Take a Step Forward

Repent, never enough to admit mistakes and apologize.
But it always requires courage to take consequences and take responsibility.
Loving, never enough with affection and love.
But a lifelong commitment.
Honesty, it's never enough to be open and say what it is.
Honesty means acknowledging that not only is he a person who wants to live happily and be free of pain.
Tolerate, never enough to acknowledge the will and what the tastes of others.
But not impose the desire, and appreciate whatever the idealism of other people's life.
Friendship, never enough by always supporting and defending.
But know when to convey the mistakes of our friends, to prevent our friends from hurting themselves by doing evil.
Educate, it is never enough just to speak in full knowledge and honesty,
But it always requires consistent examples and concrete attitudes between words and deeds.
Helping, it is never enough to provide assistance,
But sincere help is never based on the motive of hope for repayment.
Forge yourself, never enough to practice and study hard.
But the courage to acknowledge our mistakes and all our weaknesses.
Courage, never enough by being fierce and barking like a wounded hungry lion.
But dare to be a knight by never relying on the removal of sin to escape.
Strength, never enough just to be able to break a piece of iron with one hit.
But it is strong to maintain our mental when the various disappointments of life we have to face and experience.
Purity, never enough to speak or praise God.
But through the real attitude of the ability to control the five senses, thoughts, and impulses within us.
Determined, never enough with a slogan.
But it always takes real action to get started and to take what we have to do.
Gentleness, never enough with words of compassion.
But it is a patient endeavor to understand the feelings and hurts that others may be facing.
Integrity, never enough with speech and discourse.
But it always requires self-sacrifice to control our own desires.
Great people,
It never stops in a superficial level.
They always move in higher quality than the average human standard.
That is what distinguishes between human beings one with another human.

© HERY SHIETRA Copyright.

Bertobat, tidaklah pernah cukup dengan mengakui kesalahan dan meminta maaf.
Namun selalu mensyaratkan keberanian untuk mau mengambil konsekuensi dan bertanggung jawab.
Mencintai, tidaklah pernah cukup dengan rasa sayang dan cinta.
Tetapi komitmen sepanjang hidup.
Kejujuran, tidaklah pernah cukup dengan bersikap terbuka dan berkata apa adanya.
Kejujuran artinya mengakui bahwa bukan hanya dirinya seorang yang ingin hidup bahagia dan bebas dari rasa sakit.
Bertoleransi, tidaklah pernah cukup dengan mengakui kehendak dan apa yang menjadi selera dari orang lain.
Tetapi tidak memaksakan kehendak, dan menghargai apapun yang menjadi idealisme hidup orang lain.
Pertemanan, tidaklah pernah cukup dengan senantiasa mendukung dan membela.
Namun tahu kapan harus menyampaikan kekeliruan sahabat kita, untuk mencegah kawan kita agar tidak sampai menyakiti dirinya sendiri dengan berbuat jahat.
Mendidik, tidaklah pernah cukup hanya dengan berkata-kata penuh pengetahuan dan kejujuran,
Namun selalu mensyaratkan teladan dan sikap konkret yang konsisten antara ucapan dan perbuatan.
Menolong, tidaklah pernah cukup dengan memberikan bantuan,
Namun pertolongan yang tulus tidak pernah dilandasi motif harapan akan balas budi.
Menempa diri, tidaklah pernah cukup dengan berlatih dan belajar keras.
Namun keberanian untuk mengakui kekeliruan kita dan segala kelemahan kita.
Keberanian, tidaklah pernah cukup dengan bersikap galak dan menyalak seperti seekor singa lapar yang terluka.
Tetapi berani untuk bersikap ksatria dengan tidak pernah mengandalkan penghapusan dosa untuk melarikan diri.
Kekuatan, tidaklah pernah cukup dengan mampu mematahkan sebilah besi dengan sekali pukul.
Akan tetapi kuat menjaga mental kita ketika berbagai kekecewaan hidup harus kita hadapi dan alami.
Kesucian, tidaklah pernah cukup dengan bertutur kata ataupun memuji-muji Tuhan.
Namun lewat sikap nyata berupa kemampuan untuk mengendalikan kelima indera, pikiran, dan dorongan dalam diri kita.
Bertekad, tidaklah pernah cukup dengan sebuah slogan.
Tetapi selalu membutuhkan aksi nyata untuk memulai dan menempuh apa yang memang harus kita tempuh.
Kelembutan, tidaklah pernah cukup dengan tutur-kata penuh welas kasih.
Tetapi sebuah upaya penuh kesabaran untuk mau memahami perasaan dan luka hati yang mungkin saja sedang dihadapi oleh orang lain.
Integritas, tidaklah pernah cukup dengan pidato dan wacana.
Tetapi selalu mensyaratkan pengorbanan diri untuk mengendalikan berbagai keinginan diri kita sendiri.
Orang-orang hebat,
Tidak pernah berhenti dalam tataran dangkal.
Mereka selalu bergerak dalam kualitas yang lebih tinggi dari standar manusia rata-rata.
Itulah yang kemudian membedakan antara manusia satu dengan manusia lainnya.


© Hak Cipta HERY SHIETRA.

We Alone Write and Determine Our Own Destiny of Life

The life and death of mankind,
Who's in whose hands?
The joys and sorrows of mankind,
Who decides?
Bitter or sweet life of a human child,
Who is the organizer?
If it is fate and destiny of a human being,
It is in the hands of a supernatural being in the universe who wrote it down,
So if throughout our lives, we have never committed any crime,
Can the fate writer make the story of our life a bad one?
If we throughout our lives do many crimes,
Can the fate-maker design our story well and be happy?
So,
The question is,
That determine our destiny, is who,
If not ourselves?
If mankind can not do something for its own destiny,
So what's the meaning of a struggle?
Think and reflect on this carefully.
When the fate of a human child,
It has been determined to suffer,
As part of his life line,
So for what is all this life, so that born into the world only as a play extras that have no meaningful role.
Who among us,
Who does not want to be destined to live happy?
However,
How many of us,
Which ends with happy ending?
If God is omnipotent,
Why not make the destiny of all human life,
End sweetly?
Why do humans still suffer,
Despite struggling all his life?
Nevertheless,
Have you ever noticed,
That God never intervened in the worldly life of a human being.
When throughout our lives,
Continually by diligently planting good karma seeds,
Could there be any supernatural beings in other realms there,
Writing down our life line badly?
Does not that mean,
We alone write and determine our own destiny of life?
Planting bad seeds,
Picking a bitter fruit.
Planting good seeds,
Picking sweet fruit.
We plant ourselves,
And we ourselves also pick it.
Thus,
Who wrote the destiny of a human life,
If the one who planted and picked it was,
The human self itself?
Who then want us to blame,
When it turns out that we ourselves design and define our own life line?
Just a slacker,
Who feels lazy to plant the seeds of good deeds,
Fond of planting the seeds of bad deeds,
But expect fortunate fate.
Just like when we save in a bank,
We can not withdraw funds without ever saving anything.
Similarly,
We can never expect any lucky fate,
Without ever diligent to plant good deeds.
Realizing this,
Indeed there is no supernatural being out there,
Who is capable of designing the fate of a human life.
The human self itself,
What determines the future of his own life,
Both joy and sorrow.
The fate of a human race,
Always in his own hands to determine.
That is why,
We need to learn to be responsible for our own choices of life,
With all the consequences,
Unable to escape the responsibility for our deeds,
Without being able to deceive ourselves.

© HERY SHIETRA Copyright.

Hidup dan matinya umat manusia,
Ada di tangan siapa?
Suka dan dukanya umat manusia,
Siapa yang menentukan?
Pahit atau manisnya kehidupan seorang anak manusia,
Siapa yang mengatur?
Bila memang takdir dan nasib seorang manusia,
Ada di tangan suatu makhluk adikodrati di alam sana yang menuliskannya,
Maka jika sepanjang hidup kita, kita tidak pernah berbuat kejahatan apapun,
Bisakah si penulis nasib membuat cerita kisah hidup kita menjadi buruk?
Jika kita sepanjang hidup berbuat banyak kejahatan,
Bisakah si pembuat nasib merancang kisah hidap kita dengan baik dan penuh kebahagiaan?
Jadi,
Pertanyaannya,
Yang menentukan nasib kita, adalah siapa,
Jika bukan diri kita sendiri?
Jika umat manusia tidak bisa berbuat sesuatu untuk nasibnya sendiri,
Maka apalah artinya makna dari sebuah perjuangan?
Pikirkanlah dan renungkan hal ini dengan baik-baik.
Ketika nasib seorang anak manusia,
Sudah ditentukan untuk menderita,
Sebagai bagian garis tangan kehidupannya,
Maka untuk apakah semua kehidupannya ini, sehingga terlahir ke dunia hanya sebagai pemeran figuran yang tidak memiliki peran yang berarti.
Siapakah diantara kita,
Yang tidak ingin ditakdirkan hidup bahagia?
Namun,
Seberapa banyak dari kita,
Yang berakhir dengan happy ending?
Bila Tuhan memang maha kuasa,
Mengapa tidak membuat takdir hidup semua manusia,
Berakhir manis?
Mengapa manusia tetap menderita,
Meski terus berjuang sepanjang hidupnya?
Meski demikian,
Pernahkah engkau menyadari,
Bahwa Tuhan tidak pernah ikut campur tangan akan kehidupan duniawi seorang umat manusia.
Ketika sepanjang hidup kita,
Terus-menerus dengan rajin menanam benih karma baik,
Mungkinkah ada makhluk adikodrati di alam lain sana,
Menuliskan garis kehidupan kita dengan buruk?
Bukankah itu artinya,
Kita sendiri yang menuliskan dan menentukan takdir hidup kita sendiri?
Menanam benih yang buruk,
Memetik buah yang pahit.
Menanam benih yang baik,
Memetik buah yang manis.
Kita sendiri yang menanam,
Dan kita sendiri pula yang memetiknya.
Sehingga,
Siapakah yang menuliskan takdir hidup seorang manusia,
Bila yang menanam dan memetiknya ialah,
Diri manusia itu sendiri?
Siapa yang kemudian ingin kita salahkan,
Bila ternyata kita sendiri yang merancang dan menentukan garis kehidupan kita sendiri?
Hanya seorang pemalas,
Yang merasa malas untuk menanam benih perbuatan baik,
Gemar menanam benih perbuatan buruk,
Namun mengharap nasib yang mujur.
Sama seperti ketika kita menabung di sebuah bank,
Kita tidak mungkin menarik dana tanpa pernah menabung apapun.
Sama seperti itu pula,
Kita tidak pernah dapat mengharap nasib yang mujur,
Tanpa pernah rajin menanam perbuatan baik.
Menyadari akan hal ini,
Sejatinya tidak ada makhluk adikodrati di luar sana,
Yang mampu merancang nasib hidup seorang manusia.
Diri pribadi manusia itu sendiri,
Yang menentukan masa depan hidupnya sendiri,
Baik suka maupun duka.
Nasib seorang umat manusia,
Selalu berada di tangan ia sendiri untuk menentukan.
Itulah sebabnya,
Kita perlu belajar untuk bertanggung jawab atas pilihan hidup kita sendiri,
Dengan segala konsekuensinya,
Tanpa dapat lari dari tanggung jawab atas perbuatan kita,
Tanpa dapat menipu diri kita sendiri.


© Hak Cipta HERY SHIETRA.

Dare to Facing the Reality

We may be afraid,
Or feel not confident,
Inferiority,
Feeling worthless,
Anxious and frustrated.
However,
Whatever we are facing now,
What we have to face,
Then face it,
With great courage and without letting ourselves be gripped by fear.
Because,
Until whenever,
When we give in to the feelings of fear and feelings of helplessness,
So forever we will be mastered and controlled by the inferior feelings of ourselves.
Others may and may be malicious toward us.
But as long as our minds are not imprisoned by anyone,
So our minds remain part of ourselves,
Where we ourselves who determine the mind and direction of our own lives.
Despite fear,
Though anxious,
Though helpless,
Keep believing in ourselves.
We can not demand others to help and encourage us who are facing difficult problems,
Nor can we demand of others so as not to hurt and harm us.
Yet we can always condition our internal inner mind and mental,
Whatever the outside conditions.
Confidence is unconditional.
Confidence only knows the determination and courage to face a bitter life,
Without demanding much of the reality of life that is not as sweet as we expect it to be.
We may have all the limitations,
Weak physically,
Or it may be very poor financially.
But confidence comes from integrity and self-esteem.
Everyone can slander us,
Just as everyone can not trust us.
But confidence never depends on other people's opinions on us.
Our own self who should know best who we are.
The confidence comes from the courage that surpasses all our fears when faced with the injustices of the world.
Confidence emboldens us out of the cave hideout,
And stepped dawning sun,
With the body standing upright,
Be ready for all the possibilities that can happen in life.
No longer living in the darkness of a cave hideaway.
No more living in terrible fear alone.
Out to face the world,
Brave,
Even though there are many humans resembling wolves and hungry tigers wandering out there.
Confidence,
Never know the terms.
What is really needed to be faced,
Face it by keeping confidence in ourselves.
If not we who believe in ourselves,
Then who else?

© HERY SHIETRA Copyright.

Kita mungkin saja merasa takut,
Atau merasa tidak percaya diri,
Rendah diri,
Merasa tidak berharga,
Cemas dan frustasi.
Namun,
Apapun yang kini kita hadapi,
Apa yang memang harus kita hadapi,
Maka hadapilah,
Dengan penuh keberanian dan tanpa membiarkan diri kita dicengkeram oleh ketakutan.
Sebab,
Sampai kapanpun,
Bila kita menyerah pada perasaan takut dan perasaan tidak berdaya itu,
Maka selamanya kita akan dikuasai dan dikendalikan oleh perasaan inferior diri kita sendiri.
Orang lain bisa saja dan mungkin saja bersikap jahat terhadap kita.
Namun sepanjang pikiran kita tidak dipenjara oleh siapapun,
Maka pikiran kita tetap menjadi bagian dari diri kita sendiri,
Dimana kita sendiri yang menentukan pikiran dan arah hidup kita sendiri.
Setakut apapun,
Secemas apapun,
Sebagaimana pun kita tidak berdaya,
Tetaplah percaya pada diri kita sendiri.
Kita tidak dapat menuntut orang lain untuk menolong dan menyemangati diri kita yang sedang menghadapi masalah sukar,
Kita pun tidak dapat menuntut orang lain agar tidak lagi menyakiti dan menjahati diri kita.
Namun kita selalu dapat mengkondisikan pikiran dan mental batin internal kita sendiri,
Apapun kondisi luarnya.
Kepercayaan diri tidak mengenal syarat.
Kepercayaan diri hanya mengenal kebulatan tekad dan keberanian menghadapi hidup yang pahit,
Tanpa menuntut banyak dari realita kehidupan yang sekalipun tidak semanis yang kita harapkan ini.
Kita mungkin saja memiliki segela keterbatasan,
Lemah secara fisik,
Atau mungkin saja sangat miskin secara finansial.
Namun kepercayaan diri bersumber dari integritas dan harga diri.
Semua orang bisa saja memfitnah kita,
Sama seperti bisa saja semua orang tidak memercayai diri kita.
Namun kepercayaan diri tidak pernah bergantung pada opini orang lain terhadap diri kita.
Diri kita sendiri yang semestinya paling tahu siapa diri kita.
Kepercayaan diri bersumber dari keberanian yang melampaui segala rasa takut kita ketika menghadapi berbagai ketidakadilan dunia.
Kepercayaan diri membuat kita berani keluar dari gua persembunyian,
Dan melangkahkan kaki menyingsing sinar mentari,
Dengan badan yang berdiri tegak,
Siap terhadap segala kemungkinan yang dapat terjadi dalam hidup.
Tidak lagi hidup dalam kegelapan gua persembunyian.
Tiada lagi hidup dalam ketakutan yang mengerikan seorang diri.
Keluar untuk menghadapi dunia,
Dengan gagah berani,
Sekalipun terdapat banyak manusia-manusia yang menyerupai serigala dan harimau kelaparan berkeliaran di luar sana.
Kepercayaan diri,
Tidak pernah mengenal syarat.
Apa yang memang perlu dihadapi,
Hadapilah dengan tetap memegang kepercayaan diri terhadap diri kita sendiri.
Bila bukan kita yang memercayai diri kita,
Maka siapa lagi?


© Hak Cipta HERY SHIETRA.

Human's Mental Quality

Is not to have a full body muscular and big muscles,
To be called a quality human.
Nor is it an athlete capable of lifting weights of two hundred kilograms,
Although his own body weight is less than a hundred kilograms,
To be called a quality human.
Not also be someone with a face and body resembling a mannequin or a barbie,
To be called a quality human.
But is someone,
Even though weak,
But never whining when hurt and sick.
But is someone,
Which although poor,
But do not survive by stealing what belongs to others.
But is someone,
Who though lives in misfortune and various dishonesty,
But able to endure and bear the heavy burden on his shoulders,
Without complaining a bit.
But is someone,
Even though life is difficult,
But still willing to reach out to help others who are experiencing difficulty.
But is someone,
Who despite having all the limitations,
But still trying diligently to create and work.
But is someone,
Even though they lives simply and unintelligently,
But it has a real contribution to the progress of civilization.
We can, have a strong and strong body,
But it is useless if we are not able to withstand the burden of life that always hurt our hearts and feelings.
We can have beautiful and charming faces,
But it is useless if we feel suicidal when our face is damaged for a cause in the future.
We can be materially rich,
But it is useless if our self-esteem and self-trust become falling, simply because it is caused by falling into poverty.
We can be smart,
Or even a genius,
But it is useless when we are unable to resist the impulse to do evil and abuse our brain intelligence.
We can be powerful,
But is useless if we just find pleasure in a manner oppressive to the weaker than us.
We can live in all luck,
But it is useless if we attach to it without being able to realize that happiness is never conditioned.
We can be a parent,
But it is useless to take away the happiness and future of our own children.
It is a sad childish trait,
When a person is only able to think of his own interests.
It is arrogant,
When a person just wants to think of his own feelings without ever want to realize or understand the feelings of others.
Is a greedy nature,
When a person thinks and assumes that only himself who wants and deserves to live a happy life free from pain.
And, is a naive character,
If one speculates that there will be a forgiveness of sins behind every crime he has committed throughout his life.

© HERY SHIETRA Copyright.

Bukanlah memiliki tubuh penuh otot yang kekar dan besar,
Untuk dapat disebut sebagai manusia berkualitas.
Bukanlah pula menjadi seorang atlet yang mampu mengangkat beban seberat dua ratus kilogram,
Meski berat tubuhnya sendiri kurang dari seratus kilogram,
Untuk dapat disebut sebagai manusia berkualitas.
Bukan juga menjadi seseorang dengan wajah dan tubuh yang menyerupai manekin atau barbie,
Untuk dapat disebut sebagai manusia berkualitas.
Namun adalah seseorang,
Yang sekalipun lemah,
Namun tidak pernah merengek ketika terluka dan sakit.
Namun adalah seseorang,
Yang meskipun miskin,
Namun tidak bertahan hidup dengan cara mencuri apa yang menjadi hak milik orang lain.
Namun adalah seseorang,
Yang meskipun hidup dalam kemalangan dan berbagai ketidakmujuran,
Namun mampu memikul dan menanggung beban berat itu di pundaknya,
Tanpa sedikit pun mengeluh.
Namun adalah seseorang,
Yang meski hidup kesulitan,
Namun tetap mau mengulurkan tangan untuk menolong orang lain yang sedang mengalami kesukaran.
Namun adalah seseorang,
Yang meski memiliki segala keterbatasan,
Namun tetap berusaha dengan tekun untuk berkreasi dan berkarya.
Namun adalah seseorang,
Yang meski hidup secara sederhana dan tidak cerdas,
Namun memiliki kontribusi nyata bagi kemajuan peradaban.
Kita dapat saja memiliki tubuh yang kuat dan kekar,
Namun adalah percuma bila kita tidak mampu menahan beban hidup yang senantiasa melukai hati dan perasaan kita.
Kita dapat saja memiliki wajah yang rupawan dan memikat,
Namun adalah percuma bila kita merasa ingin bunuh diri ketika wajah kita rusak karena suatu sebab dikemudian hari.
Kita dapat saja kaya secara materi,
Namun adalah percuma bila harga diri dan kepercayaan diri kita menjadi jatuh, hanya karena disebabkan oleh jatuh melarat.
Kita dapat saja cerdas,
Atau bahkan seorang jenius,
Namun adalah percuma ketika kita tidak mampu melawan dorongan hati untuk berbuat jahat dan menyalahgunakan kecerdasan otak kita.
Kita dapat saja berkuasa,
Namun adalah percuma bila kita justru mencari kesenangan dengan cara menindas orang-orang yang lebih lemah dari kita.
Kita bisa saja hidup dalam segala keberuntungan,
Namun adalah percuma bila kita justru melekat padanya tanpa mampu menyadari bahwa kebahagiaan tidak pernah berkondisi.
Kita dapat menjadi seorang orangtua,
Namun adalah percuma bila kita justru merenggut kebahagiaan dan masa depan anak-anak kita sendiri.
Adalah sifat kekanak-kanakan yang menyedihkan,
Bila seseorang hanya mampu untuk memikirkan kepentingan dirinya sendiri.
Adalah sifat arogan,
Bila seseorang hanya mau memikirkan perasaan dirinya sendiri tanpa pernah mau menyadari ataupun memahami perasaan orang lain.
Adalah sifat tamak,
Bila seseorang berpikir dan berasumsi bahwa hanya dirinya sendiri yang ingin dan berhak untuk hidup bahagia bebas dari rasa sakit.
Dan adalah merupakan sifat naif,
Bila seseorang berspekulasi bahwa akan ada pengampunan dosa dibalik setiap kejahatan yang telah dibuatnya sepanjang hidup.


© Hak Cipta HERY SHIETRA.