kuasa hukumnya, siapa lagi jika bukan sang “DEVIL ADVOCATE”.

Bapak Buncit Makanduitorang adalah seorang “debitur nakal” yang menunggak kredit atau pinjaman hutang senilai miliaran Dollar, bahkan menggugat kreditornya dengan menggunakan dana kredit pinjaman dari kreditornya sendiri alih-alih mengembalikan dana pinjaman tersebut, ketika sang kreditor menagih pelunasan hutang sang Bapak Buncit yang status kreditnya telah “macet”.

Oh, rupanya Bapak Buncit, sungguh kesempatan yang baik.” Keduanya saling berjabat tangan dengan erat, terbahak-bahak bersama sembari saling melontarkan senda-gurau yang mengocok perut seolah mereka merupakan kawan lama yang kembali berjumpa, dan bersama-sama berjalan perlahan menuju pintu masuk gedung pengadilan.

Perut Anda semakin buncit, wahai Bapak Buncit yang saya kagumi,” basa-basi sang “DEVIL ADVOCATE”. “Tampaknya Anda semakin makmur.

Tanpa rasa malu ataupun rasa bersalah terlebih menyesali perbuatannya telah memakan dana pinjaman tanpa dikembalikan, sang klien menjawab dengan penuh senyum kesenangan seolah-olah telah memenangkan lotere berhadiah, “Berkat kreditor bodoh saya, Mr. Devil. Semestinya mereka merasa senang dan bersyukur berkat dana pinjaman mereka, maka perut saya ini semakin makmur dan subur, bukan justru menyesalinya. Apakah salah dan buruk, membuat perut orang lain menjadi subur dan makmur?

Jika begitu, mari kita rayakan bersama sehabis persidangan menghadapi kreditor bodoh Anda hari ini,” sahut sang “DEVIL ADVOCATE” seraya mengusap dan menepuk-nepuk perut buncit sang klien yang memang tampak menggemaskan bagian pipi serta perutnya yang besar menyembul hingga hampir merusak kancing kemeja yang dikenakan olehnya. “Bagaimana bila kita undang juga kreditor bodoh Anda itu, untuk makan siang bersama Anda, seolah-olah Anda berbaik hati hendak mengundang dan men-traktir mereka. Tentu saja, dengan dana pinjaman yang mereka berikan sebelum ini.

Dengan “norak”, mereka mengeluarkan suara candaan dan tawa sepanjang perjalanan mereka menuju ruang pengadilan. Kondisi di dalam ruang pengadilan masih sepi dari pengunjung, dan persidangan pun tampaknya belum di mulai. Namun sang kreditor yang menjadi pihak penggugat, tampak telah duduk manis di dalamnya.

Oh, rupanya Bapak Itam Kurangtidur dan Ibu Lentik Namunberkumis telah hadir terlebih dahulu, selamat siang, dan senang dapat berjumpa kembali.” Akan tetapi tiada tanggapan dari kedua orang tersebut yang notabene adalah staf atau karyawan dari perusahaan kantor bank yang menjadi kreditor dari sang klien. Mereka tampak letih, dan hanya dapat menatap aneh debitornya yang sibuk bercanda-ria bersama pengacaranya yang sama “norak”-nya, perpaduan dua orang pria yang sama-sama “tidak punya rasa malu”.

Duduk tidak jauh dari para kreditornya, sang “DEVIL ADVOCATE” berbincang dengan sang klien, “Uang pinjaman itu, Anda pakai untuk apa?

Saya belikan properti untuk istri saya dan wanita simpanan saya. Saya seorang suami dan pria yang baik hati.

Sungguh Anda berhati Sinterklas, wahai Bapak Buncit. Sungguh suatu kehormatan serta kebanggaan dapat menjadi kuasa hukum Anda.

Bapak Itam dan Ibu Lentik, hanya dapat menatap lirih sekaligus perasaan “gontok” bercampur menjadi satu, dari tempatnya duduk dua kursi tepat di belakang sang debitor yang menceritakan kepada “DEVIL ADVOCATE” bagaimana ia menghambur-hamburkan dana pinjaman yang diterima olehnya dari sang kreditor, betapa ia menikmatinya, sekaligus menyatakan betapa baik hatinya sang kreditor karena telah membahagiakan hidupnya dengan segala kemewahan tersebut.

Sang klien dan “DEVIL ADVOCATE” sibuk berduaan bercanda-ria, sementara kreditornya memasang wajah “cemberut” penuh gemas para raut mukanya yang sudah menampakkan kerut-keriput meski belum memasuki usia paruh baya. Tampaknya “DEVIL ADVOCATE” menikmati bagaimana dirinya menyiksa mental dari lawan kliennya. Sang “DEVIL ADVOCATE” menyebutnya sebagai “verbal and mental bullying”. Jika menjadi penjahat dan “bajingan”, jangan tanggung-tanggung, terutama ketika menjadi pengacara dari seorang debitor nakal.

Tidak lama kemudian Majelis Hakim telah tiba, sidang dibuka dengan diketuknya palu sebanyak tiga kali sebagai pertanda persidangan telah dibuka. Ingin sekali sang “DEVIL ADVOCATE” berkata pada sang hakim sebagai kalimat penyambut, “Bapak Hakim belum makan sarapan, mengapa mengetuk palunya pelan sekali?!” Sang “DEVIL ADVOCATE” duduk berdampingan bersama sang klien pada sudut ruangan persidangan yang diperuntukkan bagi pihak tergugat, sementara sang kreditor duduk di balik meja penggugat. Sang kreditur merasakan firasat buruk, bahwa sang “DEVIL ADVOCATE” akan membuat ulah pada persidangan kali ini.

Dimana, benar saja, sang “DEVIL ADVOCATE” memang telah berencana untuk ber-ulah, tepat ketika sang hakim hendak menutup persidangan, “Baik, surat bantahan dianggap telah dibacakan. Sidang ditutup.”

Namun sebelum sang Ketua Majelis Hakim hendak mengetukkan palunya untuk menutup persidangan, sang “DEVIL ADVOCATE” mengangkat tangannya sebagai tanda meminta diberi kesempatan menyampaikan pendapat.

Ya, saudara kuasa hukum Tergugat. Apa yang hendak Anda sampaikan?” tutur sang Ketua Majelis Hakim, yang telah berusia paruh baya, lengkap dengan kacamata yang tampak terlampau berat untuk dapat ditopang oleh pangkal hidungnya, sementara kedua anggota hakim lainnya sibuk dengan urusannya masing-masing seperti bermain handphone atau tertidur pulas di kursinya.

Mohon izin, Yang Mulia Hakim Ketua. Kami sudah susah-payah tiba di persidangan ini dan menunggu lama. Izinkanlah kami untuk berbicara setidaknya selama satu menit, agar kami dapat pulang tanpa sia-sia dan membawa serta sebuah kisah.

Jika begitu, silahkan Anda utarakan apa yang hendak Anda sampaikan, Saudara Kuasa Hukum Tergugat, tidak lebih dari satu menit.

Terimakasih, Yang Mulia,” sang “DEVIL ADVOCATE” memulai orasinya sembari menegakkan postur duduknya secara penuh keseriusan pada mimik wajah yang kini dimainkan olehnya, “Pihak Penggugat adalah RENTENIR, Yang Mulia Majelis Hakim!” Suara keras “DEVIL ADVOCATE” dengan penegasan pada kata “RENTENIR”, mengakibatkan salah seorang hakim yang sebelumnya terpejam-tidur kini terbangun dari lelapnya dan seorang anggota hakim lainnya kini mulai mengalihkan pandangan dari layar handphone yang dimainkan olehnya.

Tanpa membiarkan orasinya terganggu oleh interupsi siapa pun, sang “DEVIL ADVOCATE” tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk kembali melanjutkan monolognya, “Bayangkan, bayangkanlah Majelis Hakim,” sang “DEVIL ADVOCATE” memulai seraya menuding-nuding pihak Penggugat, “Mereka begitu senangnya melihat debitor mereka terjerat hutang dan tunggakan, agar mereka dapat mengambil untung besar dari bunga, bunga terhadap bunga, denda, bunga terhadap denda, pinalti, denda terhadap pinalti, sehingga sekali gagal mencicil cicilan, maka dapat dipastikan debitur akan selamanya terperosok gagal bayar karena mustahil untuk melunasi hutangnya yang menggunung akibat sistem RENTENIR milik Penggugat.

Oh ya, saya bahkan baru sadar!” celetuk sang Hakim Anggota, tercekat dari kursinya dan mulai menampilkan ketertarikan, “Hutang bisa bengkak dan berganda berkali-kali lipat dalam waktu singkat, karena itu ya?

Benar sekali, Yang Mulia,” sahut “DEVIL ADVOCATE” dengan penuh kebanggaan dan melanjutkan orasinya secara berapi-api. “Bayangkan, bayangkanlah Yang Mulia Majelis Hakim, sekali gagal mencicil, maka ibarat lingkaran setan yang lebih setan daripada saya yang sudah setan ini. Terjerat bunga, ditambah bunga terhadap bunga, denda, bunga terhadap denda, pinalti, serta bunga terhadap pinalti. Artinya, hanya dalam waktu singkat total hutang bisa diklaim menjadi berkali-kali lipat alias berlipat ganda ketika menagih. Kami yakin Majelis Hakim masih memiliki hati nurani, apakah kreditor RENTENIR seperti Penggugat, layak untuk dimenangkan dalam gugatan ini?

Seluruh Majelis Hakim tampak merenungkan secara benar-benar mendalam, terhadap apa yang dikatakan oleh sang “DEVIL ADVOCATE”, yang pada persidangan di hari itu tampil bak seorang pahlawan sekaligus filsuf pembela kebenaran yang telah menyadarkan hakim di persidangan. Betapa jahatnya kreditor ini, demikian para hakim bergumam dalam hati mereka, menyatakan persetujuan sekalipun tanpa mengucapkan. Lebih rentenir daripada rentenir.

Selepas persidangan, sang “DEVIL ADVOCATE” berjalan santai bersama sang klien, dan kembali melepas tawa penuh canda ketika telah menjauh dari ruang persidangan dan mendekati halaman parkir, meninggalkan kedua orang lawannya yang hanya bisa terpana tanpa mampu mengucapkan sepatah kata apapun selama dan selepas persidangan.

Kemenangan besar, demikian sang “DEVIL ADVOCATE” dengan penuh percaya diri menjabat tangan kliennya ketika mereka hendak saling berpisah untuk melanjutkan urusan dan kesibukan masing-masing. “DEVIL ADVOCATE” kini melangkah menuju mobil “kesayangan”-nya, dan secara efisien, tidak perlu mengeluarkan anak kunci dari saku celana, cukup menggedor dengan kasar pintu mobil, seketika pintu itu kembali copot dari tempatnya dan jatuh mengenai pintu mobil yang di-parkir di seberang, mengaktifkan bunyi alarm mobil tersebut, sementara “DEVIL ADVOCATE” secara gesit dan efisien telah memacu mobilnya dengan derum kencang disertai kepulan asap hitam pekat meninggalkan lingkungan pengadilan.

Keesokan harinya, masih dengan pengacara “DEVIL” yang sama, mobil butut yang sama, jas usang yang sama, ke-usil-an yang sama, dan gedung pengadilan yang sama. Begitupula pintu mobil yang masih mudah copot dari engsel pintunya, tidak terkecuali cara menutup pintunya berupa “ritual” harus dengan satu bantingan yang sangat keras, sehingga tidak jarang membuat terkejut para pengunjung di sekitarnya. Pagi ini sang “DEVIL ADVOCATE” akan menghadiri persidangan, namun hari ini ia akan bersama dengan klien yang berbeda dari hari sebelumnya, yakni seorang kreditor yang sedang mengalami kemelut hukum karena digugat oleh debitor sendirinya yang telah menunggak pembayaran hutang.

Sang “DEVIL ADVOCATE” berjumpa dengan sang klien, pada koridor di dalam gedung pengadilan. Sang klien sedang duduk manis pada kursi tamu, bernama Ibu Jerawati Makeuptebal, dimana wajahnya penuh jerawat akibat mengalami stres yang disebabkan oleh penerima hutang yang diberikan pinjaman olehnya tidak kunjung dilunasi, bahkan mengajukan gugatan alih-alih menepati janji untuk membayar. Tidak mengherankan bila “DEVIL ADVOCATE” menemukan dirinya sedang sibuk seorang diri men-“cemili” berbungkus-bungkus coklat batangan sebagai menu baru sarapan paginya.

Astaga, Ibu Jerawati, Anda tidak perlu memakan coklat batang sebanyak itu,” sang “DEVIL ADVOCATE” menyapa dari dekat, dan seketika saja sang klien bangkit dari kursinya, merangkul dan memeluk erat sang “DEVIL ADVOCATE” alih-alih menjabat tangannya. “Jangan khawatir, Ibu Jerawati, saya sudah di sini untuk membela kepentingan Anda yang dizolimi debitur busuk Anda tersebut.”—sembari “curi-curi kesempatan” dengan membelai dan meremas-remas bokong sang klien yang memang penampilannya modis serta tampak “seksi”, disamping masih muda tentunya.

Tanpa berpanjang-lebar, persidangan kini telah dimulai, dihadiri pihak debitur beserta kuasa hukumnya duduk manis pada meja penggugat, sementara “DEVIL ADVOCATE” bersama kliennya, Ibu Jerawati Makeuptebal, duduk pada kursi tergugat. Siap untuk saling berperang dan saling menerkam satu sama lain. Ternyata pula, Ketua Majelis Hakim yang memimpin persidangan ialah hakim yang sama dengan yang tempo hari menyidangkan gugatan yang dihadapi Bapak Buncit. Masih dengan kacamata yang tampak terlampau berat untuk ditopang pangkal hidung sang hakim.

Baik, surat bantahan dianggap telah dibacakan. Sidang kita tutup.” Namun sebelum sang hakim hendak secara resmi menutup persidangan, sang “DEVIL ADVOCATE” mengangkat tangan kanannya, meminta perhatian sang hakim agar diberi kesempatan berbicara.

Ya, Saudara Kuasa Hukum Tergugat, apakah ada yang hendak Anda sampaikan?” sang hakim mempersilahkan.

Izin menyampaikan beberapa patah kata, Yang Mulia Hakim yang kami hormati,” sang “DEVIL ADVOCATE” menanggapi dengan sorot mata berapi-api, siap membela dan memperjuangkan kebenaran, namun kali ini dari sudut pandang kliennya yang notabene kalangan kreditor.

Lihatlah, lihatlah Majelis Hakim,” sang “DEVIL ADVOCATE” memulai dengan nada suara yang mendramatisir keadaan. “Lihatlah betapa menjadi kurus-keringnya klien saya yang malang cantik-jelita berwajah innocent ini. Penggugat adalah debitor yang telah meminjam uang dari klien saya dengan janji untuk melunasinya. Dengan telah dibuat percaya, klien saya yang lugu dan mungil manis ini bersedia meminjamkan uang pribadi yang disimpan olehnya untuk dana cadangan di hari tuanya nanti. Kini semua impian klien saya dirampas oleh pihak Penggugat yang tidak memiliki hati nurani, bahkan menggunakan uang pinjaman dari klien saya untuk dana menggugat kreditornya sendiri, sungguh tidak berhati nurani. Mohon perhatiannya, Majelis Hakim, dengan mengajukan gugatan tidak bermoral semacam ini, apakah artinya Penggugat selaku debitor dibenarkan untuk tidak membayar hutangnya? Bagaimana mungkin, debitur busuk yang mengemplang hutang, dimenangkan oleh pengadilan dan dimasukkan ke surga? Anda pikir, Anda bisa membawa harta hasil menunggak ini ke alam baka setelah kematian tiba, wahai debitor macet? Akan saya gugat Tuhan Anda bila membiarkan seorang penunggak hutang masuk surga! Mengemplang uang pinjaman dan menunggaknya, adalah perbuatan SETAN sekaligus PENGGELAPAN! Tercela, tidak bermoral, lebih EVIL daripada DEVIL!

Sang hakim kembali terpana untuk kedua kalinya pada dua hari berturut-turut, setelah orasi sebelumnya di hari kemarin oleh monolog “DEVIL ADVOCATE”. Sembari membatin, sang hakim hanya berbisik pada dirinya sendiri, “Memang pengacaranya DEVIL, pandai sekali memasang wajah ber-ganda.

© Hak Cipta HERY SHIETRA.

Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.