(DROP DOWN MENU)

Legalisir Dokumen / Surat Elektronik dengan Apostille

Penyederhanaan Legalisasi Dokumen Publik dengan Metoda Apostille

Question: Apakah terhadap surat elektronik, bisa juga dilegalisir dengan apostille?

Brief Answer: Surat elektronik yang diterbitkan pemerintahan di Indonesia, telah menyertakan tanda-tangan elektronik pejabat yang berwenang, sehingga bisa diverifikasi oleh pihak Kementerian Hukum di Indonesia sebelum kemudian diterbitkan “sertifikat apostille” sebagai pengesahan terhadap tanda-tangan maupun stempel pada surat elektronik yang dimohonkan legalisasinya, sehingga dapat dibawa dan dipakai oleh warga pemohon legalisir saat berkegiatan ke luar negeri—dalam hal ini ialah negara-negara yang telah meratifikasi konvensi internasional Apostille, dimana salah satunya ialah Indonesia.

Dengan kata lain, pengesahan atau legalisasi secara “apostille” dilakukan terhadap dokumen, baik dokumen “fisik” maupun dokumen “elektronik”, yang diterbitkan di wilayah Indonesia dan akan dipergunakan oleh warga di teritori negara lain yang menjadi sesama negara peserta “Konvensi Apostille”. Terhadap permohonan legalisir secara “apostille”, pihak otoritas pada Kementerian Hukum akan melakukan verifikasi, dalam rangka memastikan kesesuaian isian pada formulir permohonan dengan dokumen pendukung yang diunggah secara “online”, kecocokan tanda tangan pejabat, cap, dan/atau segel resmi pada dokumen dengan spesimen dalam database pihak internal Kementerian Hukum, maupun terhadap keabsahan tanda tangan elektronik pada dokumen elektronik.

PEMBAHASAN:

PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 6 TAHUN 2022

TENTANG

LAYANAN LEGALISASI APOSTILLE PADA DOKUMEN PUBLIK

Menimbang :

a. bahwa untuk meningkatkan layanan kepada masyarakat di bidang legalisasi, diperlukan model legalisasi dokumen publik asing yang cepat dan akses terjangkau serta mengadaptasi perkembangan global (perkembangan hukum perdata internasional) yang menjembatani kepentingan hukum perdata lintas negara;

b. bahwa dengan terbitnya Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2021 tentang Pengesahan Convention Abolishing the Requirement of Legalisation for Foreign Public Documents (Konvensi Penghapusan Persyaratan Legalisasi terhadap Dokumen Publik Asing), perlu menyusun petunjuk teknis mengenai implementasi pelayanan Apostille di Indonesia;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia tentang Layanan Legalisasi Apostille pada Dokumen Publik;

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:

1. Legalisasi Apostille yang selanjutnya disebut Apostille adalah tindakan untuk mengesahkan tanda tangan Pejabat, pengesahan cap, dan/atau segel resmi dalam dokumen yang dimohonkan berdasarkan verifikasi.

2. Dokumen adalah dokumen publik berupa surat tertulis atau tercetak yang ditandatangani oleh Pejabat yang berwenang sebagai bukti keterangan dan/atau dibubuhi cap dan/atau segel resmi.

3. Pejabat adalah seseorang yang mempunyai kewenangan dan menduduki jabatan atau posisi tertentu dalam kantor pemerintahan, lembaga, atau badan nonpemerintah, termasuk pejabat umum yang diangkat oleh pemerintah.

4. Spesimen adalah contoh tanda tangan Pejabat, cap, dan/atau segel sebagai pembanding tanda tangan Pejabat yang telah diserahkan dan disimpan dalam pangkalan data Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.

5. Pemohon adalah orang atau badan yang mengajukan permohonan Apostille secara elektronik.

6. Konvensi adalah Convention Abolishing the Requirement of Legalisation for Foreign Public Documents (Konvensi Penghapusan Persyaratan Legalisasi terhadap Dokumen Publik Asing).

7. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia.

8. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Pasal 2

(1) Penyelenggaraan Apostille dilaksanakan oleh Menteri melalui Direktur Jenderal.

(2) Apostille sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap Dokumen yang diterbitkan di wilayah Indonesia dan akan dipergunakan di wilayah negara lain yang menjadi negara peserta Konvensi.

(3) Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:

a. Dokumen yang berasal dari suatu otoritas atau pejabat yang berkaitan dengan pengadilan atau tribunal negara, termasuk yang berasal dari penuntut umum, panitera pengadilan, atau jurusita;

b. Dokumen administratif;

c. Dokumen yang dikeluarkan oleh notaris; dan

d. sertifikat resmi yang dilekatkan pada Dokumen yang ditandatangani oleh perseorangan dalam kewenangan perdatanya, seperti sertifikat yang mencatat pendaftaran suatu Dokumen, atau yang mencatat masa berlaku tertentu suatu Dokumen pada tanggal tertentu, dan pengesahan tanda tangan oleh pejabat dan notaris.

(4) Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikecualikan terhadap:

a. Dokumen yang ditandatangani oleh Pejabat diplomatik atau konsuler;

b. Dokumen administratif yang berkaitan langsung dengan kegiatan komersial atau kepabeanan; dan

c. Dokumen yang diterbitkan oleh kejaksaan sebagai lembaga penuntutan sebagaimana tercantum dalam Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2021 tentang Pengesahan Convention Abolishing the Requirement of Legalisation for Foreign Public Documents (Konvensi Penghapusan Persyaratan Legalisasi terhadap Dokumen Publik Asing).

(5) Rincian lebih lanjut mengenai jenis Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Menteri.

(6) Menteri/Pejabat yang ditunjuk pada kementerian atau lembaga terkait dapat mengajukan perubahan rincian Dokumen kepada Menteri melalui Direktur Jenderal.

Pasal 3

(1) Apostille sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dilakukan berdasarkan permohonan oleh Pemohon atau kuasanya.

(2) Permohonan Apostille sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara elektronik kepada Menteri melalui Direktur Jenderal dengan mengisi formulir permohonan pada laman resmi Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum.

(3) Formulir permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit memuat:

a. identitas Pemohon;

b. identitas penerima kuasa, jika permohonan diajukan melalui kuasa;

c. negara tujuan di mana Dokumen tersebut akan digunakan;

d. jenis Dokumen yang akan dimohonkan Apostille;

e. nama dan nomor Dokumen serta nama pemilik yang tertera pada Dokumen yang akan dimohonkan Apostille;

f. nama Pejabat yang menandatangani Dokumen; dan

g. nama instansi yang menerbitkan Dokumen.

(4) Selain mengisi formulir permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pemohon juga mengunggah dokumen pendukung berupa:

a. kartu identitas Pemohon;

b. kartu identitas kuasa dan surat kuasa, jika permohonan dikuasakan; dan

c. Dokumen yang akan dimohonkan Apostille.

Pasal 4

(1) Terhadap permohonan Apostille sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, harus dilakukan verifikasi.

(2) Verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk memastikan:

a. kesesuaian isian pada formulir permohonan dengan dokumen pendukung yang diunggah;

b. kecocokan tanda tangan Pejabat, cap, dan/atau segel resmi pada Dokumen dengan Spesimen dalam pangkalan data Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum; dan/atau

c. keabsahan tanda tangan elektronik pada Dokumen elektronik.

(3) Verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah permohonan diterima.

Pasal 5

(1) Dalam hal berdasarkan hasil verifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 terdapat ketidakcocokan antara:

a. informasi yang disampaikan dalam formulir permohonan Apostille dengan Dokumen yang diunggah; dan/atau

b. nama Pejabat, jabatan, tanda tangan Pejabat, cap, dan/atau segel resmi pada Dokumen permohonan dengan data dalam pangkalan data Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum, permohonan ditolak.

(2) Penolakan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Pemohon melalui pemberitahuan secara elektronik dengan disertai alasan penolakan.

(3) Dalam hal permohonan ditolak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemohon dapat mengajukan kembali permohonan Apostille berdasarkan ketentuan dalam Pasal 3.

Pasal 6

(1) Selain karena alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1), terhadap permohonan Apostille dapat dilakukan pengembalian kepada Pemohon.

(2) Pengembalian permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan melalui pemberitahuan secara elektronik dengan disertai alasan pengembalian.

(3) Dalam hal dilakukan pengembalian permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pemberitahuan pengembalian dapat disertai dengan:

a. formulir Spesimen tanda tangan yang akan dilengkapi oleh Pemohon dengan meminta Pejabat yang berwenang untuk mengisi formulir yang dimaksud; dan/atau

b. permintaan dokumen pendukung lainnya.

(4) Pemohon menyampaikan formulir Spesimen tanda tangan dan/atau dokumen pendukung lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari kalender terhitung sejak tanggal pemberitahuan disampaikan.

(5) Apabila formulir Spesimen tanda tangan dan/atau permintaan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (3) telah dipenuhi, Pemohon menyampaikan formulir dan/atau dokumen pendukung tersebut kepada Direktur Jenderal.

(6) Apabila formulir Spesimen tanda tangan dan/atau permintaan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dipenuhi, permohonan dinyatakan ditolak.

(7) Dalam hal permohonan ditolak sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Pemohon dapat mengajukan kembali permohonan Apostille berdasarkan ketentuan dalam Pasal 3.

(8) Format formulir Spesimen sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 7

(1) Dalam hal berdasarkan hasil verifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 permohonan Apostille dinyatakan telah sesuai dan lengkap, Pemohon memperoleh pemberitahuan untuk melakukan pembayaran biaya permohonan Apostille sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang penerimaan negara bukan pajak yang berlaku pada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.

(2) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan surat perintah bayar yang dapat diunduh dan dicetak oleh Pemohon.

(3) Pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan paling lama 7 (tujuh) hari kalender sejak pemberitahuan diterbitkan.

(4) Dalam hal Pemohon tidak melakukan pembayaran dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3), surat perintah bayar tidak dapat digunakan.

(5) Dalam hal surat perintah bayar tidak dapat digunakan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Pemohon dapat mengajukan permohonan kembali.

Pasal 8

(1) Dalam hal pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 telah dilakukan, Pemohon memperoleh pemberitahuan secara elektronik untuk mendapatkan sertifikat Apostille dengan menunjukkan Dokumen yang dimohonkan Apostille ke loket pelayanan Apostille di:

a. kantor pusat; atau

b. kantor wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, sesuai dengan pilihan Pemohon.

(2) Pengambilan sertifikat Apostille sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan 1 (satu) hari kerja setelah menerima pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(3) Pemohon menerima bukti tanda terima Dokumen dan sertifikat Apostille.

Pasal 9

Format sertifikat Apostille sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 10

Pemohon bertanggung jawab penuh atas kebenaran permohonan Apostille yang diajukan dan penggunaan Dokumen hasil Apostille.

Pasal 11

(1) Terhadap sertifikat Apostille yang telah diterbitkan, dibuat register sertifikat Apostille.

(2) Register sertifikat Apostille sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat:

a. nomor dan tanggal sertifikat; dan

b. nama, jabatan, dan nama lembaga dari Pejabat yang menandatangani Dokumen.

(3) Sertifikat Apostille yang diterbitkan dan register sertifikat Apostille disimpan dalam pangkalan data Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum.

Pasal 12

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal 4 Juni 2022.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 21 Januari 2022

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

YASONNA H. LAOLY

© Hak Cipta HERY SHIETRA.

Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.