(DROP DOWN MENU)

Beban Pembuktian Terbalik dalam Gugatan Sengketa Pajak

LEGAL OPINION

Pembukuan dan Catatan Keuangan sebagai Bukti Penting dalam Persidangan Perkara Gugatan Pajak

Question: Bila hendak gugat-menggugat di Pengadilan (Khusus) Pajak, beban pembuktiannya dipikul siapa, apakah selalu menjadi kewajiban wajib pajak? Bila di Pengadilan Tipikor (Tindak Pidana Korupsi), beban kewajibannya ialah terbalik, terdakwa yang harus membuktikan harta kekayaannya diperoleh dengan cara-cara legal, sekalipun yang melakukan dakwaan dan tuntutan ialah Jaksa Penuntut Umum, maka bagaimana dengan praktik di Pengadilan Pajak?

Brief Answer: Bila mencermati preseden yang ada sebagai “best practice” pada Pengadilan Khusus Pajak, tampaknya terhadap klaim kekurangan bayar pajak yang dituduhkan pihak otoritas dibidang perpajakan, maka pihak warga maupun perusahaan selaku wajib pajak yang diharuskan untuk membuktikan bantahan maupun sanggahannya, sehingga dapat kita golongkan sebagai “beban pembuktian (secara) terbalik” (shifting the burden of prove).

Begitupula ketika wajib pajak mengklaim terjadi kelebihan bayar pajak sehingga memohon restitusi pajak kepada otoritas perpajakan, dimana tanpa disadari oleh sang wajib pajak bahwa dirinya telah membayar pajak melebihi ketentuan yang berlaku, maka otoritas pajak tidak akan menolak pembayaran / penyetoran pajak apapun ke kas negara, terlebih proaktif secara transparan dan akuntabel mengembalikan kelebihan pembayaran pajak yang telah disetorkan wajib pajak, maka bila otoritas perpajakan menolak permohonan restitusi pajak, untuk itu sebagai tindak-lanjutnya pihak wajib pajak yang dibebankan kewajiban menyuguhkan bukti-bukti telah melakukan kelebihan pembayaran pajak ke hadapan Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Dengan demikian, dokumentasi dan tata arsip yang lengkap dan rapih terkait keuangan perusahaan, menjadi langkah penting untuk antisipasi serta sebagai langkah mitigasi terhadap kemungkinan berhadapan dengan orotitas pajak (prepare for the worst case), yakni sewaktu-waktu oleh Kantor Pajak lewat “surat cinta” dinyatakan sebagai wajib pajak yang kurang membayar pajak terutang.

PEMBAHASAN:

Untuk itu, SHIETRA & PARTNERS tepat kiranya mengilustrasikan secara konkret lewat putusan Mahkamah Agung RI sengketa pajak register Nomor Nomor 269/B/PK/Pjk/2018 tanggal 19 Februari 2018, perkara antara:

- HAMDANI, wajib pajak, sebagai Pemohon Peninjauan Kembali; melawan

- DIREKTUR JENDERAL PAJAK, selaku Termohon Peninjauan Kembali.

Sang wajib pajak mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak, bermula ketika wajib pajak memohon agar Pengadilan Pajak dapat mengevaluasi ulang Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa PPN masa Februari 2011, yang semula ialah keputusan Keberatan Nomor KEP-817/WPJ.27/2015, tanggal 6 Agustus 2015. Adapun yang kemudian menjadi amar Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT-76146/PP/M.VIB/16/2016, tanggal 27 Oktober 2016, sebagai berikut:

- Menyatakan menolak banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-817/WPJ.27/2015 tanggal 6 Agustus 2015, tentang Keberatan Wajib Pajak atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Nomor 00009/207/11/202/14 tanggal 17 September 2014 Masa Pajak Februari 2011, atas nama Hamdani, NPWP ... , beralamat di ... , dan alamat korespondensi di ... .”

Pihak wajib pajak mengajukan upaya hukum peninjauan kembali, dimana terhadapnya Mahkamah Agung RI membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:

“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan peninjauan kembali tersebut, Mahkamah Agung berpendapat:

“Bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali tidak dapat dibenarkan, karena putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan menolak banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Terbanding Nomor KEP-817/WPJ.27/2015 tanggal 6 Agustus 2015, mengenai keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak Februari 2011 Nomor: ...  tanggal 17 September 2014, atas nama Pemohon Banding, NPWP ... , adalah sudah tepat dan benar dengan pertimbangan:

a. Bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali dalam perkara a quo Koreksi Positif atas penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri sebesar Rp1.362.358.064,00 yang tetap dipertahankan Majelis Hakim Pengadilan Pajak tidak dapat dibenarkan, karena setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diajukan dalam Memori Peninjauan Kembali oleh Pemohon Peninjauan Kembali dihubungkan dengan Kontra Memori Peninjauan Kembali tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Pengadilan Pajak, karena dalam perkara a quo tidak didukung dengan dokumen yang valid berupa fotokopi Faktur dan Pemohon Banding sekarang Pemohon Peninjauan Kembali tidak meminjamkan pembukuan dan pencatatan pada saat dilakukan pemeriksaan, serta Majelis Pengadilan Pajak telah dilakukan pemeriksaan dan penilaian serta memberikan pertimbangan hukum oleh Majelis dengan benar, sehingga Majelis Hakim Agung mengambil-alih pertimbangan hukum kembali dan menguatkan putusan Pengadilan Pajak a quo dan oleh karenanya koreksi Terbanding (sekarang Termohon Peninjauan Kembali) dalam perkara a quo tetap dipertahankan karena telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 12 ayat (3) dan Penjelasan Pasal 29 ayat (2) Alinea Ketiga Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

b. Bahwa dengan demikian, alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali tidak dapat dibenarkan karena bersifat pendapat yang tidak bersifat menentukan karena tidak terdapat putusan Pengadilan Pajak yang nyata-nyata bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 91 huruf e Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, sehingga pajak yang masih harus dibayar dihitung kembali menjadi sebesar Rp201.628.993 dengan perincian sebagai berikut:

- Jumlah Seluruh Penyerahan Rp 1.362.358.064.

- PPN yang harus dipungut sendiri Rp 136.235.806.

- Kredit Pajak Rp 0.

- Jumlah Penghitungan PPN yang Kurang / (Lebih) Bayar (b-c) Rp 136.235.806/

- Kelebihan PPN yang sudah dikompensasi Rp 0.

- Pajak yang Kurang / (Lebih) Bayar (d+e) Rp 136.235.806.

- Sanksi Administrasi Bunga Pasal 13 (2) KUP Rp 65.393.187.

Jumlah pajak yang masih harus dibayar Rp 201.628.993.

“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, maka permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali tersebut adalah tidak beralasan sehingga harus ditolak;

M E N G A D I L I :

- Menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali HAMDANI.”

© Hak Cipta HERY SHIETRA.

Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.